KEBIJAKAN BARU MASKAPAI PENERBANGAN DOMESTIK - Aturan Bagasi Berbayar Mulai Diterapkan

Jakarta-Pemerintah mulai hari ini (22/1) membolehkan maskapai penerbangan untuk mulai menerapkan bagasi berbayar, karena persiapan maskapai dinilai sudah cukup.  Diantaranya Lion Air siap memberlakukan kebijakan baru tersebut. Nantinya, setiap calon penumpang (kecuali bayi), hanya diperbolehkan membawa satu bagasi kabin dengan maksimum berat 7 kg dan satu barang pribadi (personal item) seperti tas laptop, binocular, tas jinjing wanita. Ketentuan maksimum ukuran dimensi bagasi kabin adalah 40x30x20 cm. Apabila melanggar aturan tersebut, penumpang wajib membayar kelebihan berat bagasinya.

NERACA

Menurut Menhub Budi Karya Sumadi, ketentuan bagasi berbayar ini telah dilakukan sosialisasi selama dua pekan. Hal ini dinilai sudah cukup sehingga diperbolehkan untuk mulai menerapkan kebijakan ini. "Karena memang sesuai regulasi dan sudah dilakukan sosialisasi selama 2 minggu, ya memang musti berlaku," ujarnya di Kantor Kemenhub, Senin (21/1).

Dia menilai, maskapai yang akan menerapkan kebijakan ini sudah melakukan persiapan secara baik. Salah satunya soal antrean check-in untuk bagasi."(Persiapan maskapai?) Sudah baik," ujarnya.

Budi Karya menyebutkan, aturan kargo atau bagasi berbayar yang kini diterapkan sejumlah maskapai penerbangan berbiaya rendah (Low Cost Carrier-LCC) bisa menyelamatkan keuangan perseroan.

Menurut dia, kondisi industri penerbangan tengah menghadapi situasi yang dinilainya sulit. Selain itu, beberapa waktu lalu juga Indonesia National Air Carrier Association (INACA) baru saja memutuskan untuk menurunkan tarif tiket pesawat untuk rute domestik. "Secara industri, memang ada usulan-usulan yang konstruktif sekaligus menjawab mengenai kargo. Pengurangan kargo itu dalam upaya agar tarif LCC bisa dipertahankan," ujarnya.

Namun, aturan ini tidak berlaku bagi penumpang yang sudah membeli tiket sebelum 8 Januari 2018. Nantinya, setiap calon penumpang (kecuali bayi), diperbolehkan membawa satu bagasi kabin (cabin baggage) dengan maksimum berat 7 Kg dan satu barang pribadi (personal item) seperti tas laptop, perlengkapan bayi, bahan membaca, binocular, tas jinjing wanita (hand luggage). Ketentuan maksimum ukuran dimensi bagasi kabin adalah 40x30x20 cm.

Setiap pelanggan yang membawa barang bawaan atau bagasi lebih dari ketentuan bagasi perorangan yaitu 7 kg akan dikenakan biaya kelebihan bagasi sesuai tarif yang berlaku pada hari keberangkatan. Penerbangan Lion Air Group juga memberlakukan bahwa beberapa barang yang diikat atau dibungkus jadi satu tidak akan dianggap sebagai satu buah bagasi kabin.

Sebelumnya, Lion Air tidak lagi memberlakukan bagasi cuma-cuma 20 Kg per penumpang. Sementara, untuk Wings Air, tidak diberlakukan bagasi cuma-cuma 10 Kg per penumpang. Maskapai lainnya, manajemen Citilink mengaku sudah menyerahkan pengajuan proposal mengenai bagasi berbayar kepada Kemenhub beberapa waktu lalu.

Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo pernah mengatakan untuk merealisasikan kebijakan baru itu manajemen akan memberikan sosialisasi kepada masyarakat selama dua minggu, termasuk menyiapkan infrastrukturnya. "Sosialisasi atau edukasi harus dua minggu, itu disampaikan ke penumpang dan regulator untuk memberi masukan kalau ada yang kurang," ujarnya, pekan lalu. .

Untuk infrastrukturnya sendiri, maskapai penerbangan juga harus memastikan kesiapan counter khusus untuk bagasi berbayar. Hal itu dilakukan agar tak terjadi antrean panjang di bandar udara (bandara). "Ini harus bisa ditunjukkan ke pemerintah. Itu semua sedang kami siapkan . Butuh waktu tapi kebijakan harus dijalankan," ujar Juliandra.

Hanya saja, dia tak menyebut pasti berapa tarif yang akan diberlakukan bagi penumpang. Yang pasti, kebijakan baru ini bakal menambah pendapatan sampingan anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini. "Ini bagian dari pendapatan tambahan untuk bertumbuh 10% dari total pendapatan, targetnya nanti setelah penghapusan bagasi gratis ini total pendapatan tambahan menjadi 20% dari total pendapatan," ujarnya.  

Selain dari bagasi berbayar, tambahan pendapatan Citilink Indonesia berasal dari iklan dan penjualan makanan di dalam pesawat. Menurut dia, perusahaan perlu memutar otak untuk mengerek pendapatan agar bisa mencetak keuntungan. "2018 kemarin sangat susah perusahaan penerbangan cetak keuntungan, ini karena harga avtur, lalu dolar Amerika Serikat (AS) yang naik," tutur  Juliandra.

Tidak Ada Kartel

Se;ain itu, Menhub membantah jika terjadi persekongkolan atau kartel antar maskapai untuk menaikkan harga tiket pesawat terbang. Menurut Budi Karya, tidak ada kesepakatan antar satu maskapai dengan maskapai untuk membuat harga tiket menjadi mahal."Kalau menurut saya tidak (kartel)," ujarnya.

Meski demikian, Menhub mempersilakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki hal ini lebih lanjut, jika memang ditemukan indikasi penyimpangan. "Saya pikir silakan KPPU masuk, KPPU berwenang untuk itu. Jadi silakan lihat," ujarnya seperti dikutip Antara.

Dugaan kartel muncul lantaran kenaikan harga tiket pesawat terjadi bersamaan. Harga tiket pesawat kemudian juga turun bersamaan usai diminta pemerintah. Apalagi, saat ini, pangsa pasar maskapai di Tanah Air didominasi oleh dua grup besar, yakni Garuda Indonesia Group (Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Sriwijaya Air) dan Lion Air Group (Lion Air, Batik Air, dan Wings Air). "Kalau menurut saya tidak (tidak ada kartel)," ujarnya.  

Komisioner KPPU Afif Hasbullah sebelumnya mengatakan masih mendalami dugaan kartel harga tiket pesawat tersebut tersebut. "Ini masih indikasi. Kalau nanti menjadi fakta dan data, bisa saja, tidak menutup kemungkinan dilakukan proses penyelidikan," ujarnya seperti dikutip liputan6.com.

Sebelumnya, Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mengungkapkan alasan sebagian maskapai penerbangan yang menjual tiket domestik lebih mahal ketimbang tiket luar negeri. Menurut INACA, hal ini disebabkan harga avtur di dalam negeri dari PT Pertamina (Persero) lebih mahal ketimbang harga avtur yang dijual di luar negeri.

Menurut Ketua Umum INACA Askhara Danadiputra, perusahaan penerbangan harus merogoh kocek lebih dalam berkisar 10-16% apabila membeli avtur milik Pertamina di Indonesia. Sebaliknya, jika maskapai mengisi avtur di luar negeri, harganya jauh lebih murah.

"Pertamina kalau di luar negeri itu memberikan harga lebih murah sekitar dua persen dibandingkan dengan pesaingnya ke maskapai nasional. Jadi, perbedaan harganya dengan di Indonesia bisa sampai 16%,” ujarnya.  

Sejumlah pelaku usaha di sektor penerbangan disebut telah berdiskusi dengan Pertamina terkait hal itu. Namun, BUMN Migas itu mengaku kebijakan itu dilakukan karena bisnis avtur di luar negeri sangat kompetitif. "Pertamina dibandingkan Shell misalnya, jauh lebih kompetitif di internasional kalau sama-sama misalnya diberikan ke maskapai Sriwijaya Air di Singapura," ujarnya.  bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…