Kemiskinan dan Kompensasi BBM

VIEW

Kemiskinan dan Kompensasi BBM

Oleh A Eko Cahyono

Wartawan Harian Neraca

Kompensasi kenaikan BBM dengan adanya Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atau yang dulu bernama Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan sejenisnya, tidak akan menyelesaikan masalah dan justru menambah permasalahan baru. Malah, kenaikan BBM bias  menambah jumlah rakyat yang masuk dalam kategori miskin dan yang akan jatuh pada kategori sangat miskin

Kebijakan kenaikan BBM hanya jalan pintas yang diambil pemerintah dari sekian banyak pilihan kebijakan. Terlebih lagi, survei terbaru yang dilaksanakan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), penolakan terhadap kebijakan BBM sangat besar mencapai 86,6%.  Ini angka yang cukup besar atas penolakan suatu kebijakan. Mestinya, pemerintah harus berani cari solusi lai.

Dengan 40%  keluarga Indonesia berpenghasilan di bawah rata-rata dan 20%  merupakan golongan yang rentan terhadap kemiskinan, maka jika BBM naik hanya 18,5 juta Kepala Keluarga (KK) atau 74 juta jiwa saja yang dapat BLSM. Jumlah ini hanya sekitar 30% dari  penduduk  yang berpenghasilan di bawah rata-rata.

Lalu bagaimana dengan 10% lagi masyarakat Indonesia yang berpenghasilan di bawah rata-rata dan 20% (12,4 juta) masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan?  Pasti mereka semakin terpuruk. Karena itu, pemerintah harus serius menggunakan BLSM sebagai kompensasi atas kenaikan BBM.

Berdasarkan data di atas, jumlah yang mendapatkan BLSM seharusnya mencapai 40% masyarakat Indonesia, atau sekitar 24,7 juta KK, dengan nominal rupiahnya mencapai Rp33,3 triliun untuk BLSM sebesar Rp 150.000 selama 9 bulan. Jumlah ini ditambah BLSM untuk golongan rentan dengan jumlah Rp 11,16 triliun untuk BLSM sebesar Rp 100.000 selama 9 bulan. Sehingga totalnya mencapai anggarannya mencapai Rp44,46 triliun. Artinya, jumlah ini tidak telampau jauh dengan penghematan APBN dari kenaikan BBM yang dicanangkan pemerintah sebesar Rp 51 triliun. Karena itu, pemerintah harus cari jalan lain, karena kompensasi BLSM yang dihitung pemerintah masih jauh dari sasaran

Yang cukup mengecewakan public adalah tak kunjungnya realisasi pembangunan infrastruktur sebagai kompensasi kenaikan BBM. Padahal, infrastruktur berperan penting dalam menciptakan sistem transportasi massal yang murah dan nyaman bagi masyarakat sehingga konsumsi BBM bisa dihemat.

Kebijakan kenaikan BBM tahun ini adalah bukti bahwa pemerintah gagal membangun infrastruktur dan transportasi publik yang nyaman dan menarik masyarakat. Selama ini pemerintah selalu berdalih bahwa kenaikan BBM akan dikompensasi dengan perbaikan dan pembangunan infrastruktur. Padahal, infrastruktur berperan penting dalam pembangunan transportasi umum yang nyaman sehingga masyarakat beralih dari mobil pribadi ke transportasi umum dan bisa menghemat konsumsi BBM.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…