KPK: Transaksi Tunai Bernominal Tinggi Picu Kasus Suap

KPK: Transaksi Tunai Bernominal Tinggi Picu Kasus Suap

NERACA

Jakarta - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syarif Hidayat, mengatakan transaksi tunai dengan nominal yang tinggi merupakan salah satu pemicu tingginya tindak pidana suap dan korupsi.

"Kenapa saya katakan begitu, karena dalam setiap operasi tangkap tangan, yang ditangkap selalu transaksi tunai dengan nominal yang besar," jelas Syarif ketika memberikan paparan dalam seminar nasional yang digelar di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional Jakarta, Sabtu (2/2).

Syarif kemudian bercerita bahwa dalam satu kasus tangkap tangan seorang pejabat, KPK menemukan bahwa sebagian besar uang yang dimiliki pejabat tersebut tidak disimpan di bank, namun disimpan dalam ruangan khusus bersama dengan sejumlah logam mulia. Lebih lanjut Syarif mengatakan bahwa PPATK melaporkan sepanjang 2018 terdapat lebih dari 15 ribu arus uang yang mencurigakan.

"Inilah mengapa penting sekali pembatasan nominal transaksi tunai diberlakukan, karena tindak pidana melalui transaksi non-tunai saja berani dilakukan apalagi transaksi tunai yang minim pengawasan," kata Syarif.

Syarif kemudian mengatakan KPK sudah meminta pemerintah untuk tegas dalam pemberlakuan aturan mengenai pembatasan nominal transaksi tunai, namun belum ditindaklanjuti dengan lebih serius. Selain kepada pemerintah, KPK sudah sejak lama kami juga meminta DPR untuk segera mengesahkan undang undang yang mengatur nominal transaksi tunai, namun hingga saat ini belum disahkan.

"Terakhir PPATK mengusulkan supaya maksimal transaksi tunai nominalnya hanya Rp100 juta, namun tetap belum disetujui oleh DPR," kata Syarif.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Masih Rendah

Kemudian Syarif menyebutkan indeks persepsi korupsi Indonesia berdasarkan Tranparency International masih sangat rendah."Indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2018 dari skala nol hingga 100 adalah 38, sedangkan pada tahun 2017 indeks persepsi Indonesia adalah 37, kita hanya naik satu peringkat," ujar Syarif.

Syarif memaparkan untuk wilayah Asia dan Asia Pasifik, Singapura berada di posisi tertinggi dengan nilai indeks 85, sedangkan Malaysia memiliki nilai indeks 45."Pada tahun 1999 indeks persepsi korupsi Indonesia memang hanya 17. Namun, hingga 2018 mencapai 38 dan posisi Indonesia berada jauh di bawah Singapura dan Malaysia," jelas Syarif.

Lebih lanjut Syarif memberi contoh kondisi yang menyebabkan indeks persepsi korupsi di Indonesia masih sangat rendah."Salah satu penyebab indeks persepsi korupsi di Indonesia adalah adanya sistem politik berupa mahar politik," ujar Syarif.

Mahar politik diduga menjadi salah satu pemicu korupsi karena jumlahnya yang dinilai sangat tinggi oleh KPK. Hal ini memicu sejumlah kepala daerah terpaksa melakukan korupsi untuk menutup biaya mahar politik."Dalam 4 tahun terakhir KPK sudah melakukan tangkap tangan terhadap 103 bupati dan wali kota yag sebagian besar diusung partai politik," jelas Syarif.

Syarief mengungkapkan KPK mencatat sebagian besar kepala daerah yang diusung oleh partai politik dan harus memenuhi mahar politik, melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan sejumlah rekayasa pengadaan barang dan jasa. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…