Perbankan Diminta Tak Reaktif - Rencana Kenaikan Bunga The Fed

 

 

NERACA

 

Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meminta sektor perbankan untuk tidak reaktif dalam mengantisipasi rencanan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang diperkirakan bakal naik sebanyak dua kali di tahun ini. Menurut Wimboh, jika perbankan terlalu reaktif maka akan membingungkan pelaku pasar.

“Meskipun ada kemungkinan suku bunga The Fed naik 2 kali lagi, bank sudah kita bilang ini temporary jangan terjadi volatilitas jangan sampai terlalu merespon. Dari pada merespon jadi balik lagi ini kan akan membingungkan signal bagi masyarakat,” tegasnya, di Jakarta, Rabu (2/1). Apalagi lanjut Wimboh, jika melihat fundamental Indonesia di tahun 2019, lebih baik dibandingkan dengan tahun 2018. Diprediksikan dana asing yang pergi saat gejolak ekonomi global melanda di 2018, dapat kembali lagi membanjiri Indonesia tahun ini.

“Foreign fund akan cari yield yang tinggi. Dalam kondisi yang stabil dan bagus, dia akan balik. Kemarin tuh temporary aja, beberapa bulan terakhir portofolio sudah mulai balik ini bukti bahwa fundamental kita bagus kemaren sentimen negatif karena berbagai gejolak di global nah ini akan terus berangsur-angsur balik,” ucapnya.

Menurut Wimboh, jika investor asing kembali artinya likuiditas akan semakin besar yang juga akan berimbas ke deposito. “Kalau ada segmentasi BI akan keluarkan berbagai instrumen dan kebijakan untuk bisa atur. Instrumen baru gak akan pengaruhi lukuiditas. Karena pemerintah untuk bayar anggaran,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan mengerek suku bunga acuan atau 7 Day RR sebanyak dua kali di 2019. "Suku bunga tadi, kalau Fed melambatkan peningkatan bunganya, room untuk meningkatkan BI juga mungkin 1-2 kali tahun ini," ungkap Tiko, sapaan akrab Kartika.

Menurutnya, dengan kenaikan dua kali tersebut maka dampak ke sektor perbankan tidaklah besar. Likuiditas perbankan makin membaik dalam satu bulan terakhir. "Impact-nya ke perbankan tidak terlalu signifikan karena likuiditas juga mulai membaik, selama 1 bulan terakhir. Jadi dampaknya ke deposito mungkin tidak terlalu parah," papar Tiko.

BI sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat pada 2018 diprakirakan mengalami konsolidasi pada 2019. Prospek konsolidasi pertumbuhan ekonomi AS dan ketidakpastian pasar keuangan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga kebijakan the Fed (FFR) pada 2019, setelah pada 19 Desember 2018, sesuai dengan ekspektasi, dinaikkan 25bps menjadi 2,25-2,5%.

Ekonomi AS

Sebagai informasi, JPMorgan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan melambat menjadi 2,25% di akhir 2019 dari 3,4% yang dicatatkan di kuartal ketiga tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh dampak negatif kenaikan suku bunga dan memudarnya efek pemotongan pajak yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump. Proyeksi awal pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun lalu sudah melambat ke 2,6%.

Dampak negatif kenaikan suku bunga mulai terliat pada perlambatan sektor perumahan di AS setelah peningkatan suku bunga hipotek yang hanya 0,5%, ditambah lagi dengan bunga acuan bank sentral AS yaitu Federal Reserve yang masih di atas inflasi, tulis Michael Cembalest, Kepala Strategi Pasar dan Investasi JPMorgan Asset and Wealth Management, dalam catatan risetnya.

Laju rata-rata pembelian rumah juga menurun. Ini diperburuk dengan fakta bahwa untuk kali pertama dalam 10 tahun, pemilik rumah tidak memiliki pilihan untuk pindah karena suku bunga hipotek yang berlaku saat ini telah berada di atas rata-rata suku bunga yang mereka tanggung. "Perumahan/otomotif berubah dari kontributor positif bagi pertumbuhan menjadi kontributor negatif yang kecil," tulisnya.

The Fed telah empat kali menaikkan suku bunganya tahun lalu dengan peningkatan masing-masing 25 basis poin. Berbagai kalangan, termasuk Presiden Donald Trump, menilai kenaikan tersebut terlalu cepat dan bank sentral telah bersikap terlalu agresif. Trump bahkan secara terbuka mengatakan satu-satunya masalah ekonomi AS saat ini adalah The Fed.

Bank sentral AS itu memperkirakan akan ada dua kali kenaikan suku bunga lagi tahun ini di saat pasar berharap tidak akan ada peningkatan. Selain kenaikan suku bunga, pengenaan berbagai bea masuk dalam perang dagang antara AS dan China disebut JPMorgan dapat memukul perekonomian Negeri Paman Sam.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…