Teknologi Padat STEM dan Sistem Pembayaran

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Indonesia menjadi negara yang langka dimana hanya ada tujuh negara sedang berkembang yang mampu meningkatkan pangsa kontribusi nilai tambah domestik manufaktur terhadap ekspor. Indonesia berada pada urutan ketiga dengan dengan peningkatan sebesar 4,3 persen, sementara China dan Filipina masing-masing 11,9 persen dan 7,4 persen. China mampu meningkat cepat karena peran produk STEM (Science, Technology, Engineering dan Math) yang juga meningkat seiring dengan penguatan sistem pembayaran. Sementara Filipina karena dasar ekspornya yang memang masih rendah.

Perkembangan STEM di China didorong oleh perkembangan eksplorasi luar angkasa. Pada 15 Oktober 2003, menggunakan roket Long March 2F dan kendaraan angkasa berawak Shenzhou V, China menjadi negara ke-3 yang menempatkan manusia di angkasa melalui usaha kerasnya. Setelah pertikaian China-Soviet, negara Panda itu mulai mendirikan program pencegahan nuklir dan sistem transportasi angkasanya sendiri. Hasil kebijakan ini adalah peluncuran satelit Dong Fang Hong 1 pada tahun 1970, satelit China yang pertama. Ini menjadikannya sebagai negara kelima yang meluncurkan satelit luar angkasanya sendiri.

Negara ini merencanakan program angkasa berawak di awal 70-an, dengan "Proyek 714" dan kendaraan angkasa berawak Shuguang yang diharapkan. Karena serentetan kemunduran politik dan ekonomi, program penerbangan berawak tak pernah terlaksana baik sampai 2003. Walau bagaimanapun, pada tahun 1992 Projek 921 dibenarkan dan pada 19 November 1999, roket tidak beranak kapal Shenzhou 1 diluncurkan, ujian pertama roket negara ini. Selepas tiga kali percobaan, Shenzhou 5 dilancarkan pada 15 Oktober 2003 dengan roket Kawat Lama yang beranak kapal Yang Liwei digunakan, menjadikan China negara ketiga yang meluncurkan manusia ke luar angkasa setelah Amerika Serikat dan Rusia.

Misi kedua, Shenzhou 6 dilancarkan pada 12 Oktober 2005. Roket Long March 2F dan kendaraan angkasa berawak Shenzhou V membawa Yang Liwei di dalam kendaraan angkasa Shenzhou 5 ke orbit bumi, di mana menyisakan 21 jam, membuat total 14 revolusi. Beberapa ahli menganggap kendaraan udara berawak Shenzhou berdasarkan pada kendaraan luar angkasa Soyuz Rusia. Akan tetapi, para pakar China menunjukkan bahwa ia bukan sedemikan rupa dan pada peringkat awal Projek Apollo rancangan yang serupa dicadangkan NASA. Inilah dasar pengembangan teknologi padat STEM di China.

Hal ini dilakukan seiring dengan pembangunan sistem pembayaran, dimana pemerintah China tidak suka menekankan kesamarataan saat mulai membangun ekonominya, sebaliknya pemerintah menekankan peningkatan pendapatan pribadi dan konsumsi dan memperkenalkan sistem manajemen baru untuk meningkatkan produktivitas. Pemerintah juga memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 zona ekonomi khusus (Special Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk menarik modal asing.

Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Bahkan pada 1999 dengan jumlah populasi 1,25 miliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita, China telah menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Perkembangan ekonomi China diyakini sebagai salah satu yang tercepat di dunia, sekitar 7-8 persen per tahun menurut statistik pemerintah China. Ini menjadikan China sebagai fokus utama dunia pada masa kini dengan hampir semua negara, termasuk negara Barat yang mengritik China, ingin sekali menjalin hubungan perdagangan dengannya. China sejak tanggal 1 Januari 2002 telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Padahal perdaganganlah yang membuat sistem pembayaran di China semakin maju pesat.

Renminbi pernah dipatok pada nilai 8,28 terhadap dolar AS selama 11 tahun hingga 21 Juli 2005. Hal ini menimbulkan kecaman dari Amerika Serikat yang menganggap hal ini dilakukan China untuk menjaga agar barang-barang produksi negara tersebut tetap murah di pasar internasional. Bersamaan dengan diambangkannya kembali mata uang ringgit Malaysia, renminbi akhirnya dinilai ulang (revaluasi) pada 8,11 renminbi per 1 dolar Amerika Serikat (AS) pada 21 Juli 2005. Yuan dalam negeri (on-shore) telah terus melemah dari level 6.2607 terhadap dolar AS pada April tahun ini.

Baru-baru ini, Bank Sentral China memangkas setoran giro wajib minimum (GWM) sebagian besar bank. Para ahli mengatakan itu bisa menjadi indikasi bahwa Beijing semakin khawatir dengan perang dagang yang berkepanjangan dengan AS. Keputusan PBOC akan menyuntikkan likuiditas 750 miliar yuan (US$109,2 miliar) dalam bentuk yang tunai ke dalam sistem perbankan tetapi bank sentral mempertahankan kebijakan moneternya netral atau mempertahankan suku bunga.

Namun demikian semenjak Trump berkuasa upaya intensifikasi teknologi padat modal STEM China yang memiliki target tahun 2025 akan menuai badai yang pada gilirannya mengancam kedaulatan sistem pembayaran China sendiri. Program China 2025 mempersulit negosiasi dengan Amerika Serikat. Karena China menginginkan lebih banyak konten domestik. China ingin membawa banyak dari produksi ke dalam negeri dan menghasilkan untuk pasar domestik mereka secara teori memang bagus namun dalam aplikasinya justru mengancam kedaulatan sistem pembayaran China.

Jika China terbukti melakukan manipulasi alat pembayaran mereka maka perang dagang meluas menjadi perang dalam nilai tukar mata uang dan selanjutnya yang tidak akan terhindarkan adalah perang sesungguhnya adalah perang dalam sistem pembayaran. Upaya China menjadikan sistem pembayan berbasis industri 4.0 tidak akan sepenuhnya berhasil karena diperkirakan China akan tetap berada pada Industri 2.0 atau paling bagus 3.0 pada tahun 2025 mendatang.

Dalam hal pendidikan untuk mendukung program intensifikasi pendidikan berbasis STEM bahkan China kalah terhadap Indonesia. Semenjak pemerintahan Jokowi nilai rata-rata lamanya pendidikan bangsa Indonesia telah menjadi delapan tahun sementara China masih sebesar 7,8 tahun. Mudah-mudahan Indonesia dapat menjadi lebih baik dari China dalam hal teknologi padat STEM dan juga  dalam kedaulatan sistem pembayarannya.

 

 

BERITA TERKAIT

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…