Kelapa Sawit Paling Produktif Hasilkan Minyak Nabati

 

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan komoditas kelapa sawit menjadi produk perkebunan yang paling produktif dalam menghasilkan minyak nabati daripada komoditas lainnya seperti bunga matahari dan kacang kedelai. Hal tersebut disimpulkan dari hasil studi yang dilakukan oleh Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) tentang analisis obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global, serta menawarkan solusi untuk pelestarian lingkungan.

"Perimbangannya adalah diperlukan lahan sampai 8 atau sembilan kali lipat lebih luas bagi komoditas lainnya untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati," kata Menko Darmin pada konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin (4/2). Darmin memaparkan bahwa kelapa sawit hanya membutuhkan 0,26 hektare (ha) lahan untuk memproduksi 1 ton minyak nabati, sedangkan minyak nabati dari bunga matahari memerlukan 1,43 ha lahan dengan hasil produksi yang sama.

Bahkan, komoditas kacang kedelai memerlukan 2 ha lahan untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati. Dengan begitu, hasil studi IUCN menyimpulkan bahwa kelapa sawit lebih efisien sembilan kali untuk penggunaan lahan daripada komoditas lainnya dalam memproduksi minyak nabati. Sementara itu, pada tahun 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, Tiongkok dan Indonesia.

Ada pun proporsi penggunaannya adalah 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel. Penulis utama dari studi ini, Erik Mejiaard, mengungkapkan bahwa kelapa sawit tetap dibutuhkan dan harus dipastikan bahwa minyak nabati yang diproduksi dari kelapa sawit menerapkan standar berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dunia tersebut. "Kita harus melihat minyak kelapa sawit ini sebagai bagian dalam pembangunan berkelanjutan. Kami melihatnya ada kebutuhan minyak nabati sebesar 310 juta ton pada 2050 tapi bagaimana memenuhinya sementara lapangan tanamnya minim," kata Erik.

Di Indonesia, alokasi pemanfaatan lahan untuk menunjang kehidupan adalah seluas 33 persen atau 66 juta ha dari total luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut, perkebunan kelapa sawit menjadi yang terluas dengan pemanfaatan sebesar 14 juta ha, diikuti sawah yang menempati 7,1 juta hektare lahan, dan selebihnya pemukiman dan fasilitas publik lainnya.

Hasil studi juga menyatakan bahwa wilayah tropis di Afrika dan Amerika Selatan merupakan daerah potensial untuk penyebaran kelapa sawit. Wilayah tersebut merupakan habitat bagi setengah (54 persen) dari spesies mamalia terancam di dunia dan hampir dua pertiga (64 persen) dari spesies burung yang terancam.

Jika kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya, akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan tropis dan savana di Amerika Selatan. Menko Darmin berpesan agar hal ini dilanjutkan oleh studi-studi lanjutan guna mendapatkan data dan informasi yang objektif berbasis ilmiah terkait komoditas kelapa sawit. Studi ini hendaknya tetap menggunakan pendekatan target-target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), sebagai kerangka pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati secara global.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…