Survei LSI: Delapan Persen Publik Tidak Tahu KPK

Survei LSI: Delapan Persen Publik Tidak Tahu KPK

NERACA

Jakarta - Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang sektor privat menunjukkan sebanyak delapan persen publik tidak mengetahui keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang melakukan langkah-langkah pemberantasan korupsi.

"Dari 149 responden, 92 persen tahu KPK sebagai lembaga yang paling banyak melakukan langkah pemberantasan korupsi. Delapan persen lainnya tidak mengetahui," kata peneliti LSI Ahmad Khoirul Umam dalam pemaparan hasil survei di Jakarta, Rabu (13/2).

Khoirul menyampaikan, selain KPK, presiden dan polisi juga menjadi lembaga yang paling diketahui publik melakukan upaya pemberantasan korupsi. Namun, kata dia, mayoritas responden menilai KPK sebagai lembaga paling efektif melakukan pemberantasan korupsi."Banyak yang menilai KPK berhasil," kata Khoirul.

Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono yang hadir sebagai penanggap survei mengatakan, hasil survei LSI sesuai dengan studi internal KPK. Ia membenarkan bahwa delapan persen publik belum mengetahui KPK."Yang menarik sebanyak delapan persen orang tidak tahu KPK. Ini sesuai dengan studi KPK," kata Giri.

Ia mengatakan, bahkan di Banten, selaku daerah dimana tiga kepala daerahnya ditangkap KPK, masih ada publik yang tidak mengetahui KPK."Meskipun demikian yang tahu KPK ada 92 persen dan menyatakan KPK efektif memberantas korupsi," ujar Giri.

Survei LSI dilakukan terhadap 149 responden dari berbagai daerah dan latar belakang, melalui wawancara tatap muka. Periode survei dilakukan 13 November 2018-5 Januari 2019.

Aparatur Negara Bekerja Setengah Hati

Sementara itu, Khoirul menambahkan berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait sektor privat menunjukkan bahwa aparatur negara masih bekerja setengah hati dan tidak responsif dalam membantu pebisnis menjalankan usahanya."Berdasarkan survei, banyak yang menilai aparat negara menjalankan tugas setengah hati, tidak responsif, dan tidak menguasai pekerjaan," ujar Khoirul.

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 149 responden dari berbagai daerah dan latar belakang, melalui wawancara tatap muka, sebanyak 58 persen responden menilai aparat negara bekerja setengah hati dalam tugasnya membantu pebisnis. Sebanyak 50 persen responden juga menilai aparat negara tidak responsif bekerja membantu pebisnis dan tidak menguasai pekerjaan. Meskipun demikian, 66 persen responden percaya aparat negara bisa membantunya menyelesaikan masalah, dan bekerja sesuai prosedur resmi.

Khoirul Umam mengatakan, hasil survei ini tidak ditujukan untuk membuat generalisasi terhadap populasi karena pengambilan sampel dilakukan secara non-probabilistic. Ant

 

BERITA TERKAIT

Imunisasi Investasi Guna Tingkatkan IPM

NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu menyebut bahwa imunisasi merupakan investasi termurah bagi anak,…

Ramadhan Jadi Kesempatan Perkuat Toleransi Antarumat

NERACA Jakarta - Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail Attahiri, mengatakan bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk…

Pentingnya Adab dalam Menggunakan Media Sosial

NERACA Jakarta - Beberapa akademisi mengingatkan pentingnya adab, kecakapan digital, dan pemahaman mengenai keamanan digital dalam menggunakan media sosial. Dalam…

BERITA LAINNYA DI

Imunisasi Investasi Guna Tingkatkan IPM

NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu menyebut bahwa imunisasi merupakan investasi termurah bagi anak,…

Ramadhan Jadi Kesempatan Perkuat Toleransi Antarumat

NERACA Jakarta - Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail Attahiri, mengatakan bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk…

Pentingnya Adab dalam Menggunakan Media Sosial

NERACA Jakarta - Beberapa akademisi mengingatkan pentingnya adab, kecakapan digital, dan pemahaman mengenai keamanan digital dalam menggunakan media sosial. Dalam…