MENKEU AKUI PERTUMBUHAN EKONOMI TIDAK MERATA - Presiden: Pertumbuhan 2018 Capai 5,17%

Jakarta-Presiden Jokowi yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun nanti bisa mencapai 5,17% secara tahunan (year on year), yang membaik dari capaian tahun lalu. Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui  pertumbuhan di negeri ini tidak merata di seluruh wilayah.

NERACA

Keyakinan Presiden tersebut diperoleh setelah mendapat penjelasan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution. "Tadi Pak Menko Perekonomian membisiki saya, kurang lebih 5,17%. Ini belum dihitung," ujar Jokowi di Bursa Efek Indonesia, Jumat (28/12).

Presiden tidak menyebutkan komponen apa saja yang akan menjadi penopang ekonomi dalam negeri sehingga bisa tumbuh 5,17%. Dia berharap pertumbuhan salah satunya akan ditopang daya beli masyarakat, seiring pengendalian inflasi yang baik dari pemerintah, masih baik dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi November secara bulanan tercatat 0,27% dan mengakibatkan inflasi tahun kalender 2018 sebesar 2,5%. Hingga akhir tahun, Jokowi yakin inflasi bisa lebih rendah dibanding tahun lalu, yakni 3,61%. "Yang penting bukan hanya pertumbuhan ekonomi namun juga inflasi. Inflasi dipastikan lebih rendah dibanding tahun lalu, hanya angkanya di tiga koma sekian, tidak tahu berapa, tapi di bawah tahun lalu," ujarnya.

Adapun tahun depan, rencananya pertumbuhan ekonomi ditarget sebesar 5,3%. Agar menciptakan pertumbuhan yang sinambung, maka pemerintah akan menerbitkan serangkaian kebijakan agar ekonomi bisa terdorong.

Adapun salah satu kebijakan berkaitan dengan investasi, pemerintah terus memperbaiki iklim investasi dengan mempermudah  dan menyederhanakan proses perizinan. Selain itu, pemerintah juga sudah menebar banyak insentif fiskal untuk investor.

Presiden berharap, kebijakan tersebut bisa mendorong investasi masuk, khususnya yang berorientasi ekspor dan memproduksi substitusi impor. Data BPS menunjukkan, neraca perdagangan mengalami defisit US$7,51 miliar antara Januari hingga November tahun ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan hingga US$12,08 miliar.

"Kami akan lihat lagi kebijakan yang telah kami lakukan, tentu ada koreksi, evaluasi, dan tambahan-tambahan kebijakan yang kami harapkan bisa mempercepat. Terutama untuk investasi yang berorientasi ekspor atau investasi yang mengganti substitusi impor," ujarnya.

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak merata di seluruh wilayah. Pada kuartal III-2018 tercatat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17%. “Pertumbuhan ekonomi secara nasional tercatat 5,17%, tetapi dilihat dari profil pertumbuhan, sebenarnya tidak cukup merata," ujarnya seperti dikutip Antara, belum lama ini.  

Menurut dia, sebenarnya ada wilayah yang pertumbuhannya cukup tinggi mencapai 6%, seperti Sulawesi. Namun, kontribusinya tak terlalu besar terhadap perekonomian nasional.  Kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi masih berasal dari Pulau Jawa yang mencapai 5,7%. Berdasarkan data BPS pada kuartal III 2018, pertumbuhan ekonomi Sulawesi mencapai 6,77%, Maluku dan Papua sebesar 6,87%, dan Jawa sebesar 5,74%. Sementara Sumatera sebesar 4,72% dan Kalimantan sebesar 3,45%. Bali dan Nusa Tenggara bahkan terkontraksi 0,65%.  

Untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menurut Menkeu, terdapat sejumlah kondisi yang harus dijaga, seperti sektor riil, kebijakan moneter, APBN, serta neraca pembayaran.

Potensi Risiko

Pada bagian lain, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan berada di kisaran 5,2% atau sama dengan proyeksi di tahun ini. Laporan terbaru Bank Dunia mengungkapkan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia pada tahun ini dan tahun depan akan berada sedikit di atas tahun lalu yang mencapai 5,07%.  "Permintaan domestik yang lebih kuat, akibat peningkatan belanja sosial dan pasar tenaga kerja yang kuat, diperkirakan akan lebih besar dari pada hambatan sektor eksternal," menurut Bank Dunia dalam laporan tersebut.

Tahun depan, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan konsumsi akan naik dari tahun ini yang diproyeksi sebesar 5,1% menjadi 5,2%, konsumsi pemerintah naik dari 5% menjadi 5,3%. Sedangkan proyeksi pertumbuhan ekspor diperkirakan turun dari masing-masing sebesar 7,3% dan 13,8% pada tahun ini menjadi 7,2% dan 10,7% pada tahun depan.

Bank Dunia mengingatkan, risiko turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap besar di tahun ini dan tahun depan. Ketegangan perdagangan global antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih berpotensi meningkat dan menyeret ekspor Indonesia. "Kembalinya ketegangan akan membawa risiko besar bagi Indonesia dengan adanya sektor eksternal yang lebih lemah dan harga komoditas yang rendah," menurut laporan tersebut.

Tidak hanya itu. Siklus pengetatan Federal Reserve AS juga meningkatkan risiko arus keluar modal dan gejolak keuangan di antara negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Untuk itu, Bank Dunia menekankan peningkatan ekspor dan investasi asing langsung untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bank Dunia pun merekomendasikan Indonesia untuk menurunkan hambatan impor, memfinalisasi perjanjian perdagangan bebas, dan mengurangi hambatan-hambatan bagi investor asing.

Sementara itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan berada di level 5,2-5,4%. Proyeksi itu tak jauh berbeda dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,3%.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho, pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan umum (Pemilu) tahun depan akan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Berkaca dari pengalaman Pilpres pada 2009 dan 2014 lalu, belanja pemerintah selalu meningkat saat pesta demokrasi berlangsung. "Artinya, sebenarnya, dari sisi belanja pemerintah, Pilpres dan Pemilu memiliki efek yang positif. Itu yang menggerakkan produksi," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.  

Target pertumbuhan ekonomi itu dapat direalisasikan, dengan catatan seluruh pemangku kepentingan mendukung dan para politisi bisa menjaga tensi politik agar tidak memanas selama Pilpres dan Pemilu berlangsung. Sehingga, investor tidak berlarut-larut bersikap wait and see.

Dari sisi eksternal, Agus meyakini tren ekonomi global menuju perbaikan. Sebab, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China diyakini mereda. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi global. Yang menjadi tantangan, sebetulnya, meningkatkan konsumsi rumah tangga. Pasalnya, konsumsi rumah tangga berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, yakni sekitar 50%.  

Agus menyatakan pemerintah dapat mendorong konsumsi domestik lewat pertumbuhan konsumsi kelas menengah. Selain itu, pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah untuk memperbesar nilai investasi yang menjadi komponen penyumbang terbesar kedua dalam pertumbuhan ekonomi.

Terakhir, pemerintah harus mampu meningkatkan ekspor berbasis industri manufaktur. Alasannya, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan akibat tingginya impor minyak dan gas (migas).

Sebelumnya BPS mencatat neraca perdagangan defisit US$2,05 miliar. Secara tahun berjalan, defisit perdagangan mencapai US$7,52 miliar pada Januari-November 2018.

Dari sisi inflasi, LIPI memperkirakan tingkat inflasi tahun depan akan berada di kisaran 3,5-3,9%. Prediksi itu lebih tinggi dari target inflasi yang dipatok pemerintah dalam APBN 2019 sebesar 3,5%. "Tantanganya adalah administered price (harga yang diatur pemerintah) dengan cara menjaga stabilitas harga Bahan Bakar Minyak (BBM)," ujar Agus.

BPS mencatat inflasi November 2018 sebesar 0,27% secara bulanan. Inflasi ini menurun tipis dari bulan sebelumnya sebesar 0,28%. Sementara secara tahun berjalan inflasi sebesar 2,5% dan secara tahunan mencapai 3,23%. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…