Pertamina Olah Kelapa Sawit Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan

 

 

NERACA

 

Jakarta - PT Pertamina (Persero) sejak awal Desember 2018 berhasil mengolah minyak mentah kelapa sawit menjadi "green fuel" atau bahan bakar ramah lingkungan. Direktur Pengolahan Pertamina Budi Santoso Syarif di Jakarta, Kamis menjelaskan, pengolahan CPO dilakukan di Residual Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU) Kilang Pertamina Plaju, berkapasitas 20 MBSD.

Sejak awal Desember 2018, Refinery Unit (RU) III Plaju telah mampu mengolah 'crude palm oil" (CPO) menjadi "green gasoline" (bahan bakar ramah lingkungan) dan "green LPG" dengan teknologi "co-processing". Teknologi itu menggabungkan sumber bahan bakar alami dengan sumber bahan bakar fosil untuk diproses di dalam kilang sehingga menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan. CPO yang digunakan adalah jenis yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (refined bleached deodorized palm oil).

RBDPO kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan. "Pencampuran langsung CPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan bahan bakar bensin dengan kualitas lebih tinggi karena nilai oktan mengalami peningkatan," tambah Budi.

Hasil implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 90 sebanyak 405 MB/bulan atau setara 64.500 kiloliter/bulan, dan produksi "green LPG" sebanyak 11.000 ton per bulan. "Upaya ini sangat mendukung pemerintah dalam mengurangi penggunaan devisa. Pertamina akan bisa menghemat impor "crude" sebesar 7.36 ribu barel per hari atau dalam setahun menghemat hingga USD 160 juta," katanya.

Budi mengatakan pengolahan CPO secara "co-processing" di kilang telah memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dan negara. Inovasi anak bangsa ini telah diuji coba dan memberikan hasil yang membanggakan baik dari kualitas produk, hasil yang ramah lingkungan serta berpotensi mengurangi impor minyak mentah. "Tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN sangat tinggi, karena CPO yang diambil bersumber dari dalam negeri, transaksi yang dilakukan dengan rupiah sehingga mengurangi defisit anggaran negara, serta hasil bahan bakar ramah lingkungan," jelas Budi.

Langkah ini akan diikuti di kilang lainnya yakni di RU Cilacap, Balongan dan Dumai serta akan diperluas untuk jenis bahan bakar lainnya, baik "green diesel" (solar) maupun "green avtur". Pertamina bahkan sudah melakukan riset untuk menciptakan katalis buatan dalam negeri yang dapat digunakan untuk proses tersebut.

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…