LPSK Ingin Perkuat Hubungan Dengan Aparat Penegak Hukum

LPSK Ingin Perkuat Hubungan Dengan Aparat Penegak Hukum

NERACA

Jakarta - Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku ingin memperkuat hubungan dengan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas mulai 2018 hingga 2023.

"Kami ingin memperkuat keberadaan LPSK di kalangan aparat penegak hukum (APH)," kata komisioner LPSK Edwin Partogi Pasaribu di kompleks Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (7/1).

Ia menegaskan bahwa LPSK titik utamanya adalah kasus pidana. Oleh karena itu, pihaknya harus punya hubungan yang baik dengan kepolisian dan kejaksaan karena mereka menjadi pintu pertama untuk korban, pelapor dalam melakukan pengaduan proses hukumnya.

Pada hari Senin (7/1), Presiden RI Joko Widodo menyaksikan pengucapan sumpah tujuh komisioner LPSK periode 2018 sampai dengan 2023, yaitu Hasto Atmojo Suroyo, Brigjen Pol. (Purnawirawan) Achmadi, Antonius Prijadi Soesilo Wibowo, Edwin Partogi Pasaribu, Livia Istiania D.F. Iskandar, Maneger Nasution, dan Susilaningtias.

Apabila makin banyak penegak hukum mengenal dan memahami tugas dan fungsi LPSK, lanjut Edsin, akan banyak korban, pelapor, saksi, atau 'justice collaboratir' (saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum) yang direkomendasikan oleh penegak hukum kepada LPSK. Selanjutnya, LPSK juga ingin dapat memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, dan pekerjaan bagi para saksi dan korban yang mendapat perlindungan lembaga tersebut.

"Di sisi lain saya juga berharap di pengadilan ada ruang yang lebih akomodatif untuk korban. Saya sering melihat orang menunggu begitu lama dari jadwal pukul 09.00 WIB ternyata jadi pukul 14.00 WIB, tetapi tidak ada ruang khusus bagi para saksi ataupun korban untuk menunggu selama itu," ungkap Edwin yang menjabat untuk periode kedua pada 2018 sampai dengan 2023 ini.

Padahal, di ruang tunggu terbuka seperti di pengadilan juga membuka pintu intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak yang ingin mengubah keterangan saksi. Namun, untuk memenuhi program tersebut, Edwin mengatakan bahwa kelembagaan di LPSK juga masih terbatas, misalnya saat ini sumber daya manusia (SDM) di LPSK masih didukung oleh pegawai negeri sipil (PNS) dan non-PNS dengan komposisi didominiasi oleh non-PNS.

"Sementara posisi mereka yang non-PNS belum jelas secara hukumnya. Ini masih ada mekanisme lain untuk menetapkan mereka sebagai PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) ataupun PNS," ungkap Edwin.

Di sisi lain, program-program tersebut juga masih dibatasi oleh anggaran LPSK. Menurut dia, anggaran ini masih menjadi tantangan bagi LPSK karena masih sangat terbatas, sementara LPSK ini punya salah satu konsentrasi untuk memberikan kompensasi buat korban terorisme berupa ganti rugi atau pemberian bantuan dari negara dalam bentuk uang.

"Baik yang berdasarkan putusan pengadilan atau korban yang akan datang atau korban masa lalu tanpa melalui proses pengadilan. Ini membutuhkan dukungan biaya yang cukup, anggaran yang cukup karena dihiyung sejak bom Bali pertama," jelas Edwin.

Sementara itu, komisioner LPSK lain Maneger Nasution mengatakan bahwa para komisioner akan membenahi kondisi internal LPSK dalam 1 bulan pertama. Semua SOP (standard operating procedure), kata dia, harus disesuaikan dengan peraturan di LPSK, ada banyak peraturan. Pasalnya, selama ini saksi korban hanya berkaitan dengan pidana. Padahal, sebenarnya saksi korban juga ada di kasus perdata, kemudian karena bila ada seorang "whistle blower" terancam diberhentikan oleh atasannya."Jadi, itu 'kan pengadilan tata usaha," kata Maneger.

Maneger juga melihat kebutuhan didirikannya perwakilan LPSK di daerah karena dari tahun ke tahun permohonan perlindungan saksi dan korban di daerah makin meningkat."Bukan hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga di daerah, korban dari ujung ke ujung itu banyak, jadi kami targetkan dalam satu periode ini ada delapan kantor perwakilan," kata Meneger.

Meski punya kewenangan, Meneger mengakui bahwa secara pembahasan anggaran, LPSK masih menginduk ke Sekretariat Negara. Saat ini, kata dia lagi, ada penguatan LPSK dengan adanya eselon 1 sehingga ada sekretaris jenderal.

Ia berharap pada tahun depan sudah ada anggaran sendiri. Sekarang ini, pihaknya mengajukan anggaran payung besarnya ke Setneg."Postur anggaran juga jadi kritik untuk semua karena kebanyakan keperluan kelembagaan, bukan untuk perlindungan saksi dan korban, melainkan diotak-atik memang hanya sekitar Rp60 miliar," ungkap Meneger. Ant

 

BERITA TERKAIT

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…