DPR: Pemohon Uji UU Telekomunikasi Tidak Berkedudukan Hukum

DPR: Pemohon Uji UU Telekomunikasi Tidak Berkedudukan Hukum

NERACA

Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Anwar Rachman, menilai bahwa pemohon uji UU No. 36/1999 (UU Telekomunikasi) terkait ketentuan penyadapan, tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian tersebut.

"Pemohon tidak memiliki hak atau kewenangan konstitusional dalam pengujian pasal dalam Undang-Undang Telekomunikasi terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ujar Anwar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (21/1).

Anwar mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku perwakilan pihak DPR RI dalam sidang uji materi Pasal 42 ayat (2) UU No. 36/1999 (UU Telekomunikasi) terkait dengan kewenangan penyadapan.

Anwar menjelaskan ketentuan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Telekomunikasi mengatur kewenangan penyelenggara jasa telekomunikasi untuk dapat merekam informasi dan atau memberikan informasi yang diperlukan, hanya berdasarkan permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kapolri, serta penyidik untuk keperluan proses peradilan tindak pidana tertentu. Sementara itu pemohon yang berprofesi sebagai penerjemah dan pada saat ini berstatus sebagai terdakwa dalam tindak pidana narkotika, dinilai DPR pemohon bukan merupakan pihak-pihak yang memiliki wewenang berdasarkan pasal tersebut.

"Atas dasar itu, ketentuan pasal tersebut telah memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil di dalam proses peradilan pidana, dan pasal tersebut sama sekali tidak ada keterkaitan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ujar Anwar.

Selain itu DPR juga berpendapat bahwa tidak ada hak atau kewenangan konstitusional pemohon yang dirugikan akibat berlakunya ketentuan tersebut. Pemohon juga dinilai tidak dapat menjelaskan kerugian konstitusionalitas yang bersifat spesifik, aktual, dan potensial akan dialami pemohon akibat keberlakuan pasal tersebut.

Karena DPR menilai tidak ada implikasi atau pengaruh apa pun yang akan terjadi kepada pemohon dengan dikabulkannya permohonan tersebut, maka DPR meminta Mahkamah Konstitusi untuk tidak mempertimbangkan pokok perkara dan menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima.

Pemohon dari perkara ini adalah terdakwa kasus tindak pidana narkotika yang merasa dirugikan atas berlakunya ketentuan Pasal 42 ayat (2) UU No. 36/1999.

Ketentuan tersebut memberikan batasan subjek yang dapat meminta rekaman percakapan yang hanya terbatas pada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan penyidik untuk tindak pidana tertentu telah menjadikan Pemohon sebagai seorang yang menyandang status terdakwa tidak dapat mengajukan sendiri bukti rekaman percakapan untuk kepentingan pembelaan di persidangan. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…