Disparitas Kemiskinan Tinggi

Oleh: Dr. Enny Sri Hartati

Direktur INDEF

Angka kemiskinan memang turun tetapi artifisial sekali, hanya gincu. Mengapa demikian. Pertama, porsi dari konsumsi makanan orang yang berada di bawah garis kemiskinan itu tinggi dan meningkat, mencapai 76%. Hal ini berarti untuk non makanan hanya 24%. Dari 24% konsumsi non makanan yang wajib dipenuhi antara lain listrik, transportasi, dan kebutuhan dasar lain. Di luar itu semua mereka tidak dapat lagi mengkonsumsi yang lain.

Dari konsumsi makanan yang mencapai 76%, sebanyak seperempatnya adalah beras. Hal ini menunjukkan orang miskin hanya kenyang saja. Kualitas hidup orang miskin dengan adanya kenaikan porsi konsumsi makanan yang meningkat menjadi menurun.

Di sisi lain, bantuan makanan non tunai diberikan kepada 15 juta lebih orang miskin, namun yang berkurang 900.000 orang saja. Dengan total bantuan sekitar Rp100 triliun, hasil yang didapat tidak memuaskan secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas mereka yang naik di atas garis kemiskinan hanya 900.000 orang. Secara kualitas, kondisi orang miskin dengan pendapatan sekitar Rp410.670 per kapita per bulan yang berhasil dientaskan juga memprihatinkan.

Pemerintah sudah memberikan bantuan beras miskin (raskin). Tetapi walaupun sudah diberikan bantuan beras, tetapi 76% masih digunakan untuk membeli makanan, terutama beras.

Kondisi tersebut menjelaskan fakta mengapa inflasi rendah tetapi konsumsi rumah tangga juga rendah.  Hal ini terjadi karena harga pangan tinggi, tercermin dari pengeluaran untuk makanan meningkat.  Jika sebelumnya, misalnya, cukup dengan 70%, maka sekarang sudah mencapai 76%. Inflasi yang rendah menunjukkan tidak ada lagi porsi dari pendapatan masyarakat untuk membeli produk non pangan yang menyebabkan permintaan menurun. Penurunan daya beli ini berdampak kepada rendahnya inflasi.

Di sisi lain, disparitas kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan tinggi. Salah satu keberhasilan Orde Baru mampu menekan angka kemiskinan perdesaan secara signifikan, dengan berbagai pembenahan dari semula tidak ada listrik menjadi terang, dari kumuh menjadi rapih dan bersih.

Saat ini kemiskinan di perdesaan tetap tinggi sekitar 13%, kemiskinan di perkotaan sekitar 6%. Selain itu, angka kesenjangan di perdesaan meningkat. Jika kondisinya seperti ini, dana desa yang disalurkan pemerintah lari kemana?  Tingkat kemiskinan yang tinggi menimbulkan urbanisasi. Desa menjadi daya tolak sehingga orang beramai-ramai meninggalkan kampung halamannya.

Meskipun kemiskinan nasional sudah single digit, namun kemiskinan di 16 provinsi masih double digit. Di Papua Barat malah masih 22%, NTT 21%, Maluku 17%. Dan satu-satunya provinsi di Jawa yang sudah single digit baru Jawa Barat. Sisanya seperti Jawa Timur masih 10,85%, Jawa Tengah 11,19%, DIY 11,8%, padahal Jawa memiliki semua yang provinsi lain tidak memilikinya, pusat segala macam.

Di samping masih banyak provinsi yang tingkat kemiskinannya double digit, sedikitnya 4 provinsi yang kaya dengan sumber daya alam naik tingkat kemiskinannya yakni Sumatera Selatan naik 0,02, Kalimantan Timur 0,04, Kalimantan Selatan 0,11, dan Banten 0,01 karena lay-off industri.

Fakta lain dalam masalah kemiskinan adalah meningkatnya jumlah orang miskin justru terjadi di daerah-daerah kaya sumber daya alam, karena kehidupan mereka bergantung kepada komoditas.  Berbagai macam program pemerintah dalam pemberian insentif bagi peningkatan produksi dan produktivitas cukup tinggi di daerah kaya sumber daya alam, tetapi dana tersebut tidak jelas digunakan kemana.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…