Sinkronisasi RTRW Jabodetabek

 

Oleh: Yayat Supriatna

Pengamat Tata Kota

Presiden Jokowi telah menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla memnenahi persoalan pengelolaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jabodetabek dengan rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ). Sebenarnya sudah ada BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) di bawah Kementerian Perhubungan, namun otoritasnya terbatas, sifat kelembagaannya kordinatif, dan tak punyakewenangan otorisasi dalam konteks kekuasaan dan anggaran.  

Sementara itu dalam implementasi RITJ memerlukan anggaran yang besar dan pendapatan yang kuat. Satu-satunya yang anggarannya paling besar dan kuat adalah DKI Jakarta. Anggaran APBD DKI sekitar Rp80 triliun. Sedang Kota Bogor hanya Rp2 triliun, Kabupaten Bogor sekitar Rp5-6 triliun, Bekasi Rp6 triliun dan rata-rata daerah penyangga DKI lainnya di bawah Rp 6 triliun. Dan anggaran pembangunan mereka sangat terbatas. Maka, kalau RITJ akan dilaksanakan yang jadi masalah adalah, uangnya dari mana?

Belum lagi ada persoalan kordinasi, misalnya antar BUMN dengan pemerintah pusat dan daerah serta pengembangan TOD (transit oriented development, Kawasan Berorientasi Transit) dan simpul-simpul transportasi. Termasuk dengan terminal tipe A, ada yang diserahkan pada pemerintah pusat tapi pemerintahnya nggak punya uang menangani terminal yang jadi kewenangannya, sedang pemerintah daerah sudah lepas tangan. Hal itu terjadi, misalnya pada terminal Baranang Siang di Bogor dan Poris Plawad di Tangerang.

Maka dari itu perlu ada lembaga baru mengelola masalah ini yang berada di bawah presiden langsung yang kelembagaannya selevel dengan kementerian atau di bawah menteri kordinator. Jika hanya bagian dari sub-kementerian perhubungan nggak punya wewenang apa-apa.

Kedua, tidak semua RITJ bisa diterima oleh pemerintah daerah. Mereka juga punya kepentingan sendiri. Misalnya, Pemprov DKI menolak beberapa TOD yang ada di RITJ karena dalam pertimbangan Pemrov fungsi pengembangannya tidak akan maksimal. Di lain pihak, pengelola TOD juga lebih mementingkan masing-masing operatornya. Misalnya, pengelola LRT (kereta rel ringan) pengembangan TOD-nya mementingkan mereka, seperti menyangkut lokasi-lokasinya.

Itu persoalan mendasar di sini. Lembaga yang kuat makanya menjadi penting. Yakni, kuat secara otoritas kewenangan dan juga kuat secara anggaran. Urusan RTRW dan RITJ ini sudah selesai sebenarnya. Perpres-nya juga sudah ada, Perpres No.55 tahun 2018. Jadi yang mau dicari (solusi) apa lagi? Ya, implementasinya, termasuk kewenangan dan kelembagaan.

Badan baru di bawah presiden dan selevel kementerian diperlukan karena sebagian kewenangan ada di daerah. Perizinan, kepemilikan aset ada di mereka. Itu sebabnya pemerintah daerah juga harus jadi bagian yang penting dari RITJ. Mereka tidak bisa dipisahkan. Selama ini fungsi transportasi saja yang dipegang Kementerian Perhubungan lewat BPTJ, sementara fungsi tata ruang ada di pemerintah daerah. Itu yang harus di kordinasikan lewat lembaga baru.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…