Isu Hukum dan HAM Jangan Hanya Jadi Dagangan

Oleh: Dyah Dwi Astuti

Ada kekhawatiran bahwa debat pertama capres-cawapres tentang hukum, HAM, korupsi dan terorisme akan berlangsung normatif karena debat tersebut tidak boleh membahas kasus yang menyerang personal salah satu calon.

Tentu debat tidak akan menarik apabila malah menjadi seperti "kelas pengantar untuk mahasiswa baru, meskipun dalihnya adalah yang terpenting gagasan utama para calon, bukan untuk sekadar "show".

Kalau hanya disuguhi gagasan umum dan garis besar, masyarakat rasanya sudah merasa bosan karena sudah sering melihat dan mendengar di media massa dan media sosial.

Salah satu warga Ibu Kota, Binar, berpendapat, seharusnya debat membahas isu-isu yang benar-benar spesifik, tidak melulu normatif dan umum. Pegawai perusahaan produsen kertas itu mencontohkan soal kasus hukum, yang mestinya membahas secara spesifik dan menyentuh fenomena yang ada di masyarakat, misalnya kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, yang sampai sekarang belum diketahui aktor intelektualnya.

Isu-isu lain yang dinantikan dalam debat adalah soal terorisme karena masyarakat ingin tahu, apakah kedua kubu berani terbuka dalam mengupas dan memberantas terorisme.

Selain itu, debat diharapkan juga membahas secara detail mengenai penanganan OPM dan kelompok radikal tertentu. Harapan lain untuk debat pertama adalah meskipun terdapat perbedaan gagasan, tidak terjadi debat kusir, melainkan debat dengan permainan yang apik, adu otak dan strategi.

Hal yang sama dikatakan Tian (27), salah satu aparatur sipil negara di Ibu Kota, yang ingin agar tidak terjadi saling tuding antarcalon sehingga lupa mengedepankan penjelasan program sendiri. "Tampilkan program ke depan, jangan malah adu mulut, saling adu domba, cari kambing hitam atau apalah itu. Kan kesel kalau "nggak fokus," ujar generasi milenial yang tinggal di Jakarta Selatan itu.

Hal yang paling penting dalam debat itu adalah tidak hanya diucapkan setelah itu selesai, melainkan juga ada komitmen untuk menjalankannya, misalnya dalam pemberantasan korupsi. Terkait akankah debat itu mempengaruhi pilihannya pada salah satu calon, Tian mengaku ragu.

Tujuan debat capres-cawapres untuk paslon tidak lain adalah meraih peluang mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihan dan pemilih mengambang atau "swing voters" yang diperkirakan sebesar 10 persen.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyadari isu hukum dan HAM selalu muncul menjelang pemilihan presiden dan dijadikan komoditas untuk merebut dukungan suara dari korban dan keluarga korban pelanggaran HAM yang hanya menjadi pelengkap dari tahapan debat.

Untuk itu, masuknya agenda hukum dan HAM sebagai topik debat disebut Kontras tidak menjadi ukuran HAM menjadi prioritas dua pasangan calon. "Debat capres tidak menjawab kasus pelanggaran HAM yang menjadi perhatian publik selama ini," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani dalam sebuah acara diskusi.

Untuk menguji keseriusan pemerintah berkuasa menjadikan isu HAM sebagai prioritas tidak cukup hanya dengan pembahasan dan jawaban yang retoris dan normatif dalam debat, melainkan dengan persoalan yang terjadi.

Ekspektasi publik pada debat pun dinilainya tidak terpenuhi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang cenderung akomodatif dan kompromis pada tim kampanye dua pasangan calon dengan memberikan kisi-kisi sebelum debat, tiadanya pembacaan visi misi serta dalam debat tidak diperkenankan menyampaikan persoalan kasuistik.

Alasan KPU agar tidak ada yang dipermalukan dalam debat justru mereduksi esensi tema HAM yang dapat berdampak pada orisinalitas gagasan, pandangan dan kualitas debat karena jawaban telah disiapkan oleh tim masing-masing. "Cenderung bersifat hafalan dalam debat yang dilakukan, padahal ajang debat momen menguji rekam jejak pasangan dalam HAM," kata Yati.

Kontras menyebut substansi dan esensi persoalan HAM jauh dari radar pembahasan dua tim pemenangan dan perdebatan di tataran elite nasional tidak menunjukkan geliat untuk menjadikan pemilu momentum perbaikan penegakan hukum, demokratisasi, terlebih perlindungan HAM.

Dia berpendapat, ada potensi memburuknya kondisi hukum dan HAM lima tahun ke depan siapa pun yang terpilih pada 2019 sehingga Kontras tidak banyak menaruh harapan akan hadir komitmen-komitmen baru dari calon untuk agenda-agenda HAM.

Setali Tiga Uang

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pun mengaku pesimistis debat dengan tema hukum dan HAM akan disertai komitmen dari para calon untuk melakukan perubahan hukum yang lebih baik. "Sebetulnya kami curiga debat ini tidak punya korelasi yang serius dengan apa yang kita lihat dari masa ke masa," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati.

Apabila dokumen visi-misi sebagai salah satu persyaratan untuk menjadi presiden dan wakil presiden saja tidak dijalankan, ujar dia, apalagi perkataan dalam debat.

Lakukan perubahan Debat pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mengangkat tema penegakam hukum dan HAM, pemberantasan korupsi serta terorisme pada 17 Januari 2018 diharapkan berbagai pihak tidak lalu jadi cuap-cuap yang menguap di udara, tetapi juga disertai komitmen dan perubahan.

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat menjadi hal yang mutlak dilakukan presiden dan wakil presiden terpilih nanti karena masih menjadi utang negara yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, padahal berkasnya hingga kini masih diping-pong bolak balik Komnas HAM-Jaksa Agung.

Selain itu persoalan HAM yang cenderung masih dihindari penyelesaiannya berdasar catatan YLBHI, Komnas HAM dan Kontras adalah perlindungan kelompok rentan dan minoritas pemeluk agama dan kepercayaan, implementasi pengadilan HAM, reformasi peradilan militer, kriminalisasi pembela HAM serta kebebasan berkumpul dan dan berpendapat.

Untuk persoalan di bidang hukum itu, Asfinawati mempertanyakan beranikah nantinya para capres mencabut hukum yang meminggirkan kelompok minoritas keagamaan seperti Pasal 165a UU PN/PS Nomor1 Tahun 1965.

Persoalan bisnis dan HAM, seperti hak atas pembangunan pun menjadi tugas yang harus dijalankan, yakni saat melakukan pembangunan tidak mengabdi pada pemilik modal atau keuntungan yang didapatkan negara, tetapi keuntungan yang didapatkan rakyat.

Hal tersebut karena seringkali pendapatan negara tidak berkorelasi dengan pendapatan rakyat, misalnya pendirian pabrik semen yang merebut sawah rakyat, padahal rakyat sudah sejahtera.

Selanjutnya, menurut Asfinawati, diperlukan perubahan hukum acara pidana di Indonesia sehingga tidak memakan korban karena orang yang dijadikan tersangka pasti akan masuk penjara.

Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan akankah debat itu nantinya akan disertai komitmen presiden terpilih terhadap pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, jika suatu ketika terjadi "serangan" kepada KPK, presiden denfan dukungan aparat penegak hukum seharusnya berani mengambil tindakan tegas terhadap pelaku. Ant.

BERITA TERKAIT

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…