Kebijakan Perumahan Tanpa Arah

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Seratus hari lebih sudah Djan Faridz ditugaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi Menteri Perumahan Rakyat (Menpera). Sepanjang seratus hari lebih, nyaris tak prestasi positif yang dicetak Djan Faridz. Yang ada, muncul banyak kekisruhan soal program yang berujung derita bagi rakyat miskin yang merindukan rumah layak.

Kekisruhan pertama muncul sebagai buntut dari kebijakan Djan Faridz yang tiba-tiba menghentikan pengucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Akibatnya, puluhan ribu orang gagal melakukan akad kredit KPR RSH. Imbasnya, mereka gagal mewujudkan mimpi untuk memiliki rumah mungil yang layak.

Masalah kian ruwet tatkala Undang-Undang Perumahan dan Permukiman yang baru efektif diberlakukan, melarang pemberian subsidi bagi konsumen rumah yang membeli rumah dengan ukuran di bawah tipe 36. Padahal, ada sekitar 30-40 ribu unit rumah murah di bawah tipe 36 yang siap huni. Aturan ini membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kian kesulitan memiliki rumah. Dengan rumah tipe 22 sampai tipe 27 saja banyak kalangan MBR yang lintang pukang membayar cicilan, apalagi kalau rumah yang tersedia minimal hanya tipe 36. Des, mereka bakal jungkir balik membayar cicilan yang pasti jumlahnya lebih besar.

Namun Menpera berkelit. Djan Faridz bersilat lidah dan menyebut telah menelurkan kebijakan penurunan bunga Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang membuat cicilan Rumah Sejahtera Tapak (RST) hanya sekitar Rp 500 sampai Rp 600 ribu per bulannya. Hanya saja fakta memperlihatkan, silah lidah Djan Faridz bak isapan jempol lantaran dia juga segera meluncurkan kebijakan yang menaikan harga jual RST dari Rp 70 juta per unit menjadi Rp 80 juta per unitnya. Alasannya, harga jual RST harus dinaikkan karena harga bahan bangunan sudah naik sekitar 20%. Des, artinya, cicilan murah yang terus didendangkan Djan Faridz tak lebih dari bual-bualan ala pedagang obat kaki lima saja, lantaran harga rumah justeru naik.

Kenaikan harga RST memang sudah lama menjadi tuntutan kalangan pengembang. Belakangan, tuntutan pengembang kian kencang menyusul kekisruhan soal FLPP dan larangan memberi KPR bersubsidi bagi rumah di bawah tipe 36. Boleh jadi, langkah Djan Faridz menerima tuntutan pengembang untuk menaikan harga jual rumah merupakan kebijakan pemberian “gula-gula” agar pengembang tak lagi berteriak lantang memprotes berbagai langkah Djan Faridz

Protes banyak kalangan terhadap Djan Faridz sebenarnya sangat masuk akal. Lihat saja faktanya. Sambil bernyanyi soal kenaikan harga harga rumah bersubsidi, Djan Faridz juga terus mengumandangkan program rumah murah yang akan dijual dengan harga sebesar Rp 25 juta. Artinya, ada fakta yang bertolak belakang.

Hal ini memperlihatkan kebijakan dan program perumahan untuk rakyat sudah kehilangan arah. Parahnya, semua kebijakan yang keluar, tampaknya muncul secara spontan dan tanpa kajian mendalam. Sebagai contohnya adalah penghentian kucuran FLPP yang tiba-tiba dan tanpa telaah dalam. Walhasil, kebijakan tersebut akhirnya terbukti merugikan rakyat banyak. Kalau saja Presiden SBY memahami masalah di sektor perumahan, sudah pasti Djan Faridz dipecat sejak jauh-jauh hari. Bagaimana tidak, sepanjang menjabat, prestasi menteri ini hanya menyusahkan rakyat saja. Sayangnya, presiden belum memahami masalah perumahan. Jadi, kedzaliman di sektor perumahan tampaknya bakal terus berlanjut.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…