TOTAL UTANG INDONESIA MENINGKAT 69% - Indef: Utang Luar Negeri RI Belum Optimal

Jakarta-Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan, nilai tambah dari utang yang ditarik selama ini belum optimal mendorong kualitas ekspor yang masih rendah. Sebab, ekspor Indonesia selama ini masih tergantung pada harga komoditas. "Utang, apa yang harus dilakukan? Yang bisa dilakukan adalah pertama, dikaitkan dengan tingkat produktivitas. Utang oke, kalau bisa tingkatkan kinerja ekspor," ujar Bhima Yudhistira di acara diskusi di Jakarta, Senin (28/1).

NERACA

Menurut Bhima, tingginya utang tersebut juga akan mempengaruhi Debt to Services Ratio (DSR). Rasio tersebut, mencerminkan kemampuan suatu negara untuk menyelesaikan kewajibannya dalam membayar utang luar negeri. Di mana, DSR membandingkan beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang dengan jumlah penerimaan ekspor. "Sekarang hitungnya DSR sekarang masih 24-26%, salah satu tertinggi dengan negara berkembang, saingannya Turki," ujarnya.

Karena itu,  untuk menurunkan DSR menurut dia, pemerintah ke depan membuat utang lebih produktif lagi. Sebab, selama ini utang lebih banyak digunakan untuk operasional birokrasi. "Maka kebijakan pemerintah ke depan, gimana alokasikan pajak dan utang lebih banyak untuk pembelanjaan modal. Sehingga operasional untuk pegawai dan barang dipangkas. Selain itu, utang berkaitan dengan risiko yakni valas," tutur dia.

Selain itu, kekhawatiran utang yang besar juga akan menghantui pemerintah di tengah kondisi global yang sedang bergejolak. Apalagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih bergerak fluktuaktif hingga 2020 mendatang.

"Kenapa khawatir dengan utang? karena rupiah sedang fluktuaktif, bahkan sampai 2020 karena outlook global tidak bagus. Bagaimana kita kurangi ketergantungan utang terhadap mata uang asing terutama dolar?. bisa gunakan instrumen dalam negeri, terbitkan utang dalam rupiah," ujarnya.

Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2018 mencapai US$372,9 miliar atau setara Rp 5.258 triliun (US$1=Rp 14.101). Angka utang ini naik US$12,3 miliar dibandingkan posisi pada akhir bulan sebelumnya. Total utang luar negeri ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$183,5 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$189,3 miliar.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Aida Budiman mengatakan, ULN perlu dikelola dengan hati-hati. Sebab ULN menjadi bagian dari sumber pembiayaan dalam negeri. "Jadi ULN penting mengantarkan kita ke pusat ekonomi yang baik. Tetapi kita harus bisa melakukan mitigasi risiko," ujarnya di kantornya, pekan lalu.

Aida menegaskan saat ini kondisi ULN RI masih dalam batas aman. BI sendiri selalu memperhatikan risiko-risiko yang terkait dengan ULN tersebut. "Kita pastikan hal-hal yang sesuai dengan perekonomiannya. Artinya kita tidak akan melakukan ULN yang berlebihan. Kita pastikan strukturnya. Berbagai macam rasio kita perhatikan dengan baik. Ini akan diberitakan ULN dari bank. Itu aman sesuai dengan kinerja perekonomian, komposisinya pun berimbang antara utang pemerintah dan swasta," ujarnya.

Dia mengungkapkan, ULN RI saat ini didominasi oleh ULN jangka panjang. "ULN kita nominalnya hampir US$ 360 miliar, sesuai dengan kinerja perekonomian, komposisinya berimbang antara utang pemerintah dengan swasta," ujarnya.

Kalau kita lihat dari komposisinya, menurut dia, rata-rata 80% itu jangka panjang. Jangka pendek itu kelihatan levelnya terpisah 15-20%,  “Kalau kita ambil rata-rata mungkin sekitar 17% jangka pendeknya," ujarnya.

Dengan posisi tersebut, Aida menegaskan ULN Indonesia jauh lebih aman dibanding negara tetangga. "Level ULN jangka pendek kita sekitar 15-20% itu ternyata hanya 13,2% terhadap PDB itu Indonesia. Perhatikan jika dibandingkan dengan negara tetangga lain, negara paling dekat misalnya Filipina itu 16,8%. Bahkan Thailand dan Malaysia itu di atas 40%. Jadi ULN kita yang jangka pendek tadi sangat aman levelnya jika dibandingkan dengan negara lain, relatif kecil dengan PDB kita," ujarnya.

Aida menegaskan saat ini kondisi ULN RI masih dalam batas aman. BI sendiri selalu memperhatikan risiko-risiko yang terkait dengan ULN tersebut. "Kita pastikan hal-hal yang sesuai dengan perekonomiannya. Artinya kita tidak akan melakukan ULN yang berlebihan. Kita pastikan strukturnya. Berbagai macam rasio kita perhatikan dengan baik. Ini akan diberitakan ULN dari bank. Itu aman sesuai dengan kinerja perekonomian, komposisinya pun berimbang antara utang pemerintah dan swasta," ujarnya.

Pembangunan Infrastruktur

Pada bagian lain, ekonom senior UI Faisal Basri menyoroti posisi utang Indonesia era Jokowi-JK. Menurut dia, selama pemerintahan Jokowi-JK utang Indonesia naik 69%, dari Rp 2.605 triliun pada 2014 menjadi Rp 4.418 triliun pada 2018.

Faisal mengatakan, utang di era Jokowi-JK lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada periode 2010 hingga 2014 utang tercatat naik sebesar 55%.

Meski demikian, persoalan peningkatan utang ini tidak bisa hanya dilihat dari segi besar nilainya tetapi lebih kepada kemampuan membayar utang. Indonesia sendiri dinilai mampu membayar utang bila dilihat dari pendapatan yang tercermin dari produk domestik bruto (PDB). "Apakah utang yang mencapai Rp 4.416 triliun yang jadi patokan? Bandingkan Si Badu berutang Rp 10 juta dan pendapatannya Rp 20 juta dengan saya yang berutang hanya Rp 2 juta dengan pendapatan Rp 1 juta," ujarnya seperti dikutip laman merdeka.com.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah pusat sepanjang 2018 sebesar Rp 4418,3 triliun. Angka ini naik jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2017 yaitu sebesar Rp 3.995,25 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan, saat ini utang masih dalam batas aman. Peningkatan utang terjadi karena pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. "Utang tetap aman, masih dalam koridor UU. Peningkatan nilai utang karena pemerintah membutuhkan banyak anggaran untuk pembangunan," ujarnya, kemarin.

Nurfransa mengatakan, pembangunan yang gencar dilakukan saat ini akan terasa manfaatnya dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Beberapa di antaranya adalah efisiensi dalam biaya logistik, kemudahan berinvestasi, sumber daya manusia yang andal, jaringan komunikasi yang kuat. "Semua membutuhkan biaya. Belanja negara digunakan untuk hal yang produktif sehingga dapat memberikan daya ungkit bagi adanya peningkatan produktifitas,"ujarnya.

Nurfransa menambahkan, bersaman dengan alokasi utang yang baik, kondisi APBN juga mengalami kinerja positif. Salah satunya defisit APBN yang menurun sepanjang 2018. "APBN kita terjaga dengan baik. Defisit menurun di tahun 2018, penerimaan negara melampaui target 102%, penerimaan pajak tumbuh 14%, primary balance mendekati nol. Semua indikator APBN berwarna hijau dan tidak ada gejala akan adanya krisis," ujarnya. bari/mohar/fba

 

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…