Kehilangan Momentum Kurangi Subsidi BBM

 

Oleh: Dr. Fithra Faisal Hastiadi MSE., MA

Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UI

 

Defisit transaksi berjalan paling besar berasal dari trade balance, bukan dari cicilan utang karena cicilan utang itu ada di capital account. Dalam current account deficit ada trade balance yang menjadi komponen paling signifikan.  Di trade balance ada neraca barang dan neraca jasa. Dalam konteks itu,  neraca jasa kita memang negatif, neraca migas juga negatif, ekspor kita juga turun.

Semua ini menunjukkan bahwa kita mempunyai masalah dalam hal produktivitas dan daya saing. Demikian juga kalau kita bicara jasa, kita bicara mengenai daya saing. Secara kapasitas Indonesia masih sangat bergantung kepada jasa dari luar negeri, professional dari luar negeri.

Ekspor kita juga cenderung terus turun terkait dengan penurunan kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto yang saat ini sudah mencapai 19%. Sejak 2001 kontribusi sektor industri terus turun, tidak pernah naik. Ini masalah yang sangat fundamental sehingga untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan bukan pekerjaan mudah, bukan pekerjaan sebentar, perlu waktu.

Yang membuat industri di Tanah Air kesannya tidak mau bangkit lagi salah satunya karena masalah infrastruktur. Sebenarnya pemerintah sudah gencar dan fokus membangun infrastruktur sejak 2014. Hanya saja perlu dievaluasi dampaknya terhadap industri karena selama pembangunan infrastruktur yang gencar belum mampu mengungkit kinerja sektor industri yang pada akhirnya bisa membangkitkan ekspor. Pembangunan infrastruktur perlu dilihat lagi, mana yang memang benar-benar dibutuhkan oleh industri.

Masalah lain adalah keterbatasan tenaga kerja. Jumlahnya memang melimpah tetapi keterampilannya terbatas sehingga tidak compatible dengan kebutuhan industri. Ini juga yang menyebabkan deindustrialisasi dan rendahnya produktivitas. Faktor-faktor ini perlu dibenahi. Perlu waktu karena ini bukan pekerjaan 1-2 tahun, tapi satu periode.

Apa yang bisa dilakukan dalam jangka pendek untuk mengatasi defisit transaksi berjalan jelas tidak pada sektor jasa atau industri, tetapi di neraca migas.  Defisit neraca migas ini bisa dikurangi dengan memotong subsidi BBM. Ini solusi praktis jangka pendek.

Dalam dimensi jangka pendek pemotongan subsidi BBM ini harus segera dilakukan, karena kalau mengharapkan sektor industri bangkit dalam waktu 1 tahun tampaknya sulit. Meski tidak mudah dilakukan pada tahun politik, tetapi pilihannya adalah mau memperbaiki ekonomi atau meng-entertain  konstituen.  

Momentum memotong subsidi sebenarnya sudah didapat pada beberapa bulan lalu tetapi kemudian dianulir. Jika pada saat itu dipotong subsidinya dan akan ada penyesuaian harga BBM, tetapi tekanan defisit pada awal 2019 akan berkurang dan rupiah akan stabil, tidak seperti sekarang dimana rupiah naik turun. Jika rupiah stabil sebenarnya incumbent bisa mengklaim sebagai prestasinya.

Kalau defisit ini tidak segera diatasi maka imbasnya akan kemana-mana. Dampaknya pada pertumbuhan ekonomi tahun depan akan di bawah 5%, sekitar 4,8%. Tetapi jika ada upaya sungguh-sungguh memperbaiki defisit maka pertumbuhan bisa mencapai 5,12%.

Defisit transaksi berjalan ini juga berimbas ke rupiah. Jika pemerintah mampu menekan defisit transaksi berjalan maka rupiah akan menguat dan bergerak di kisaran Rp14.300-Rp14.400 per US$. Tetapi jika tidak bisa diatasi maka rupiah akan melemah ke level Rp15.400 per US$.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…