KPK: Banyak SDA di Indonesia Diperjualbelikan Dengan Murah

KPK: Banyak SDA di Indonesia Diperjualbelikan Dengan Murah

NERACA

Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyatakan bahwa banyak sekali sumber daya alam (SDA) di Indonesia yang diperjualbelikan dengan murah oleh para pejabat.

"Ingat yang bisa ditangkap itu hanya sebagian kecil dari sebagian besar yang belum tertangkap," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam acara diskusi "Melawan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam" di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (25/1).

Ia menyebutkan lebih dari 20 pejabat diproses KPK terkait dengan sektor kehutanan."Dalam satu kasus Tengku Azmun Jaafar (eks Bupati Pelalawan), misalnya, kerugian negaranya itu mencapai Rp1,2 triliun. Ini uang lo bukan uang monopoli," ucap Syarif.

Selanjutnya, kata dia, mantan anggota DPR RI Al Amin Nasution yang hanya divonis 4 tahun penjara, padahal mengeluarkan izin lebih dari 100.000 hektare."Kasus penyupan Rp200 juta Arwin A.S. (eks Bupati Siak). Jadi, agak susah bagi kita untuk menjaga lingkungan Indonesia, SDA Indonesia, hutan Indonesia kalau orang-orang yang harusnya merawatnya itu tidak amanah," tutur dia.

Berikutnya, kasus eks Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu yang memberikan izin perkebunan kepada Siti Hartati Murdaya selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (CCM)."Waktu itu dia memberikan izin prinsip untuk kampanye dia jadi bupati. Ketika dia ditangkap, penyidik saya hampir meninggal waktu itu karena apa? Sopirnya itu dia mau tabrak semuanya karena di hutan, terjadi di hutan," ungkap Syarif.

Saat itu, kata dia, Siti Hartati divonis hanya 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta."Bagi Hartati Murdaya Rp150 juta 'nih saya kasih Rp150 juta'. Akan tetapi, undang-undang kita itu memang kalau pemberi maksimum 5 tahun dan dendanya maksimum Rp1 miliar. Saya kurang tahu teman-teman dulu kenapa dulu pengadilan memutuskan seperti itu," kata Syarif.

Sementara itu, sebagai penerima Amran Batalipu, divonis 7 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Dengan demikian, menurut dia, korupsi sumber daya alam bukan hanya soal nilai keuangan negara, melainkan kegagalan pengelolaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."Mengapa itu penting karena itu bukan hanya hari ini, sumber daya alam Indonesia itu juga untuk masa depan," kata Syarif.

Fokus Perbaikan Tata Kelola SDA 

Kemudian Syarif menambahkan pihaknya mengharapkan calon presiden fokus pada perbaikan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) saat debat kedua capres 17 Februari mendatang. Debat kedua capres nantinya akan mengangkat isu SDA, energi dan pangan, lingkungan hidup, dan infrastruktur.

"Kami sangat berharap bahwa Presiden dan para capres "concern" perbaikan tata kelola di Sumber Daya Alam," kata dia.

Menurut dia, Sumber Daya Alam di Indonesia harus dijaga karena merupakan sumber ekonomi Indonesia."Sumber Daya Alam itu harus dijaga karena sumber devisa dan ekonomi nasional mulai dari batu bara, minyak, emas, nikel, ikan, hutan, dan kebun," ucap Syarif.

Debat kedua akan diikuti oleh capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Kamis (17/1) malam telah menggelar debat perdana debat calon presiden dan wakil presiden.

Debat perdana mengambil tema hukum, korupsi, hak asasi manusia dan terorisme dengan panelis Guru Besar Hukum UI Hikmahanto Juwana, Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Ahli Tata Negara Bivitri Susanti dan Ahli Tata Negara Margarito Kamis.

Dalam kesempatan yang sama, KPK menyoroti soal Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait pelepasan hutan produksi untuk perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah.

"Saya baru dengar bahwa lahan dulu yang dikeluarkan dengan cara suap itu pelepasan kawasan hutannya sudah terjadi beberapa bulan terakhir, dan 'that's not acceptable' di mata KPK," kata Syarif.

Menurut Syarif, pelepasan hutan produksi tersebut agak sensitif karena sebelumnya terkait kasus suap mantan Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu yang memberikan izin perkebunan kepada Siti Hartati Murdaya selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…