Penghapusan Sanksi Penyalahgunaan Koperasi Dalam RUU Perkoperasian Dipertanyakan

Penghapusan Sanksi Penyalahgunaan Koperasi Dalam RUU Perkoperasian Dipertanyakan

NERACA

Jakarta - Penghapusan pasal yang terkait pengenaan sanksi berat bagi pelaku penyalahgunaan koperasi dalam draf RUU Perkoperasian dipertanyakan di tengah semakin maraknya praktik koperasi bodong.

"Dengan dihapuskanya pasal sanksi ini sebetulnya semangat perubahan UU Perkoperasian yang sedang dilakukan sudah kehilangan alasan dan juga tujuannya yang paling penting," kata pengamat ekonomi dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto di Jakarta, Rabu (5/12).

Ia mengatakan, selama ini UU Nonor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang masih berlaku cenderung menjadi "macan kertas" dan tidak imperatif. Hal itu menurut dia, karena setiap pelanggaran yang mengatasnamakan koperasi selalu tidak jelas sanksinya dan selalu dijadikan celah untuk kedok penipuan."Jadi penghapusan pasal sanksi yang berat bagi pelanggaran penggunaan nama koperasi ini patut dicurigai memiliki motif tersembunyi," ujar dia.

Ia berpendapat, penghapusan pasal sanksi ini juga menunjukkan sensitivitas anggota parlemen terhadap masalah yang dihadapi masyarakat semakin rendah di tengah maraknya penipuan berkedok koperasi yang terus-menerus muncul secara beruntun. Suroto menegaskan, dihapusnya pasal sanksi ini jelas sangat merugikan masyarakat dan melemahkan gerakan koperasi.

Ia menambahkan, perundangan koperasi hanya perlu mengatur tiga hal karena koperasi merupakan organisasi yang mengatur dirinya sendiri (self-regulate organization)."Fungsi utama UU Perkoperasian itu pertama mengakui nilai-nilai dan prinsip koperasi. Kedua memberikan distingsi atau pembedaan yang tegas terhadap perlakuan koperasi. Ketiga pemberian proteksi atau perlindungan terhadap citra dan jati diri koperasi agar tidak dirusak oleh mereka yang ingin menipu atau merugikan masyarakat dengan mengatasnamakan koperasi," kata dia.

Fungsi perlindungan terhadap jati diri koperasi ini kata dia, hanya bisa dilakukan kalau ada sanksi tegas terhadap pelanggarnya."Seharusnya sanksi denda hingga ratusan milyar terhadap mereka yang menggunakan koperasi namun tidak melaksanakan prinsip-prinsip koperasi ditegaskan. Jadi nanti tidak sembarangan orang mendirikan koperasi dan menggunakan koperasi untuk menipu masyarakat," kata dia.

Suroto berpendapat, pemberian sanksi denda setinggi-tingginya ketimbang pemberian sanksi fisik juga penting sebagai bagian dari napas hukum progresif. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pasal mengenai sanksi yang berat harus dimasukkan kembali."Kalau tidak maka UU yang baru itu juga hanya akan jadi macan kertas dan tidak ada gunanya lagi. Fungsi perlindungan kepentingan publiknya sudah tidak ada," kata dia.

Ia mencontohkan, di banyak negara yang koperasinya maju, bahkan di negara yang tidak mengatur secara khusus koperasinya melalui UU Perkoperasianya juga secara kuat melindungi jati diri koperasi dengan pemberian sanksi yang berat bagi mereka yang menyimpang."Dengan adanya ketegasan tersebut masyarakat juga semakin mudah membedakan mana yang koperasi dan mana yang bukan koperasi," ujar dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…