PEMERINTAH MEREVISI PP NO. 30/2015 - Kenaikan Gaji PNS Rentan Bernuansa Politis

Jakarta-Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengakomodasi kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) tahun 2019 diperkirakan akan rampung bulan ini. PP tersebut merupakan revisi dari PP No. 30/2015. Selain mendapatkan kenaikan gaji, PNS juga memperoleh THR dan gaji ke-13 pada tahun ini.  Namun pengamat ekonomi menilai keputusan pemerintah ini rentan merambah ke ranah politik karena kenaikan gaji PNS terakhir kali dilakukan pada 2015.

NERACA

Menurut Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN RB Mudzakir, saat ini PP tersebut tengah memasuki masa finalisasi, meski tidak merinci proses PP tersebut hingga saat ini. Yang jelas, menurut dia, PP hampir selesai. "Insyaallah (Februari)," ujarnya seperti dikutip laman CNNIndonesia.com, belum lama ini.

Sejatinya kenaikan gaji PNS mulai berlaku sejak 1 Januari 2019. Tetapi, karena PP belum keluar, maka kenaikan gaji masih belum bisa meluncur ke rekening para PNS. Namun demikian, setelah PP ini terbit, maka PNS bisa mendapatkan akumulasi kenaikan gaji (rapel) yang seharusnya diterima antara Januari dan Februari pada Maret 2019.

Sebelumnya Presiden Jokowi memutuskan untuk menaikkan gaji PNS pada tahun ini, pertama kali sejak 2015. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik, terlebih pencairan kenaikan gaji rencananya dilakukan pada Maret 2019, sebulan sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) berlangsung pada 17 April 2019.

Menurut Presiden, kenaikan gaji pokok PNS dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan hidup PNS dan mendorong motivasi PNS. Dengan begitu, kualitas birokrasi akan semakin baik dan profesional.

Seperti diketahui, pemerintah pada APBN 2019 menggelontorkan alokasi belanja gaji PNS dan pensiun Rp215 triliun. Menurut Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani, alokasi anggaran tersebut dibuat dengan menghitung kenaikan gaji abdi negara rata-rata 5% pada 2019. Perbaikan dilakukan karena gaji dan pensiunan PNS selama tiga tahun terakhir kemarin tidak naik. "Belanja gaji, jadi untuk gaji dan tunjangan tunjangan itu Rp98 triliun," ujar Askolani di Jakarta, Rabu (31/10).

Sementara, sisanya sebesar Rp117 triliun akan digunakan untuk membayar hak pensiunan bagi PNS. Anggaran ini diklaim Askolani sudah memperhitungkan kenaikan gaji pokok PNS tahun 2019.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan gaji pokok PNS tak akan mengubah tunjangan kerja, seperti tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk PNS. "Untuk kementerian dan lembaga di daerah, tunjangan sesuai dengan kemampuan daerahnya, tidak sama dengan yang di pusat," ujarnya.

Menanggapi kenaikan gaji PNS tersebut, pengamat ekonomi Indef Eko Listiyanto mengatakan suka tidak suka, kebijakan mengerek gaji PNS jelang kontestasi politik pasti akan dianggap 'racikan' demi meraup suara.

Rentan ke Ranah Politik

Apalagi, jumlah PNS di Indonesia tidak sedikit. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), setidaknya ada 4,3 juta orang per awal 2019. Menurutnya, angka ini memiliki dampak bagi suara calon petahana karena pilihan PNS bisa saja mempengaruhi orang-orang di lingkungannya. "Tentu tidak lepas dari analisis ekonomi politik agar bisa mendapat kesan baik. Meski ini tidak salah, lembaga eksekutif memang punya kekuasaan untuk meracik ini," ujarnya, Senin (11/2).

Lebih lanjut, keputusan ini rentan diseret ke ranah politik karena kenaikan gaji PNS terakhir kali dilakukan pada 2015. Sementara pada 2016-2018, pemerintah hanya memberi bonus-bonus kepada PNS, misalnya melalui THR dan gaji ke-13. "Artinya bisa saja, kalau bukan momentum tahun politik, belum tentu dinaikkan," ujarnya.

Terlepas dari kepentingan politis, Eko menilai urgensi kenaikan gaji PNS belum tinggi lantaran kualitas kerja para abdi negara yang masih rendah. Kalau pun kinerja membaik, seharusnya pemerintah hanya memberikan bonus saja seperti yang dilakukan pada 2016-2018.

Menurut dia, hal mendasar yang membuat kenaikan gaji belum mendesak lantaran berbagai target-target ekonomi yang ditetapkan pemerintah belum tercapai. Misalnya, kinerja indikator makro pada tahun lalu masih jauh dari harapan.

Lihat saja target pertumbuhan ekonomi yang semula dibidik mencapai 7%, ternyata baru mencapai 5%. Lalu, realisasi investasi justru melambat, hanya tumbuh sekitar 4,1% dari tahun sebelumnya. Kemudian, defisit perdagangan mencetak rekor terburuk sepanjang sejarah dengan nilai mencapai US$8,57 miliar.

Begitu pula dengan pengelolaan APBN. Penerimaan negara yang melebihi target dan realisasi belanja yang hampir 100% pun baru terjadi pada tahun lalu. "Bahkan saya kira pelayanan birokrasi pun masih belum bagus, misalnya pelayanan kependudukan dan kesehatan, masih banyak tantangan di situ. Jadi kalau pelayanan belum bagus, tapi sudah naik gaji, kok rasanya kurang pas," tutur dia.  

Di sisi lain, Eko menyoroti realisasi belanja pegawai pemerintah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tak lepas dari kenaikan berbagai tunjangan, dan bonus kepada PNS. "Tren belanja pegawai ketinggian ini sebenarnya bukan hanya di era Presiden Jokowi, tapi juga sudah terjadi dari era Susilo Bambang Yudhoyono," ujarnya.  

Menurut ekonom UI Fithra Faisal, sebenarnya sah saja bagi pemerintah untuk menaikkan gaji PNS. Memang menurut dia, sesuai aturan, gaji karyawan, termasuk PNS seharusnya naik sesuai inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Formula sebenarnya seharusnya inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Tapi kan PNS ada tunjangan berdasarkan masing-masing kementerian," ujarnya. Kebijakan kenaikan gaji PNS, menurut dia, menjadi sarat muatan politik karena dilakukan jelang Pilpres.

Dia menyoroti kondisi belanja pegawai yang masih jauh lebih tinggi dari belanja modal. Pada APBN 2018 misalnya, realisasi belanja pegawai mencapai 94,8% dari target Rp365,7 triliun. Sementara belanja modal yang jumlah nominalnya lebih sedikit, hanya terealisasi sekitar 90,7% dari target Rp203,7 triliun. "Seharusnya, belanja modal kenaikan bisa lebih signifikan, termasuk yang masuk ke infrastruktur dan memberi dampak daya ungkit ke pertumbuhan ekonomi. Tapi justru hasilnya terbatas saja," ujarnya.  

Fithra juga menilai kenaikan gaji PNS belum benar-benar mendesak karena kualitas kerja yang belum maksimal. Sekalipun perlu ada kenaikan gaji, Fithra memandang hanya golongan tertentu yang betul-betul mendesak untuk dikerek gajinya, yaitu golongan I dan II. Sebab, gaji pokok mereka tidak jauh dari upah minimum.

Di sisi lain, Fithra menilai sisi positif kenaikan gaji PNS diharapkan bisa menambah amunisi bagi laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, kenaikan gaji diharapkan bisa menambah benteng pertahanan PNS agar tidak melakukan aksi korupsi. "Beberapa studi masih menunjukkan kalau korupsi terjadi karena gaji kurang, meski ada juga yang karena bekerja di sektor 'basah'. Tapi ini bisa jadi salah satu pencegahan," ujarnya.

Sebelumnya Badan Kepegawaian nasional (BKN) menyatakan draf rancangan Peraturan pemerintah tentang Kenaikan Gaji dan Pensiunan Pokok PNS, TNI dan Polri selesai disiapkan. Draft peraturan yang nantinya menjadi dasar hukum kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri tinggal diserahkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Menurut Deputi BKN bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian (PMK) Haryomo Dwi Putranto, dengan aturan baru tersebut nantinya aparatur negara akan mendapatkan kenaikan gaji rata-rata sebesar 5%. Kenaikan ini, ditujukan untuk menguatkan produktivitas aparatur negara.

Bukan hanya itu. Kenaikan gaji dilakukan untuk memperkuat program reformasi birokrasi, menyeimbangkan penambahan aparatur negara, menjaga tingkat kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan serta melihat kembali kebijakan pensiun PNS, TNI dan Polri. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…