Sukuk Mikro di LKMS

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Penerbitan sukuk atau surat berharga syariah diyakini mampu memberikan kemudahan untuk memperoleh dana murah yang bisa digunakan untuk pembiayaan atau pembangunan. Strategi ini selama ini  dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi pembiayaan pembangunan proyek dan kegiatan Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara (APBN) selama ini. Bahkan dari keterangan resmi Ditjen Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kemenkeu, obligasi yang diterbitkan pemerintah pada 12 Februari 2019 lalu mencapai Rp 3 triliun. Lantas bagaimanakah dengan aktitas lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) selama ini ? Apakah diperlukan pembiayaan sukuk?

Tentunya pertanyaan tersebut tak bisa dinafikan oleh LKMS begitu saja, apalagi kebutuhan likuiditas adalah kebutuhan utama dalam laju berkembangnya LKMS selama ini. Ditambah lagi dengan LKMS yang bertebaran di masyarakat, tentunya sangat membutuhkan dana murah yang bisa digunakan untuk penguatan permodalan. 

Apalagi hanya membutuhkan pemupukkan  dana dari anggota berupa simpanan pokok, wajib dan penyertaan lainya tentunya memiliki keterbatasan bagi LKMS dalam akselerasi dan ekspansinya selama ini. Begitu juga kalau hanya berharap pada linked program dengan perbankan syariah atau lembaga keuangan lainya  dalam pembiayaan mikro, tentunya  dihadapkan dengan mahalnya margin rate yang ditawarkan. Ha ini dirasakan kurang strategis dalam manajemen keuangan LKMS. Sementara disatu sisi kebutuhan dan permintaan dari anggota  tentang pembiayaan sangat besar sekali, disinilah manajer dan pengelola LKMS dituntut untuk berkreasi lebih tinggi dalam melakukan financial engineering.  

Dipilihnya instrumen sukuk berbasis mikro bisa menjadi pilihan alternatif dalam rangka mendapatkan dana murah dari masyarakat. Terlebih lagi dalam LKMS tidak hanya sekedar simpan pinjam saja, tapi juga ada LKMS produksi, konsumsi, jasa dan serbaguna, tentunya membutuhkan pembiayaan – pembiayaan yang cukup besar dalam menjalankan bisnisnya. Untuk itu dengan diterbitkannya sukuk mikro akan memudahkan bagi LKMS untuk memperoleh pendanaan baik dari investor domestik dan luar negeri.

Terkait jenis sukuk yang diterbitkannya bisa berbagai macam sesuai dengan kebutuhan. Seperti pertama, sukuk ijarah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu sendiri. Kedua, sukuk mudharabah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan pihak lain menydiakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya.

Ketiga, sukuk musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak. Keempat, sukuk istishna yaitu  sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

Untuk menerbitkan sukuk mikro ini tentunya pemerintah dan OJK harus memberikan literasi terutama regulasinya kepada LKMS terutama peraturan OJK nomor 18/POJK.4/2015 terkait syarat dan aturan penerbitan emiten sukuk. Dengan demikian para pelaku LKMS bisa melakukan konsolidasi bersama–sama, jika ingin LKMS bisa melantai ke bursa. Kemampuan menerbitkan sukuk mikro tersebut bagi LKMS ada keyakinan, apalagi  dengan besarnya jumlah LKMS yang ada saat ini, baik di komunitas Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) sudah selayaknya berfikir progresif dalam rangka menuju akselerasi dan ekspansi keuangan inklusif.

BERITA TERKAIT

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

Tantangan APBN Paska Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kebijakan Satu Peta

 Oleh: Susiwijono Moegiarso Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

Tantangan APBN Paska Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kebijakan Satu Peta

 Oleh: Susiwijono Moegiarso Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau…