Dosen: Perlu Rencana Kongkrit Berantas Korupsi

Dosen: Perlu Rencana Kongkrit Berantas Korupsi

NERACA

Depok - Dosen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Vishnu Juwono menyarankan agar acara debat calon presiden dan wakil presiden menjelaskan rencana kongkrit dalam memberantas korupsi jika mereka terpilih.

"Calon presiden dalam forum debat tersebut harusnya lebih menjelaskan rencana konkrit mereka dalam memberantas korupsi yang sudah mengakar di Indonesia dengan rencana aksinya," kata Vishnu ketika ditemui di Kampus UI Depok, Jumat (18/1). 

Vishnu mencontohkan bagaimana memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Bagaimana mencegah korupsi melalui e-government? dan apa langkah konkrit untuk reformasi penegakkan hukum?."Apabila isi debat pertama ini menjadi referensi, Vishnu khawatir masalah korupsi di Indonesia akan sulit diselesaikan oleh pemerintah baru, baik yang dipimpin Jokowi atau Prabowo di periode 2019-2024," kata putra dari Juwono Sudarsono itu.

Sebab mereka lebih memilih pendekatan parsial seperti menaikkan gaji ASN dan memperbaiki rekrutmen ASN, dibandingkan menyelesaikan akar masalah korupsi di Indonesia seperti masih dominannya patronase ekonomi dalam pengelolaan kekayaan negara dan besarnya pengaruh oligarki dalam kebijakan publik strategis melalui partai politik.

Sebenarnya pada sesi tanya jawab antara dua kandidat terdapat peluang untuk menggali lebih dalam lagi agenda anti korupsi dari masing-masing calon presiden. Namun disayangkan kedua kandidat hanya fokus pada hal-hal yang terlalu spesifik. Kandidat presiden nomor urut 2 Prabowo mempertanyakan potensi konflik kepentingan dari para pejabat tinggi pemerintahan Presiden Jokowi terkait kebijakan impor beras. Sedangkan kandidat presiden nomor urut 1 Jokowi mempertanyakan komitmen anti korupsi Prabowo karena menyutujui calon anggota legislatif dari Partai Gerindra yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi mengutip data Indonesia Corruption Watch.

Kemudian Vishnu menyatakan kedua pasangan calon belum menyediakan terobosan dalam memberikan solusi untuk memberantas akar permasalahan korupsi di Indonesia. Vishnu mengatakan pada babak pertama menanggapi pertanyaan terkait politik biaya tinggi di Indonesia, calon presiden petahana Jokowi lebih menekankan aspek meritrokrasi di dalam Aparatur Sipil Negara, terutama dalam mendapatkan birokrat dan pejabat negara yang kompeten."Di mana titik beratnya adalah merekrut pemimpin dan aparat birokrasi yang lebih transparan serta akuntabel," ucap dia.

Disisi lain, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, lebih spesifik mengangkat gaji pejabat tinggi yang telalu kecil dibandingkan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pada level pemerintah daerah serta pemerintah pusat."Aspek gaji dan rekrutmen sebenarnya relevansinya tidak terlalu besar dengan masalah politik biaya tinggi," ujar penulis buku Melawan Korupsi (2018) ini.

Sebenarnya yang paling penting perlu diangkat adalah apa program kedua kandidat dalam melakukan reformasi partai politik. Misalnya, bagaimana negara dapat memberikan subsidi yang cukup besar pada partai politik yang lolos dalam pemilihan umum untuk menanggung biaya operasional politik mereka.

Selama ini partai politik tidak memiliki dana yang cukup, sehingga memberikan peluang kepada oligarki untuk menanggung biaya operasional politik tersebut."Tidak heran di era reformasi ini jabatan politik strategis baik di eksekutif, yudikatif dan legislatif di dominasi oleh para pemodal melalui partai politik," tutur dia. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…