Pengajuan Insentif Fiskal Sektor Industri Disebut Meningkat

NERACA

Jakarta – Kementerian Perindustrian mencatat pengajuan insentif fiskal berupa "tax holiday" sektor industri meningkat pada 2018, di mana terdapat enam industri manufaktur yang mengajukannya.

"Biasanya per sekian tahun belum sampai enam. Sekarang karena sudah lebih jelas aturannya, jadi pengajuannya lebih menggeliat," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara di Jakarta, disalin dari Antara.

Menurut Ngakan, keenam industri yang mengajukan dan disetujui mendapatkan insentif fiskal itu mayoritas berasal dari industri logam.

Ia memaparkan aturan terbaru tax holiday dinilai lebih jelas sehingga banyak investor yang berminat untuk mengajukannya. "Dengan kejelasan hukum ini banyak investor yang apply dan di approve. Ini juga berkaitan dengan sistem layanan terintegrasi secara elektronik (OSS) yang semakin mudah," ungkapnya.

Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan peraturan terbaru mengenai fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (PPh) atau tax holiday, yang merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Peraturan tax holiday ini tercantum dalam PMK 150/PMK.010/2018 yang terbit 26 November 2018 dan merupakan revisi dari PMK 35/PMK.010/2018. Melalui ketentuan ini pemerintah memperluas sektor yang berhak mendapatkan fasilitas tax holiday, menyederhanakan proses pengajuan fasilitas insentif dan memperkenalkan skema pengaturan mini tax holiday.

Sebelumnya, Pemerintah bertekad untuk terus meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional agar lebih produktif dan kompetitif di pasar domestik maupun internasional. Sebab, industri manufaktur menjadi salah satu sektor andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian kondisi global.

“Ketidakpastian global ini berdampak tidak hanya pada Indonesia, tetapi juga negara-negara lain. Contohnya, dengan terjadinya perang dagang Amerika Serikat dan China yang memengaruhi negara-negara mitra bisnisnya. Namun demikian, kinerja industri dan ekonomi nasional masih mencatatkan kinerja positif,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara di Jakarta, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Berdasarkan data dari Trading Economics, pada kuartal III tahun 2018, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berasal dari industri manufaktur sebesar USD39,7 miliar. PDB sektor manufaktur Indonesia ini merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN.

Disusul oleh Thailand pada posisi kedua dengan porsi mencapai USD22,5 miliar, kemudian diikuti Malaysia (USD17,2 miliar), Singapura (USD16 miliar), Vietnam (USD8,2 miliar), Filipina (USD8,2 miliar), Kamboja (USD2,8 miliar), Laos (USD1,1 miliar), dan Brunei Darussalam (USD0,5 miliar).

Kemenperin juga mencatat, sektor industri pengolahan nonmigas periode tahun 2015-2018 mengalami kinerja positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,87 persen dan masih sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB nasional, dengan setoran hingga 17,66 persen pada tahun 2018.

“Pada tahun 2015, sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang sebesar Rp2.098,1 triliun terhadap PDB nasional, meningkat menjadi Rp2.555,8 triliun di tahun 2018 atau setara dengan 21,8 persen,” ungkap Ngakan.

Dengan konsistensi kontribusi yang tertinggi tersebut, pemerintah berkomitmen lebih memacu pengembangan industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0. “Aspirasi besar dari roadmap itu, menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030,” imbuhnya.

Merujuk proyeksi jangka panjang yang dirilis oleh Standard Chartered Plc, Indonesia mampu masuk menjadi negara dengan perekonomian keempat terbesar di dunia tahun 2030, dengan PDB mencapai USD10,1 triliun. Posisi pertama ditempati China (Nominal PDB USD64,2 triliun), disusul India (USD46,3 triliun) dan Amerika Serikat (USD31 triliun).

Indonesia mampu melampaui Turki (USD9,1 triliun), Brasil (USD8,6 triliun), Mesir (USD8,2 triliun), Rusia (USD7,9 triliun), Jepang (USD7,2 triliun), dan Jerman (USD6,9 triliun). Untuk itu, dalam upaya menggenjot industri nasional agar semakin berdaya saing global, Kemenperin menjalankan kebijakan untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).

Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri dan juga diperkuat dengan Kepres Nomor 24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional P3DN.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…