Ombudsman Temukan Potensi Malaadministrasi Perizinan Senjata Api Masyarakat Sipil

Ombudsman Temukan Potensi Malaadministrasi Perizinan Senjata Api Masyarakat Sipil

NERACA

Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan potensi malaadministrasi dalam perizinan dan pengawasan senjata api bagi masyarakat sipil.

Hal tersebut terungkap dari hasil kajian "systemic review" yang dilakukan Ombudsman terkait dengan senjata api nonorganik untuk kepentingan bela diri bagi masyarakat sipil."Kalau kami mengharapkan adanya pengaduan, tidak bakal ada yang datang," kata anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala saat jumpa pers di gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (22/1).

Oleh karena itu, pihaknya melakukan inisiatif untuk mengetahui kira-kira potensi malaadministrasinya apa. Dalam hal ini, pihaknya tidak berangkat dari suatu kasus, tetapi potensi adanya malaadministrasi atau tidak. Pertama, kata dia, pada tahap perpanjangan yang berpotensi terjadinya malaadministrasi. Pasalnya, dalam permohonan izin penggunaan senjata ini, tidak hanya cek kondisi fisik senjatanya dan pembaharuan buku kepemilikan.

"Seharusnya dilakukan juga tes menembak, psikologi, seperti persyaratan awal. Hal itu kami rasa penting karena orang harus sehat secara psikologis dan jasmani," tutur dia.

Kedua, lanjut Adrianus, potensi malaadministrasi terjadi pada tahap pembayaran izin kepemilikan senjata api karena pembayaran ini secara tunai."Bisa terjadi petugas yang minta lebihlah, petugas berjanji macam-macamlah. Kami mengharapkan, seperti pelayanan PNBP dan pelayanan SIM dilakukan secara transfer," ucap Adrianus.

Selanjutnya, ketiga adalah dalam hal penarikan senjata api yang telah habis masa berlakunya."Kesulitannya berupa penarikan senjata api tersebut dari tangan pemiliknya, sering terjadi pemilik senjata api itu sudah berganti alamat tanpa sepengetahuan Polri," kata Adrianus.

Terakhir, pada tahap pergudangan atau penyimpan senjata api. Senjata api yang telah berhasil ditarik oleh Polri tentu berada dipenyimpanan digudangkan oleh Polri, sebagaimana bentuk pengendalian senjata. Ia mengungkapkan tidak semua kepolisian daerah (polda) memiliki gudang yang representatif dalam penyimpanan tersebut.

Berdasarkan pengumpulan data, hanya Polda Metro Jaya yang memiliki gudang yang cukup besar dan aman, sementara di polda lain malah dijadikan satu dengan lain-lain,. Adapun kajian tersebut dilakukan Ombudsman mulai Mei 2018 hingga Januari 2019 dengan mendatangi sejumlah pihak, yaitu Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Timur, dan Polda Sulawesi Selatan, serta juga kunjungan ke beberapa pihak lainnya.

Revisi Standar Layanan Senjata Api Nonorganik

Kemudian Ombudsman Republik Indonesia meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian merevisi Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 khususnya mengenai komponen standar layanan senjata api nonorganik untuk kepentingan bela diri bagi masyatakat sipil.

Adrianus mengatakan, komponen standar layanan tersebut agar menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik."Yang di situ ada sekitar 10 hal, ada tarif, maklumat, siapa penanggung jawab, dan seterusnya itu adalah suatu yang diminta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," kata dia.

Selanjutnya, kata dia, mengenai jangka waktu penarikan senjata yang telah habis masa berlakunya."Jadi, harus jelas dan ketika sudah lewat maka harus ditarik," ucap Adrianus.

Kemudian, menurut dia, mengenai pengurusan perpanjangan izin, perlu dilakukan tes kesehatan, psikologi, dan menembak. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…