Pers dan Kompetisi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Tema peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-73 pada 9 Februari 2019 kali ini yaitu “Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital” dan dipusatkan di Surabaya. Relevan dengan peringatan HPN banyak yang memprediksi bahwa pertumbuhan media cetak diprediksi stagnan. Asumsinya karena saat ini semakin berkembang  produk media digital pengganti surat kabar. Media digital ini menyajikan banyak kelebihan dibanding media konvensional atau offline. Dengan media itu, orang leluasa mengakses berbagai informasi media hanya dengan sekali ‘klik’. Penetrasi teknologi ini memicu perubahan perilaku konsumen yakni masyarakat cepat beralih menggunakannya karena menarik.

Relevan dengan teknologi itu, sebuah survei terhadap konsumsi masyarakat Indonesia terhadap media cetak selama 2006 hasilnya bahwa konsumsi masyarakat terhadap media cetak cenderung menurun. Penurunan konsumsi itu terjadi di hampir semua media cetak, baik majalah, tabloid, atau koran. Penurunan itu dipengaruhi kondisi ekonomi, seperti inflasi dan rendahnya daya beli. Yang menggembirakan dari 25 ribu responden yang disurvei di 16 provinsi, fakta penurunan daya beli itu tidak mempengaruhi minat baca masyarakat dan sekitar 15 juta masyarakat Indonesia masih memiliki minat baca.

Terkait ini, maka sangat beralasan jika sejumlah pakar menyatakan bahwa proses persaingan di bisnis media, terutama media cetak akan semakin ketat. Bahkan, sejumlah praktisi justru menegaskan, persaingan bisnis media cetak baru hanya mungkin dimenangi media yang bisa membuat segmentasi pembaca yang lebih spesifik. Segmentasi sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin sempit. Artinya, cukup sulit bagi media baru merebut pasar dengan segmentasi layanan yang general, kecuali bagi media yang sudah menjadi market leader.

Mengacu pada perkembangan kekuantitasan media pers, maka sangat beralasan jika para pakar media mencemaskan tentang kompetisi yang tidak fair yang kemudian menjurus ke proses pematian idialiasme jurnalis. Hal ini tentu bukan tidak beralasan sebab realitas yang ada semakin menunjukan bahwa kasus kekuantitasan sektor perbankan beberapa waktu lalu akibat keluarnya regulasi yang mempermudah pendirian bank (regulasi Pakto 27/1988) akhirnya justru memicu kehancuran perbankan nasional. Bahkan, likuidasi perbankan di tengarai memicu aksi rush serta menurunkan persepsi masyarakat terhadap perbankan. Oleh karena itu, agar kasus serupa tidak lagi terjadi pada industri pers maka pengawasan terhadap kualitas pers sangat perlu ditingkatkan. Meski demikian, harus juga diakui adanya seleksi alam yang berpengaruh terhadap daya survive media.

Memang diakui kini telah ada Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang secara tidak langsung keduanya seolah menjadi mata dewa atas kualitas pers di Indonesia, baik cetak atau elektronik. Namun jangan lupa, keduanya tetap manusia biasa yang tidak bisa mengawasi penuh atas kualitas muatan pers, baik pers cetak oleh Dewan Pers atau pers elektronik, terutama TV oleh KPI. Terlepas dari persaingan saat ini yang semakin ketat, pastinya media online tidak bisa mengelak dari tantangan untuk bersaing juga dengan media offline yang bersifat konvensional. Oleh karena itu, aspek mendasar dalam peringatan HPN sejatinya adalah bagaimana pers mampu bertahan dan tentunya bersaing, tidak hanya dalam bentuk product form competition tapi juga generic competition, termasuk juga fenomena industrialisasi pers yang semakin kompetitif. Hal ini menegaskan bahwa media yang bisa bertahan akan terus berhadapan dengan fakta perubahan perilaku pembaca dan juga industrialisasi media yang menuntut kesiapan secara proaktif, bukan reaktif.

 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…