Benahi Inkonsistensi Data

 

Oleh: Dr. Enny Sri Hartati

Direktur INDEF

Defisit APBN merupakan sesuatu yang baik. Dalam kondisi daya beli masyarakat yang melemah, dibutuhkan suntikan dalam bentuk intervensi pemerintah. Intervensi yang memberikan stimulus kepada ekonomi. Jika defisit anggaran dioptimalkan untuk memberikan stimulus maka akan memberikan dampak positif, meningkatkan produktivitas perekonomian. Sampai pada titik ini semua setuju.

Masalahnya selama ini pemerintah merasa defisit telah digunakan untuk keperluan stimulus, padahal tidak. Postur APBN saat ini justru semakin buruk, sehingga dampaknya terhadap peningkatan produktivitas tidak menjadi kenyataan.

Pemerintah mengklaim defisit APBN secara nyata meningkatkan produktivitas perekonomian dengan merujuk pada data impor yang meningkat. Sebagian besar impor berupa bahan baku hingga 75%. Impor yang meningkat ini dimaknai oleh pemerintah sebagai kenaikan produktivitas, lalu diklaim sebagai hal yang sejalan dengan kebijakan defisit APBN yang bertujuan untuk memberikan stimulus.

Namun jika benar porsi impor adalah bahan baku sebanyak 75% dan barang modal 15% maka sebesar 90% impor untuk kegiatan produktif. Kegiatan produktif tersebut harus terefleksi pada peningkatan investasi. Jika ada peningkatan produksi, tidak mungkin tidak ada peningkatan investasi. Jika investasi meningkat maka akan ada peningkatan produktivitas nasional.

Produk domestik  bruto Indonesia memang meningkat, namun lebih banyak dikontribusi oleh konsumsi, sementara peran investasi justru turun dari 34% ke 32%. Dari potret ini bisa dipertanyakan apakah benar yang diimpor selama ini bahan baku dan barang modal.

Jika yang diimpor adalah bahan baku dan barang modal untuk produksi maka neraca perdagangan Indonesia tidak akan mengalami defisit, karena sekalipun produk yang dihasilkan tidak diekspor karena lemahnya daya saing Indonesia, akan ada substitusi impor yang dapat membantu mengurangi defisit neraca perdagangan.

Klaim pemerintah bahwa ada kenaikan produktivitas tidak didukung kondisi dimana tidak terjadi kenaikan ekspor  maupun substitusi impor. Jika salah satu saja terjadi maka Indonesia tidak akan mengalami defisit neraca perdagangan.

Di sisi lain, dalam kondisi ekspor tidak meningkat dan tidak terjadi substitusi impor, investasi di Indonesia seharusnya naik signifikan seiring dengan kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang mencapai lebih dari 20%, bahkan pada 2017 naik 25%.

Pada saat bersamaan industri hanya tumbuh 4,5% dan ekonomi 5%.  Dengan kenaikan impor yang tinggi kemungkinan besar yang diimpor bukan bahan baku maupun barang modal. Bahkan saat terjadi tekanan pada neraca perdagangan, Kemenkeu mengeluarkan kebijakan menaikkan PPh atas 1.147 item barang konsumsi, padahal porsinya diklaim hanya 10% dari total impor.

Yang terjadi adalah inkonsistensi dengan mencoba menggunakan data statistik makro ekonomi sebagai justifikasi terhadap capaian atau target yang selama ini dipatok, tetapi tidak pernah dilihat secara konfrehensif. Satu varibel ekonomi dengan variable lain tidak konsisten. Tidak jujur dalam menginterpretasikan data. Hal ini harus secara sungguh-sungguh dievaluasi agar tidak bias dalam menyusun kebijakan ekonomi. Selama datanya inkonsisten maka sulit membuat kebijakan yang tepat.  Jika data yang diinterpretasikan salah, misalnya, yang selama ini diimpor adalah bahan baku, lalu membuat kebijakan relaksasi agar semakin mudah melakukan impor dengan tujuan meningkatkan ekspor, tetapi yang terjadi ekspor tidak naik atau terjadi substitusi impor sehingga defisit neraca perdagangan semakin besar. Respon kebijakan dengan hasil jadi semakin jauh.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…