Penyuap Eni Maulani Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara

Penyuap Eni Maulani Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara

NERACA

Jakarta - Pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo divonis 2 tahun 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menyuap Anggota Komisi VII DPR fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih senilai Rp4,75 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Johanes Budisutrisno Kotjo telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 2 tahun 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Lucas Prakoso di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (13/12).

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Kotjo divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan."Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa menambah panjang daftar anggota DPR RI yang terlibat tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, berterus terang, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, mengaku bersalah dan sangat menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatan," tambah hakim.

Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Majelis hakim juga mengabulkan permohonan Kotjo untuk membuka sejumlah rekening yang diblokir KPK."Mengabulkan permohonan penasihat hukum terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo berkaitan dengan pencabutan pemblokiran di dalam rekening-rekening terdakwa. Memerintahkan penuntut umum KPK untuk mengajukan permohonan kepada Bank BCA agar bank tersebut mencabut pemblokiran terhadap rekening BCA tersebut," kata hakim Lukas.

Perkara ini diawali pada sekitar 2015 saat Kotjo yang mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah perusahaan China yakni China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat "fee" sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.

Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang pun mengajukan permohonan proyek itu kepada PLN pada 1 Oktober 2015 mengenai permohonan pengajuan proyek IPP PLTU Mulut Tambang 2 x 300 MW di Peranap, Indragiri Hulu, Riau yang memohon agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.

Namun, karena setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan maka Kotjo menemui Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR saat itu Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT PLN.

Setya Novanto lalu memperkenalkan Kotjo dengan Eni Maulani Saragih. Pada kesempatan itu, Setnov menyampaikan ekpada Eni agar membantu Kotjo dalam proyek PLTU dan Kotjo akan memberikan "fee" yang kemudian disanggupi oleh Eni Maulani.

Pada 2016, Eni lalu mengajak Dirut PT PLT Sofyan Basir didampingi Direktur Pengadan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso menemui Setnov di rumahnya.

Eni lalu memperkenalkan Kotjo sebagai pengusaha yang tertarik menjadi investor PLTU MT RIAU-1 dengan Sofyan Basir pada awal 2017 di kantor PLN. Sofyan lalu minta agar penawaran dikoordinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso.

Pada 29 Maret 2017, IPP PLTU Paranap pun masuk ke dalam RUPTL PT PLN 2017-2026 dan disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). PT PJB sesuai Perpres No. 4 tahun 2016 ditunjuk melaksanakan 9 proyek IPP dengan wajib memilik 51 persen saham.

Lalu sepanjang 2017 terjadi beberapa pertemuan antara Kotjo, Eni Maulani dan Sofyan Basir untuk mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 dengan dengan cara penunjukkan langsung tapi PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal 51 persen.

Atas putusan itu, Kotjo langsung menyatakan menerima."Seperti dalam pledoi saya menerima putusan ini, saya tidak mau banding," ucap Kotjo. Sedangkan JPU KPK meminta waktu 7 hari untuk pikir-pikir. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…