NILAI TUKAR RUPIAH CENDERUNG STABIL - BI Prediksi Inflasi 2019 di Bawah 3,5%

Jakarta-Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan bahwa inflasi sepanjang tahun ini akan terkendali sesuai dengan proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 3,5%. Bahkan, dia menjamin tidak ada risiko tekanan inflasi secara berlebihan terhadap komoditas pangan ke depan. Sementara itu, nilai tukar rupiah pada tahun ini cenderung bergerak stabil

NERACA

"Kami tidak melihat adanya tanda-tanda risiko inflasi ke depan, kalau kita lihat beberapa faktor tekanan harga itu kan bisa muncul satu apakah pasokan dan distribusi pangan itu tersedia atau tidak? Bahkan perkiraan kami akan bisa di bawah titik tengah sasaran kami di bawah 3,5 persen," ujar Perry saat ditemui di  Jakarta, Jumat (18/1).

Menurut dia, koordinasi pemerintah bersama Bank Indonesia serta dengan tim pengendalian inflasi pusat, maupun daerah juga tengah berjalan baik. Salah satunya adalah menjaga pasokan komoditas pangan hingga akhir tahun mendatang. "Jadi, kami tidak melihat ada risiko risiko tekanan dari inflasi dari harga pangan itu," ujarnya.

Kemudian, faktor lain yang menjadi keyakinan Perry dalam mengendalikan laju inflasi ini adalah kembali menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Dengan begitu, harga komoditas baik di dalam negeri maupun luar negeri akan berada di level terendah.

"Kami tidak melihat, kenapa? karena depresiasi Rupiah nya kan terjaga dan harga komoditas global itu kan turun rendah. Sehingga itu tidak menimbulkan suatu pengaruh inflasi dari harga barang-barang impor, baik harga internasional maupun pelemahan nilai tukar yang biasa disebut imported inflation risikonya itu juga rendah," ujarnya.

Selanjutnya, indikator lain yang membuat dirinya optimistis inflasi terjaga yakni berdasarkan dari survei ekspetasi konsumen dan produsen di pasar keuangan yang relatif terjaga. "Oleh karena itu, kami meyakini ya dengan melihat berbagai faktor ini inflasi ke depan itu akan tetap rendah dan stabil," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Seperti diketahui, Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pada minggu ketiga Januari 2019 terjadi inflasi 0,5% (month to month). Sementara, secara year on year (yoy) tercatat sebesar 3,00%.

"Inflasi berdasarkan survei pemantauan harga yang kami lakukan di berbagai daerah melalui kantor-kantor Bank Indonesia, sampai minggu ketiga kita estimasikan, kita inflasi bulan Januari itu adalah 0,5% (mtm) di Januari. Kalau year on year-nya inflasi 3,00%," kata Perry.

Menurut Perry, angka tersebut menunjukkan bahwa inflasi semakin terjaga rendah dan stabil pada awal tahun. Sehingga inflasi pada akhir tahun 2019 diproyeksikan masih akan berada tengah-tengah di bawah kisaran 3,5%. "Berdasarkan kita liat pemantauan harga pantauan kami bisa kemungkinan bahwa inflasi di tahun 2019 ini bisa di bawah titik tengah 3,5 % plus satu persen," ujarnya.

Perry mengatakan, dengan perkembangan ini maka Bank Indonesia bersama dengan pemerintah akan selalu berkoordinasi untuk mengendalikan inflasi. "Jadi pertama secara keseluruhan mengonfirmasi inflasi tetap rendah terkendali. Kita akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun daerah inflasi kita di tahun ini ada kemungkinan di bawah titik tengah berarti di bawah 3,5 %," jelasnya.

Adapun faktor penyumbang terjadinya inflasi pada minggu ketiga Januari 2019 ini antara lain komoditas pangan seperti daging ayam ras, bawang merah, tomat maupun emas perhiasan. "Sebagian besar komoditas itu rendah dan terkendali harga pasokan bahan pakan tersedia dan juga kita tidak melihat ada sesuatu kenaikan harga," ujarnya.

Kondisi Rupiah

Gubernur BI juga memastikan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap US$ masih dalam kondisi baik. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga pertengahan tahun mendatang."Nilai tukar sekali lagi bergerak stabil dengan mekanisme pasar berjalan sangat baik," ujar Perry.

Menurut dia, penguatan nominal mata uang Garuda ini juga tidak terlepas dari berbagai kebijakan. Salah satunya diperkuat oleh instrumen BI mengenai aturan transaksi pasar Non Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri atau Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

"(Kemudian) tentu saja melihat bagaimana respons kita di Indonesia termasuk responnya dari pemerintah untuk menurunkan CAD, respon dari BI dengan suku bunga dan maupun juga respon dari Otoritas Jasa keuangan (OJK) untuk stabilitas sistem keuangan," sebutnya.

Perry mengatakan, faktor lain yang menyebabkan kondisi Rupiah tetap terjaga baik yakni didorong dari aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Di mana, sepanjang 2018, aliran modal masuk ke Indonesia capai US$ 1,9 miliar. Sementara, sejak awal tahun hingga per 17 Januari 2019 tercatat aliran modal masuk sebesar Rp 14,75 triliun. "Kedua masuknya aliran modal asing sehingga itu menambah supply di valas. Ketiga adalah semakin bekerjanya mekanisme pasar," ujarnya.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak melemah di perdagangan hari ini, Jumat (18/10). Rupiah pagi ini sempat dibuka menguat di level Rp 14.165 dibanding penutupan perdagangan Kamis (17/1) di Rp 14.191 per US$.

Aliran dana asing tersebut masuk melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan juga saham. "Kalau di Januari ini pemantauan angka kami sampai dengan 17 Januari 2019 kemarin secara keseluruhan inflow itu berjumlah kalau year to date 2019 itu total Rp 14,75 triliun ya," kata  Perry.

Dari total aliran modal asing tersebut, yang masuk melalui SBN mencapai Rp 11,48 triliun, sedangkan ke pasar saham mencapai Rp 3,21 triliun. "Jadi aliran asing masuk terdiri dari SBN Rp 11,48 triliun dan saham juga Rp 3,21 triliun," ujarnya.

Perry mengatakan, dengan capaian tersebut membuktikan bahwa tingkat kepercayaan investor global terhadap Indonesia masih cukup bagus. Hal ini tidak terlepas dari berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia, bersama pemerintah maupun Otoritas Jasa Keuangan. "Kedua karena memang prospek ekonomi Indonesia lebih baik, stabilitas yang terjaga termasuk juga defisit transaksi berjalan yang menurun," katanya.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat arus masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia cukup deras selama Desember 2018. Aliran masuk modal asing masuk ke RI pada Desember 2018 sebesar US$ 1,9 miliar. "Dan berlanjut pada Januari 2019," ujarnya.

Akan tetapi, kondisi neraca perdagangan Indonesia Desember 2018 masih mencatat defisit meski aliran masuk modal asing masih berlanjut."Defisit neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 1,1 miliar dipengaruhi penurunan kinerja ekspor, khususnya ekspor non-migas akibat kondisi global yang kurang kondusif," ujarnya.

Kendati demikian, dia menyebutkan saat ini posisi cadangan devisa (cadev) pada akhir Desember 2018 cukup tinggi sebesar US$ 120,7 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah guna memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk pengendalian defisit transaksi berjalan pada 2019 menuju kisaran 2,5% dari PDB," ujarnya. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

DUGAAN KORUPSI DANA KREDIT DI LPEI: - Kejagung Ingatkan 6 Perusahaan Terindikasi Fraud

Jakarta-Setelah mengungkapkan empat perusahaan berpotensi fraud, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengungkapkan ada enam perusahaan lagi yang berpeluang fraud dalam kasus…

Jakarta Jadi Kota Bisnis Dunia Perlu Rencana Jangka Panjang

NERACA Jakarta – Pasca beralihnya ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan membuat status Jakarta berubah menjadi kota bisnis.…

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

DUGAAN KORUPSI DANA KREDIT DI LPEI: - Kejagung Ingatkan 6 Perusahaan Terindikasi Fraud

Jakarta-Setelah mengungkapkan empat perusahaan berpotensi fraud, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengungkapkan ada enam perusahaan lagi yang berpeluang fraud dalam kasus…

Jakarta Jadi Kota Bisnis Dunia Perlu Rencana Jangka Panjang

NERACA Jakarta – Pasca beralihnya ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan membuat status Jakarta berubah menjadi kota bisnis.…

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…