Warga Pulau Pramuka Menuai Berkah Dari Sampah

Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi menyelamatkan kehidupan demi anak cucu dan biota laut dari tumpukan sampah karena laut bukanlah tempat sampah. Kampanye inilah yang coba digugah kepada masyarakat Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu akan kesadaran menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah ke laut. Hal ini sangat beralasan karena sampah masih menjadi masalah utama di Kepulauan Seribu, termasuk Pulau Pramuka. Selain bersumber dari penduduk dan wisatawan, sampah juga dibawa ombak dan lautan. Belum lagi 13 sungai yang mengaliri Jakarta, muaranya di Kepulauan Seribu.

Direktur pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), R Sudirman mengatakan, beragam tantangan yang muncul dalam penyelesaian masalah sampah di Kepulauan Seribu. Di antaranya belum terintegrasinya sampah antara kepulauan dan daratan, di samping kurangnya kesadaran penduduk memilah sampah dan mengelola sampah organik.”Kendala lain, biaya pengangkutan sampah dari Kepulauan Seribu ke wilayah daratan sangat mahal dan sulitnya membendung sampah yang datang melalui sungai menuju laut," tuturnya.

Sebagai destinasi wisata, kata Sudirman, Kepulauan Seribu tentu harus bersih untuk menarik wisatawan. Karena itu ia menyatakan, penyelesaian masalah pengelolaan sampah menjadi mendesak dan prioritas karena Kepulauan Seribu juga salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas pemerintah. Dia memandang perlu dukungan dan kolaborasi dari pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk mengatasinya. Asal tahu saja, tiap harinya tidak kurang dari 40 ton sampah di Kepulauan Seribu diangkut. Dimana 60% sampah merupakan sampah kiriman dan sebagian besar sampah tersebut adalah sampah plastik. Kondisi ini tentu saja mencoreng keindahan laut dan pantai di Kepulauan Seribu sebagai tujuan wisata yang tidak dibarengi pengelolaan sampah yang baik. Pengalaman inilah yang dikeluhkan Santo (38) yang pernah mengunjungi Kepulauan Seribu tahun 1996,”Dulu pantainya bersih dan airnya jernih, saya bisa snorkeling dan berenang,”kenang warga yang tinggal di Cengkareng ini. Namun beberapa bulan lalu dia kembali berlibur ke sana dan kecewa mendapati kondisi yang jauh berubah.”Airnya kotor dan sampah yang menumpuk di sana sini,”ujarnya kesal.

Hal yang sama juga diceritakan Yanti (30), warga Jakarta Timur ini yang mengaku tidak suka berlibur ke Kepulauan Seribu. Alasannya, pantainya kotor dan airnya butek. Banyaknya tumpukan sampah yang didominasi plastik memberikan kesan buruk destinasi wisata beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Namun demikian, sampai saat ini wilayah Kepulauan Seribu masih menjadi salah satu tujuan wisata DKI Jakarta. Bahkan pariwisata di Kepulauan Seribu berkembang pesat beberapa tahun terakhir. Tentu saja, kondisi ini akan menjadi bom waktu jika permasalahan sampah tidak bisa tertangani dengan baik seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan di Kepulauan Seribu. Terlebih beberapa pulau seperti Pulau Pramuka merupakan pulau pemukiman yang padat dengan aktivitas masyarakatnya.

Melihat banyaknya sampai plastik yang sulit terurai di Pulau Pramuka, tentunya berdampak terhadap ekosistem, baik di darat maupun yang di laut, antara lain ekosistem terumbu karang dan mangrove menjadi terganggu bahkan bisa menyebabkan kematian bagi benih mangrove dan terumbu karang. Adanya bahan berbahaya dan beracun dari sampah plastik juga bisa mengakibatkan ikan dan biota laut lainnya mengalami gangguan bahkan kematian. Berangkat dari keprihatinan tersebut dan upaya menyelematkan lingkungan demi anak cucu, menggugah Mahariah, seorang guru sekolah dasar berusia 49 tahun kelahiran Pulau Panggang, Kepulauan Seribu terpanggil untuk mengajak masyarakat sadar akan lingkungan dengan tidak membuang sampah ke laut.

Sejak 15 tahun lalu, Mahariah bersama tim kecilnya mengembangkan program ekowisata, yaitu program pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengedepankan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta pendidikan. Dirinya bercerita, perkenalannya dengan dunia penyelamatan lingkungan terjadi tidak sengaja. Kala itu, dirinya sebagai guru sekaligus pengurus pramuka di madrasah Ibtidaiyah Negeri 17 Pulau Panggang menerima undangan untuk mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Model Desa Konservasi dari Taman Nasional Kepulauan Seribu. Ketika itu, rasa penasaran dan keingintahuannya yang besar membawanya ikut serta.

Proyek pertama dicetuskan tahun 2007, berupa kegiatan penanaman bakau (mangrove). “Awalnya, kami sekadar ikut-ikutan tugas dari Taman Nasional,” kata Mahariah mengenang. Tenyata, hasilnya masih berantakan. Lebih banyak tanaman yang mati daripada yang berhasil. Hal itu tidak membuatnya menyerah. “Justru kami penasaran dan terus menganalisis letak kekurangannya,” lanjutnya. Setahun kemudian, 2008, sukses menanam mangrove setelah memperhatikan umur bibit, situasi lautan, musim banjir di daratan, dan sebagainya.

Berdasarkan evaluasi kegagalan, ternyata sampah menjadi faktor penghambat penanaman mangrove dan begitu juga halnya konservasi terumbu karang serta konservasi satwa langka. Banyaknya sampah yang menumpuk di pinggir pantai membuat tanaman mangrove tidak berkembang. Oleh karena itu, Mahariah berinisiatif membuat gerakan masif untuk membersihkan sampah lewat komunitas Laut Bukan Tempat Sampah (LBTS) yang melibatkan anak-anak sekolah. Semangatnya mengajak masyarakat untuk membersihkan Pulau Pramuka dari sampah, bukan tanpa hambatan. Pasalnya, dalam prakteknya tidak jarang dirinya dicela dan dicemooh warga dengan tudingan sebagai pahlawan kesiangan. Kesulitan dan kendalaa lainnya, adalah menanam pola pikir masyarakat dengan mayoritas Pulau Pramuka bermata pencaharian sebagai nelayan. “Siasati pola pikir masyarakat, kita pakai pola edukatif dan persuasif hingga ada tata cata perubahan baik dari segi berfikir serta mengajak untuk berperan aktif menjaga ekosistem di pulau tersebut,”ceritanya.

Disampaikannya, perubahan iklim hingga kerusakan lingkungan adalah sumber bencana yang akan didapatkan oleh masyarakat pulau tersebut, seperti halnya yang terjadi di Pulau Panggang, seumur hidup akan terus menggunakan air asin sebagai air pokok serta air hujan yang ditampung dalam bak-bak masing-masing warga. Tidak mengenal kata terlambat untuk berbuat baik, Mahariah terus aktif mengedukasi masyarakat menjaga lingkungan dengan mendorong kesadaran membuang sampah dan mengelola sampah.

Demi mewujudkan seluruh impiannya, Mahariah juga mendirikan Rumah Hijau, komunitas yang siap menanam mangrove secara rutin. Anggota komunitas juga dibimbing cara-cara konservasi mangrove, mulai dari menanam sampai pascapanen. Dalam perkembangannya, Rumah Hijau menjadi rumah untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan, termasuk memilah sampah, mengolah sampah, hingga memanfaatkannya sebagai kompos. Biasanya, setiap Jumat sore anggota komunitas berkumpul di Rumah Hijau untuk saling belajar atau merencanakan kegiatan. Misalnya, kegiatan Gerakan Seribu Biopori. Setiap rumah wajib punya lubang resapan biopori. Anggota komunitas dengan sendirinya ramai-ramai saling membantu dan membangun fasilitas publik terkait gerakan itu. “Itulah bagian dari cara kami mengedukasi masyarakat,” kata Mahariah.

Memiliki Nilai Ekonomi

Memanfaatkan sampah menjadi barang yang memberikan nilai ekonomi, dilakukan Mariah bersama tim kecilnya. Dengan menggandeng kerjasama mitra organisasi, dirinya berhasil membuka jalan daur ulang sampah menjadi nilai ekonomi untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir. Tengok saja, berkat bank sampah masyarakat kini sudah bisa mendaur ulang sampahnya sendiri. “Selain sampah dapur mulai diarahkan menjadi biogas, sampah organic dibuat menjadi pupuk, sampah plastik di daur ulang menjadi produk yang berguna bagi kehidupan. Contohnya seperti plastic-plastik bekas bungkus deterjen, snack dll , bisa dibuat lagi menjadi tas cantik aneka rupa. Sementara sampah plastic lain menjadi Eco Brick,”ungkap Mahariah.

Eco Brick adalah semacam batako yang terbuat dari plastik. Intinya adalah botol plastik bekas yang diisi ulang dengan limbah plastic. Mulai dari yang lunak sampai yang keras. Digunting kecil-kecil supaya bisa masuk banyak ke dalam botol. Berat minimalnya 250 gram. Banyak sekali manfaat dari eco brick ini, dimana bisa dibuat sebagai bahan bangunan atau furniture dan sampah styrofoam yang bandel diubah menjadi karya seni. Menurut salah satu ibu rumah tangga, satu eco brick dengan berat diatas 600 gram bisa dihargai Rp 3000. “Suami saya di waktu senggang membuat eco brick, yang bisa digunakan sebagai bahan tambat kapal berlabuh di tengah laut tanpa merusak karang, juga bisa dijadikan sebagai bahan bangunan,” jelasnya

Selain itu, manfaat sampah atau limbah rumah tangga seperti sayuran, digunakan sebagai energy biogas yang ramah lingkungan. Kemudian Maharian juga mengajak dan mengedukasi masyarakat Pulau Pramuka untuk mengembangkan sayuran hidroponik di halaman rumahnya, sebagai bagian dari pilar lingkungan dan kesehatan. Dari sini masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sayuran sehat sehari-hari dari halaman sendiri sebagai pemenuhan gizi yang lengkap. “Kami juga dibantu membangun alat tadah air hujan. Memang sekarang sudah ada air PAM, alat ini membantu kami saat kekeringan,” ujar salah satu warga.

Hadirnya tanaman sayuran hidroponik, juga memutus ketergantungan warga Pulau Pramuka akan pasokan sayuran dari Muara Angke, Jakarta yang tentunya biayanya lebih besar. Maka dengan hidroponik bisa jadi solusi yang baik untuk mendapatkan sayuran secara kontiniu. Menurut Mahariah, keseriusannya melakukan konservasi lingkungan dari limbah sampah akan memiliki dampak luas pada kehidupan masyarakat, seperti kesehatan masyarakat. Pasalnya, hanya dengan berperilaku seimbang, alam pun akan turut sehat. Begitu pula apabila tingkat kesehatan membaik, kualitas pendidikan juga ikut meningkat. ”Saya ini guru formal PNS yang mempunyai lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jadi, saya tahu korelasi antara lingkungan, kesehatan, dan pendidikan,” ungkap Mahariah percaya diri. Jika ketiga bidang itu berkembang baik, dia yakin, bidang pariwisata yang menjadi andalan masyarakat Pulau Pramuka juga akan berkembang baik. “Ini adalah sebuah ekosistem yang saling memengaruhi,” katanya tandas.

Melihat kegigihan dan keikhlasan Mahariah menjaga kelestarian lingkungan Pulau Pramuka dari limbah sampah, mendorong PT Astra International ikut berkontribusi melalui program Kampung Berseri Astra (KBA). Hal inipun disambut baik dirinya sebagai motor penggerak pembangunan lingkungan Pulau Pramuka. Disampaikannya, Astra membantu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal itu, menurutnya, yang membedakan dukungan Astra dibandingkan korporasi lain. “Kami diundang ke Astra untuk dilatih bagaimana cara mengelola lingkungan dsbnya,” ujarnya. Dari pengalamannya, sejak dilakukan assessment tahun 2012 dan sampai sekarang, Astra terus mendampinginya. “Konsistensi ini menarik karena menunjukkan kontinuitas, komitmen keberlanjutan, dan fokus Astra pada pengembangan SDM lokal,” kata Mahariah.

Dirinyapun menyampaikan bangga karena hampir semua kadernya telah dilatih oleh Astra. Mahariah berharap, kerjasama Pulau Pramuka dengan Kampung Berseri Astra ini bisa menjadi model dan melahirkan pola-pola pengelolaan yang bisa dicontoh oleh pulau-pulau lain di Tanah Air. Masih ada ribuan pulau di Indonesia yang membutuhkan dukungan dan uluran tangan dari para relawan agar mereka bisa berkembang seperti Pulau Pramuka.

Kata Chief of Corporate Communications, Social Responsibility and Security PT Astra International Tbk, Pongki Pamungkas, kampung berseri Astra merupakan program menyeluruh yang mengacu pada empat pilar corporate social responsibility (CSR) Astra, yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan. Tepatnya pada April 2015, Astra mulai menggarap sekaligus empat pilar CSR tersebut di Pulau Pramuka. Di bidang lingkungan, Astra memberikan bantuan Penampungan Air Hujan. Astra mendukung program Rumah Hijau & Kampung Iklim dengan pembuatan 19 hidroponik, 120 lubang resapan biopori, satu komposter, dan satu biodigester. Selain itu, Astra pun membantu penanaman 10.000 mangrove & 3.000 terumbu karang. Dan tak kalah penting, Astra membantu pembentukan kelompok usaha, pelatihan dan pemasaran digital untuk produk gelang dan sabun ramah lingkungan.

Di bidang kesehatan, Astra beberapa kali memberikan pelatihan untuk kader-kader posyandu sehingga mempunyai kemampuan mendeteksi rumah yang sehat/tidak sehat serta cara pemecahannya. Di bidang pendidikan, Astra melakukan pembinaan sekolah Adiwiyata di SMA 69, Pulau Pramuka. Adapun di bidang wirausaha, Astra siap memberikan pendampingan dalam produk-produk olahan, untuk dilatih terkait branding masing-masing.

Tahun 2016, Astra kembali meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanjung Elang Berseri di Pulau Pramuka. RPTRA seluas 1.300 m2 ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas umum di luar ruangan, seperti lapangan futsal & voli pantai, Taman Interaktif, Taman Gizi, Arena Bermain Anak dan Kolam Gizi. Adapun fasilitas di dalam ruangan terdiri dari Ruang Serba Guna, Ruang Pengelola, Ruang Laktasi & KB, serta PKK Mart & Perpustakaan yang dibangun di atas permukaan air laut. “RPTRA Tanjung Elang Berseri merupakan satu-satunya RPTRA Astra yang dibangun di wilayah kepulauan,” kata M. Riza Deliansyah, Head of Environment and Social Responsibility Division PT Astra International Tbk.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Summarecon Crown Gading - Primadona Properti di Utara Timur Jakarta

Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…

Pertumbuhan Logistik Tembus 8% - CKB Logistics Optimalkan Bisnis Lewat Kargo Udara

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Summarecon Crown Gading - Primadona Properti di Utara Timur Jakarta

Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…

Pertumbuhan Logistik Tembus 8% - CKB Logistics Optimalkan Bisnis Lewat Kargo Udara

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…