Debat Capres

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Debat pilpres tahap pertama akan dilaksanakan pada 17 Januari dengan tema Hukum, HAM, terorisme dan korupsi. Tema ini menarik dicermati karena persoalan keempat hal tersebut pada dasarnya adalah saling terkait. Betapa tidak, persoalan tentang hukum di republik ini selalu dikonotasikan dengan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Realitas yang ada memang memungkinkan kebenaran konotasi tersebut. Artinya, yang salah bisa jadi benar dan yang benar bisa jadi salah. Paling tidak, ini terlihat dari beberapa kasus yang mencuat di media. Bahkan, seseorang yang menjadi korban pelecehan justru bisa menjadi terdakwa.

Persoalan hukum tidak hanya menjerat persoalan tentang ketidakadilan dalam ranah peradilan, tapi juga bagaimana perilaku para aparatnya yang diantaranya berperilaku nakal dengan mengacu filosofis tajam ke bawah dan tumpul ke atas dengan pertimbangan kompleks, termasuk salah satunya adalah uang. Bahkan, beberapa hakim, jaksa, panitera yang nakal, termasuk kasus Akil Mokhtar menjadi bukti tentang bagaimana wajah hukum dan peradilan di republik ini.

Persoalan tentang HAM juga menjadi isu penting di republik ini dan persoalan tentang HAM seolah menjadi senjata untuk menyandera bagi salah satu kandidat. Paling tidak, hal ini terkait dengan peristiwa reformasi 1998 silam ketika sejumlah aktivis hilang dan lenyap tanpa bekas. Bahkan sampai saat ini kasusnya juga tidak pernah tuntas. Oleh karena itu, isu HAM bisa menjadi sangat sensitif dalam debat pilpres mendatang dan tentu ada salah satu pihak yang diuntungkan, sementara di sisi lain pihak lawan merasa dirugikan. Inikah yang kemudian menjadi alasan utama agar kisi-kisi materi debat bisa diinformasikan kepada kedua kandidat?

Terkait ini beralasan jika Wapres Jusuf Kalla menolak bocoran kisi-kisi materi debat karena akan mengurangi daya nalar kritis kedua kandidat sebab jika materi disampaikan terlebih dahulu maka yang akan berpikir kritis adalah para tim sukses, bukan justru dari kedua kandidat, bukankah yang akan menjadi presiden – wakil presiden adalah kedua kandidat, bukan tim suksesnya?

Persoalan tentang terorisme juga menjadi sangat sensitif di republik ini. Betapa tidak, dalam rentang waktu 10 tahun terakhir isu terorisme menjadi bagian dari iklim sospol yang terjadi di republik ini. Meski sejumlah teroris telah dihukum mati, namun jejaring terorisme masih terus bermunculan. Upaya menekan radikalisme telah dilakukan oleh pemerintah di semua lini, termasuk juga di lingkungan kampus karena ada sinyalemen di sejumlah kampus telah terkena virus radikalisme dan karenannya otoritas kampus perlu bertindak tegas untuk mereduksi bibit-bibit radikalisme. Bahkan, di sejumlah PTN yang disinyalir ada oknum pegawainya berafiliasi dengan paham radikalisme diharap bertindak tegas, begitu juga dengan PT lainnya agar tidak kecolongan dengan ancaman radikalisme yang saat ini berubah dari bentuk jaringan kelompok menjadi individual.

Persoalan lain yang juga akut adalah korupsi. Betapa tidak, sepanjang tahun 2018 lalu terjadi serangkaian penindakan kasus korupsi, termasuk diantaranya terciduk OTT oleh KPK. Oleh karena itu, beralasan jika tahun 2018 dinobatkan sebagai Tahun OTT karena memang OTT menjadi skak mat bagi para koruptor. Ironisnya meski ada OTT tapi tidak ada efek jera. Argumen yang mendasari yaitu jumlah kasus korupsi semakin meningkat, tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah, termasuk juga di level desa. Bahkan, korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu tetapi juga berjamaah meski modusnya tetap sama yaitu memperkaya diri sendiri.

Oleh karena itu, rencana alokasi dana kelurahan yang sejatinya lebih bernuansa politis menjelang pilpres diyakini akan menjadi ladang subur baru bagi obyek korupsi di tahun 2019. Padahal, hasil pilpres diharapkan bisa memacu terbentuknya pemerintahan yang bersih, siapapun pemenangnya baik itu Jokowi atau Prabowo yang kali ini melakukan rematch. Selain itu, fakta yang juga menarik dicermati bahwa politik dinasti berpengaruh positif terhadap dinasti korupsi di republik ini.

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…