Dinasti dan Korupsi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Pertanyaan menggelitik yang muncul di benak publik adalah apakah KPK akan sukses melakukan OTT lagi sampai akhir tahun 2018 ini? Bahkan ada taruhan tentang berapa banyak lagi KPK akan menangkap koruptor di akhir tahun 2018 ini. Hal ini bukan tanpa alasan karena kemarin KPK sukses melakukan OTT kepada Bupati Cianjur. Hebatnya lagi, sukses OTT KPK tersebut justru disambut meriah oleh rakyat di Cianjur. Paling tidak hal ini terbukti dari aksi massa setelah jumatan kemarin di alun-alun dan pendopo Cianjur. Seolah menumpahkan rasa ‘kemenangan’ ternyata aksi ribuan massa tersebut justru mengingatkan kita atas peristiwa tumbangnya orde baru di masa reformasi.

Korupsi dana pendidikan tentu menjadi ironis ditengah komitmen pemerintah memacu kualitas SDM demi percepatan pembangunan nasional. Padahal, salah satu komitmen demi kualitas SDM dan peningkatan daya saing adalah dengan memberikan fasilitas di dunia pendidikan, mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan pada jenjang pendidikan tinggi. Bahkan, pemerintah juga berkomitmen melakukan pemerataan pendidikan lewat sebaran fasilitas pendidikan. Ironisnya, justru ada kepentingan pribadi dibalik niatan itu demi peningkatan kualitas SDM. Terkait kasus ini, KPK menduga IRM dan sejumlah pihak meminta, menerima, dan memotong pembayaran terkait Dana Alokasi Khusus Pendidikan Kabupaten Cianjur pada 2018 sebesar 14,5 persen dari total Rp 46,8 miliar. Dari jumlah itu, alokasi untuk IRM sebesar 7 persen.

Seolah tanpa efek jera ternyata nafsu korupsi para pejabat publik di republik ini semakin rakus. Oleh karenanya, niat pemerintah untuk menaikan gaji – tunjangan Kepala Daerah nampaknya tidaklah penting karena memang esensinya bukan nominal besaran gaji dan tunjangan tapi memang nafsu serakah untuk secepatnya memperkaya diri. Jika demikian apakah ada benarnya itu semua terkait dengan ongkos politik dibalik demokrasi terlalu mahal? Argumen ini bukan tidak beralasan karena Sandiaga Uno belum lama ini sukses menjual sahamnya yang mencapai miliaran untuk pendanaan kampanye pilpres 2019. Hal seolah menguatkan argumen tentang mahalnya ongkos demokrasi dan tentu imbas dari itu semua yaitu tuntutan untuk secepatnya bisa balik modal dan satu-satunnya yang bisa cepat balik modal adalah dengan korupsi, bukan dengan menunggu gaji bulanan.

Jika memang sudah mengetahui tentang siklus korupsi tersebut yang justru menjadikan pertanyaan mengapa banyak orang bernafsu ingin menjadi kepala daerah? Mengapa juga banyak yang bernafsu menjadi wakil rakyat? Toh perlakuan keduanya sama yaitu sama-sama membutuhkan modal yang sangat besar untuk duduk sebagai wakil rakyat dan juga sebagai kepala daerah sementara di sisi lain tidak ada jaminan bisa balik modal dengan hanya mengandalkan gaji – tunjangan, sementara ancaman nafsu korupsi pasti sangatlah tinggi. Belum lagi ancaman gratifikasi dan suap perijinan termasuk juga jual beli jabatan yang itu semua adalah candu bagi pejabat publik.

KPK membuat MoU dengan 4 Kementerian untuk mereduksi korupsi yaitu Kemendagri, Kemenag, Kemenristekdikti, dan Kemendikbud melalui pengembangan kurikulum bagi dunia pendidikan terkait anti korupsi. Artinya, pendidikan anti korupsi akan menjadi kurikulum 2019 di semua jenjang pendidikan mulai dasar sampai tinggi dan akan mulai berlaku efektif pada Juni 2019. Urgensi pendidikan anti korupsi sejatinya tidak terlepas dari realitas kasus korupsi yang cenderung meningkat dan tidak adanya efek jera dibalik maraknya kasus korupsi, termasuk juga ancaman nyata dari dinasti korupsi yang ada.

 

 

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…