Tugaskan PPI Impor Gula, Pemerintah Langgar Aturan

NERACA

Jakarta – Keputusan pemerintah menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk melakukan impor gula mentah atau raw sugar sebanyak 240 ribu ton sudah menyalahi aturan.

“Dalam surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527 tahun 2004 disebutkan bahwa perusahaan yang boleh mengimpor gula mentah adalah importir produsen. Artinya perusahaan yang mempunyai industri, baik industri gula maupun pabrik penyedap makanan,” tegas Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil saat dihubungi NERACA, Selasa.

Arum Sabil menyayangkan penunjukan PT PPI, pasalnya perusahaan tersebut tidak mempunyai pabrik gula. “Kami mengkhawatirkan penunjukan itu hanya mengambil keuntungan saja tanpa mempertimbangkan kondisi pergulaan nasional kita,” tambahnya.

Terkait dengan kebijakan impor gula yang akan dilakukan oleh PT PPI, Arum menandaskan, kebijakan impor gula mentah melalui PPI merupakan keputusan yang buruk karena telah melanggar tata niaga pergulaan. Selain itu, impor gula mentah bisa mengganggu struktur pergulaan nasional.

Menurut Arum, yang terpenting adalah memaksimalkan kapasitas terpasang pabrik gula memasuki musim giling 2012. “Kalau tujuannya untuk memenuhi kebutuhan gula sebelum giling berlangsung, seharusnya pemerintah mengimpor gula kristal putih, bukan gula mentah,” terang Arum.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melalui Wakil Ketua Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur menilai, kebijakan impor gula mentah sebanyak 240 ribu ton yang direkomendasikan oleh Dewan Gula Indonesia (DGI) yang izinnya dikeluarkan Kemendag merupakan kebijakan tidak tepat.

Karena itu, lanjutnya, Kadin menentang kebijakan tersebut dengan lima alasan. “Pertama, masa giling tebu petani bulan Mei 2012, sehingga praktis waktu yang dibutuhkan untuk menggiling 240 ribu ton hanya dua bulan. Kedua, ketidakjelasan pengawasan raw sugar impor tersebut. Dari segi teknis perlu dibedakan kemasannya supaya kalau beredar dipasar konsumen bisa tahu dan bisa membedakannya,” kata Natsir di Jakarta, Selasa (13/3).

Alasan ketiga, sambung Natsir, karena hasil produksi harus disalurkan mayoritas di Kawasan Timur Indonesia. Keempat, Kemendag menunjuk PT PPI yang track record-nya diragukan. “Pengalaman tahun-tahun sebelumnya perusahaan tersebut pernah diberikan izin impor gula komsumsi, akan tetapi tidak direalisasikan dengan baik, apalagi diberikan izin impor raw sugar,” ungkap Natsir.

Sedangkan alasan kelima, papar Natsir, Kadin sangat menyayangkan apabila raw sugar ini digiling oleh industri gula rafinasi, karena menyalahi aturan yang ada. “Dilain pihak, pabrik gula rafinasi yang ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) mendapat sanksi pengurangan impor raw sugar, jadi kalau pabrik gula rafinasi yang ada di KTI diberikan kesempatan untuk menggiling raw sugar impor ini maka ibarat setelah diberikan sansi hukuman karena melakukan perembesan gula rafinasi dipasar umum, lalu diberikan kembali pengampunan atau remisi untuk mengolah raw sugar impor ini, sebaiknya pengelolahannya diberikan kepada PTPN 14 dan PG Gorontalo,” jelas Natsir.

Itulah sebabnya, Kadin menghimbau pemerintah merevisi kembali jumlah impor raw sugar tersebut dengan memperhatikan waktu yang digunakan menggiling hanya dua bulan. “Kalau sudah masuk bulan Mei maka lebih parah lagi menabrak aturan yang ada, sehingga manajemen pergulaan produksi-perdagangan-distribusi makin carut marut, diakibatkan karena pemerintah sendiri yang menabrak aturan yg ada. Biasanya pengusaha yang sering dianggap melabrak aturan untuk komoditi gula. Namun ini terbalik, kan aneh ada kepentingan siapa dibalik ini,” paparnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengungkap, penugasan PT PPI untuk mengimpor gula sebanyak 240 ribu ton sesuai dengan rekomendasi dari DGI, yang menyatakan importir pelaksana harus dilakukan BUMN seperti tahun tahun yang lalu.

Oleh karena itu, PT PPI ditugaskan untuk melakukan importasi, mengolah, dan mendistribusikannya ke wilayah Indonesia Timur dan non-sentra produksi tebu.

Bayu menuturkan, penunjukkan tersebut berupa Public Service Obligation (PSO) kepada PT PPI karena perusahaan ini dinilai paling siap melakukan importasi dibandingkan BUMN lain yang sebelumnya pernah ditugasi untuk mengimpor gula, yakni PT Perkebunan IX, PT Perkebunan X, PT Perkebunan XI, PT RNI, dan Bulog.

“BUMN baru akan giling mulai Juni. Alternatifnya, PPI dan Bulog. Namun keduanya bukan penggiling tebu, lalu kita akan cari yang paling mudah, dan mana dari dua perusahaan itu yang paling siap. Setelah dilakukan pengamatan serta dilihat dari performance, PPI dinilai lebih baik,” terang Bayu.

Ia menjelaskan importasi gula mentah tersebut terpaksa dilakukan akibat tidak tercapainya target produksi. Hal ini dikhawatirkan menyebabkan kekurangan pasokan gula kristal putih (GKP) di kawasan Indonesia timur dan daerah non sentra produksi pada Mei hingga Juni sebesar 220 ribu ton.

Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, pemerintah memutuskan untuk melakukan importasi gula mentah.

Namun, lantaran PPI tidak memiliki pabrik, Bayu mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada PPI untuk menunjuk pabrik gula yang akan menggiling gula mentah menjadi gula kristal putih.

"Kami akan gunakan seluruh kapasitas yang ada yang bisa giling 240 dalam 1 bulan, harus gunakan semua pabrik," ujarnya.

Yang terpenting, tambah Bayu, PPI harus bisa mengolah gula mentah menjadi GKP dalam waktu 1 bulan. GKP hasil pengolahan gula raw sugar, tidak boleh lagi beredar sesudah 31 Mei.

Pasalnya, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527 Tahun 2004 tentang ketentuan impor gula. Dalam ketentuan tersebut, importasi gula tidak boleh dilakukan sebula sebelum dan sesudah musim giling.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…