Dua Blok Raksasa di Depan Indonesia-China

 

Oleh: Gigin Praginanto, Antropolog Ekonomi-Politik

Kini Presiden Donald Trump tak segalak seperti ketika dia sesumbar bahwa  "Amerika tak terhentikan." Dia mulai serius mengajak damai para rekan dagangnya yang gusar akibat  perang dagang untuk menunjukkan superioritas ekonomi Amerika.

Bukan hanya karena China memberi perlawanan gigih terhadap perang  yang dilancarkan Trump dalam rangka "Make America Great Again". wajah lebih ramah Trump juga disebabkan oleh lawan baru berupa blok perdagangan terbesar di dunia, Uni Eropa (UE) -Jepang, yang mulai efektif awal Februari ini.

Kedahsyatan blok ini terletak pada jumlah penduduknya yang mencapai 600 juta jiwa, menguasai sepertiga PDB dunia, dan merupakan pusat inovasi teknologi tercanggih di dunia. Maka,  mustahil bila rasa percaya diri para anggauta blok ini tak melesat menghadapi dua raksasa ekonomi dunia yang menjadi pesaingnya:  Amerika Serikat dan China.

Kedua raksasa ekonomi itu tentu sadar bahwa, berbekal kebarhasilan menggandeng UE,  upaya Jepang dalam mewujudkan blok perdagangan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (TPP11) akan lebih lancar.  Blok ini dibentuk sebagai pengganti dari Trans Pacific Partnership Agreement (TPP), yang dibubarkan karena Amerika mengundurkan diri. Pendukung TP11 adalah Australia, Brunei, Kanada, Chile, Japan, Malaysia, Mexico, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.

Pengunduran diri dari TPP dilakukan karena Trump menganggap kerjasama multilateral bagi Amerika lebih banyak merugikan ketimbang manfaatnya. Inilah mengapa Trump bahkan membubarkan North America Free Trade Agreement (NAFTA) yang terdiri dari Amerika Serikat,  Meksiko,  dan Kanada. Trump percaya bahwa negaranya lebih berjaya bila menjadi pemain tunggal.

Bersama Jepang dalam satu blok,  harapan Trump untuk menaklukkan UE juga makin berat.  Kini UE menutup rapat segala bentuk perundingan dagang dengan Amerika. Perundingan hanya akan dibuka lagi bila Trump mengembalikan bea masuk baja dan alumunium dari UE seperti semula.

UE juga tak menggubris ancaman sanksi ekonomi Amerika karena tetap berkomitmen pada perjanjian nuklir dengan Iran. Sejauh ini,  untuk memaksakan kehendaknya,  Amerika mengandalkan sanksi ekonomi yang sulit dilawan karena poisisinya sebagai pasar terbesar di dunia.

UE juga akan lebih keras pada Inggris gegara Brexit. Prekonomian Inggris memang  disegani di seluruh Eropa bahkan dunia.  Namun bila berhadapan dengan blok perdagangan yang menguasai sepertiga PDB dunia, Inggris tentu bisa babak belur. Sebelum blok UE-Jepang terbentuk saja sudah banyak perusahaan, termasuk yang lokal,  meninggalkan Inggris.

Sementara itu di Asia,  China tampaknya harus menata ulang perdagangan internasionalnya agar tak berbenturan dengan blok UE-Jepang. Bersama UE,  secara geostrategi Jepang lebih kuat sehingga lebih berani bersaing melawan strategi Belt and Road Initiave (BRI) yang diprakarsai Presiden Xi Jinping. BRI bertujuan menjadikan China pusat perekonomian Asia. Salah satu simpul strategis BRI di Asia Tenggara adalah Indonesia, dimana China telah sukses menjadi pemain utama dalam pembangunan infrastrukur, dan menjadi penyandang dana berbagai proyek bisnis konglomerat papan atas.

China mempersiapkan US$ 1 triliun untuk BRI, dan memprakarsai Asia Infrastructur Investment Bank (AIIB) untuk merealisasikannya. Ini belum termasuk pembangunan intrastuktur di wilayah sengketa Laut China Selatan. Oleh Amerika dan sejumlah negara ASEAN - Filipina,  Malaysia,  Singapura,  dan Brunei - pembangunan ini dicurigai untuk kepentingan militer dan status Laut China Selatan sebagai kawasan pelayaran bebas.

Sebelum blok UE-Jepang terbentuk, Jepang sesungguhnya sudah mulai melakukan ekspansi ekonominya di Asia. Salah satu jurus andalan Perdana Menteri Shinzo Abe adalah menawarkan pembangunan infrastuktur berkualitas lebih baik kepada negara-negara Asia. Jurus ini dipakai untuk menjawab berbagai keluhan  terhadap infrastuktur berkualitas rendah buatan China.

Pendekatan Abe ini juga sebagai respon terhadap kecurigaan bahwa ada 'ada udang di balik batu' dalam aliran utang besar-besaran dari China ke berbagai negara berkembang di Asia dan Afrika. China sengaja memberi utang sampai jauh melebihi kemampuan finansial penerima.  Maka,  ketika jatuh tempo dan tak sanggup membayar,  pihak pengutang terpaksa menuruti kehendak China untuk memperoleh konsesi bisnis strategis, pendirian pangkalan militer dan sebagainya.

Indonesia tentu harus bermain lebih cantik agar tak berseberangan dengan gabungan dua blok perdagangan yang menguasai lebih separuh PDB dunia yaitu UE-Jepang,  dan TPP11. Bertahan sebagai bagian dari BRI tentu bisa menyulitkan Indonesia karena secara ekonomi jauh lebih lemah.

Bisa jadi,  pada saatnya nanti,  TPP11 dan UE-Jepang melebur dalam satu blok, yang bisa membuat Amerika dan China tampak kecil, apalagi Indonesia.  Maka,  meninggalkan China tampaknya pilihan terbaik bagi Indonesia atau banyak perusahaan atau modal lari ke negara tetangga seperti dialami Inggris saat ini.

Bagaimanapun juga China tentu paham betul bahwa terlalu sulit bagi Indonesia untuk melepaskan diri. Ini karena China telah menjadi pemain utama dalam pembangunan infrastruktur listrik,  transportasi darat dan laut; dan pemasok dana, teknologi,  dan tenaga kerja untuk berbagai proyek industri strategis seperti smelter nikel,  pabrik baja tahan karat dan sebagainya.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…