BUMN Jadi Alat Politik?

Sudah menjadi rahasia umum BUMN kerap jadi pembicaraan banyak pihak terkait sumber dana menjelang Pemilu dan Pilpres. Namun yang harus diwaspadai adalah keterlibatan pihak swasta dalam pemenangan caleg dan capres. Sebab parpol dan capres membutuhkan dana kampanye. Salah satu sumber dana menjadi incaran berasal dari BUMN dan perbankan.

Meski demikian, masyarakat wajib tahu bahwa saat ini terdapat 4 BUMN yang mengalami kerugian, yaitu PT Garuda Indonesia (GIA), PT Krakatau Steel, PT Danareksa, dan Indo Farma. Total kerugian semuanya sekitar Rp3,1 triliun.

Tidak hanya itu, terdapat 115 BUMN dengan aset sebesar Rp7,141 triliun, pendapatan usaha sebesar Rp 2,027 triliun, beban usaha sebesar Rp1,723 triliun, dan Laba usaha sebesar Rp189,5 triliun, kewajiban BUMN termasuk utang Rp4,823 triliun.

Contoh aset PLN saja mencapai Rp 1,334 triliun dengan jumlah kewajiban atau utang sebesar Rp 465,5 triliun. Pendapatan tahun 2017 Rp 255,2 triliun, dan beban usaha Rp275,4 triliun, akibatnya PLN merugi Rp20,1 triliun.

Di tahun politik ini, sangat dimungkinkan fasilitas negara itu digunakan dalam upaya pemenangan pemilu oleh pejabat negara. Banyak BUMN yang dijadikan sebagai sumber pendanaan atau sapi perahan atau ATM berjalan parpol maupun pejabat negara.

Situasi politik selalu mendatangkan wajah yang ganda. Pertama adalah wajah pemberantasan korupsi. Kedua wajah menjual citra memberantas korupsi. Ini yang mulai sering jadi satu atau tercampur. Karena itu BUMN-BUMN ini perlu diawasi. Khawatirnya BUMN yang memiliki dana triliunan itu malah dijadikan bancakan.

Menurut Uchok Sky Khadafi, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), BUMN seharusnya bersih dari orang-orang politik kendati harapan itu sulit terwujud. Selama ini BUMN disinyalir menjadi ATM yang pejabatnya diisi dari kalangan politisi, khususnya yang mendukung pemerintah.

Untuk itu dia menyarankan agar pemilihan atau fit and proper test pejabat-pejabat BUMN, tidak lagi dilakukan oleh DPR, tetapi dari kalangan independen yang kompeten. “Jadi, BUMN itu harus bersih dari politisi. Sehingga fit proper test calon direktur BUMN pun proses seleksinya tidak lagi melalui DPR RI, melainkan di BUMN sendiri oleh orang-orang yang kompeten dan independen, agar BUMN sehat dan profesional,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Dengan pemilihan yang independen, meski banyak relawan dalam Pilpres 2019, maka para relawan itu tidak akan minta jatah-jatahan untuk duduk sebagai kepala, direktur, komisaris dan lainnya di BUMN. “Selama diseleksi oleh DPR, maka BUMN akan tetap jadi bancakan politik,” kata Uchok.

Tidak bisa dipungkiri, saat ini BUMN kita tidak bisa bersaing dengan perusahaan swasta dan perusahaan asing. Penyebabnya adanya konflik kepentingan dan masuknya sumber daya manusia tidak berkualitas pada jajaran komisaris dan direksi. Belum lagi adanya rangkap jabatan pejabat publik selain masuknya orang-orang politik pendukung yang menjadi tim sukses calon presiden. Padahal dalam RUU BUMN Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 38 sudah jelas ada norma melarang rangkap jabatan bagi pejabat struktural maupun fungsional, termasuk bagi anggota parpol. Namun persoalan ini telah berlangsung lama di BUMN sehingga sulit untuk dicegah. Sementara BUMN sendiri tidak punya strategi kompetisi dan strategi untuk kembali bangkit dari kerugian (turn around strategy) yang membuatnya cenderung merugi.

Nah, jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) selalu muncul kasus korupsi baru yang menggerogoti keuangan BUMN. Apakah ini sekedar kebetulan? Rasanya kok tidak. Sebab kalau diamati sejarah Pilpres, kasus-kasus tersebut muncul akibat dari persaingan para elite politik. Di lingkaran kekuasaan selalu ada small group interest yang mengambil keuntungan dari BUMN. Kadang mereka saling support, kadang saling bertikai.

Salah satu drama paling pahit adalah Kasus skandal BLBI muncul pada tahun 2003 atau tepatnya setahun menjelang Pilpres 2004. BLBI terjadi saat Boediono menjadi Menteri Keuangan. Obligasi BLBI pada awalnya tidak ada bunga dan tidak bisa diperdagangkan di pasar. Namun begitu Boediono menjabat Menteri Keuangan, dia mengambil kebijakan memberi bunga atas BLBI tersebut, dan bisa diperdagangkan di pasar. Kita berharap pola seperti ini tidak terulang kembali jelang Pilpres 2019.

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…