Pemahaman Masyarakat Mengenai UU Konsumen Dinilai Rendah

Pemahaman Masyarakat Mengenai UU Konsumen Dinilai Rendah

NERACA

Palembang - Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Sumatera Selatan menilai tingkat pemahaman masyarakat provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa itu mengenai Undang Undang (UU) Perlindungan Konsumen hingga kini masih rendah.

"Buktinya, warga masyarakat yang dirugikan oleh perusahaan penyedia barang dan jasa sangat jarang membawa persoalan tersebut ke jalur hukum," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sumatera Selatan Hibzon Firdaus, di Palembang, Selasa (11/12).

Menurut dia, masyarakat sekarang ini masih kurang memperhatikan hak-haknya sebagai konsumen, sehingga perusahaan penyedia barang dan jasa sering melakukan tindakan yang merugikan konsumen tanpa dibayangi rasa takut akan digugat.

Sebagai contoh masyarakat pengguna jasa angkutan udara sering diperlakukan kurang baik oleh maskapai penerbangan dengan melakukan penundaan jadwal lebih dari satu jam tanpa mendapat kompensasi sementara jika terlambat bisa ditinggal seenaknya dan tiket yang dimiliki hangus.

Begitu juga perusahaan penyedia barang terutama makanan dalam kemasan, masih sering kedapatan menjual barang dalam kemasan yang telah kedaluwarsa atau melebihi batas masa aman untuk dikonsumsi, namun masyarakat tidak terlalu mempersoalkannya karena kurang mengetahui prosedur pengaduannya dan tidak ingin disibukkan memberikan kesaksian terkait permasalahan itu.

“Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mendorong mereka selaku konsumen melakukan tindakan hukum jika dirugikan oleh perusahaan penyedia barang dan jasa, pihaknya berupaya terus mengedukasi masyarakat dan memberikan penjelasan mengenai UU Perlindungan Konsumen melalui kegiatan sosialisasi dan seminar,” ujar dia.

Dia menjelaskan, dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan secara rinci hak-hak masyarakat selaku konsumen, di antaranya, hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

“Kemudian hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya,” kata Hibzon. Ant

 

BERITA TERKAIT

Pemkot Bogor Fokus Tangani Sampah dari Sumbernya

NERACA Kota Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melalui Satgas Naturalisasi Ciliwung mendampingi warga di wilayahnya fokus menangani…

Beras Medium di Kota Sukabumi Alami Penurunan Harga

NERACA Sukabumi - Harga beras medium di sejumlah kios di Pasar Pelita dan Tipar Gede Kota Sukabumi alami penurunan harga…

Modal Pinjam PNM Mekaar, Dewi Lambungkan Bisnis Minuman Kesehatan

NERACA Jakarta – Tidak sedikit masyarakat kita yang masih kebingungan mendapatkan modal usaha. Mereka pernah mendengar ada pinjol, KUR, berbagai…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Modal Pinjam PNM Mekaar, Dewi Lambungkan Bisnis Minuman Kesehatan

NERACA Jakarta – Tidak sedikit masyarakat kita yang masih kebingungan mendapatkan modal usaha. Mereka pernah mendengar ada pinjol, KUR, berbagai…

Studi Populix: Ritel Offline dan Online Akomodasi Preferensi Belanja Konsumen Indonesia yang Beragam

NERACA Jakarta - Berbelanja sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia yang tak terpisahkan dalam keseharian. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sektor perdagangan…

BAZNAS Bersama TNI AU Berhasil Terjunkan Bantuan untuk Palestina dari Udara

NERACA Jakarta - Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menerjunkan bantuan kemanusiaan untuk…