Merosotkah Perekonomian Indonesia?

Oleh: Fuji Lestari Ginting, Mahasiswa PKN STAN

Belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan meningkatnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Misalnya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 43/KM.10/2018 Tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang Berlaku untuk Tanggal 17 Oktober 2018 sampai dengan 23 Oktober 2018 memutuskan Rp15.215,00 per 1 (satu) dolar Amerika (USD). Keadaan ini dianggap sebagai kemerosotan ekonomi oleh beberapa kalangan masyarakat.

Pelemahan nilai tukar disebabkan oleh kondisi ekonomi global mulai dari kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat, kebijakan moneter The Fed, hingga pengaruh perang dagang Amerika Serikat. Namun pemerintah telah mengupayakan banyak hal, misalnya dengan membatasi impor dan meningkatkan ekspor, menyesuaikan suku bunga acuan serta meningkatkan volume intervensi di pasar valuta asing (valas) dan pasar surat berharga negara (SBN).

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah melalui data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Beberapa tahun terakhir pemerintah telah melakukan pencapaian yang luar biasa dalam beberapa hal, salah satunya adalah pencapaian PDB. Secara statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku triwulan III-2018 mencapai Rp 3.835,6 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 menapai Rp 2.684,2 triliun. Ekonomi Indonesia triwulan III 2018 terhadap triwulan III-2017 tumbuh 5,17% (y-on-y), meningkat sebesar 3,09% (q-to-q) terhadap triwulan sebelumnya dan sampai dengan triwulan III-2018 (c-to-c) tumbuh 5,17%. 

PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara, nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar dan sebaliknya. PDB harga konstan (rill) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan III-2018 meningkat sebesar 5,04% (y-on-y) terhadap triwulan III-2017. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya produksi industri pakaian jadi. Untuk pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan III-2018 naik sebesar 3,88% yang terutama disebabkan oleh naiknya produksi industri logam dasar.

Struktur pemulihan ekonomi Indonesia terutama terjadi pada lapangan usaha yang terkait dengan bidang ekspor, investasi pemerintah, dan dampak tren pergeseran konsumsi. Pemulihan ekonomi di bidang ekspor tercermin dalam sub lapangan usaha perkebunan, pertambangan dan industri pengolahan di daerah dengan perekonomian berbasis sumber daya alam (SDA).

Sementara itu, Penanaman tetap domestik bruto (PMTB) pada 2017 tumbuh 6,15% meningkat dibandingkan dengan capaian 2016 sebesar 4,47%. Peningkatan tersebut bersumber dari seluruh komponen investasi, baik investasi bangunan maupun investasi nonbangunan. Berlanjutnya investasi pemerintah pada berbagai proyek infrastruktur yang mendorong kinerja lapangan usaha konstruksi serta meningkatkan fasilitas dan layanan umum kepada masyarakat. Pergeseran pola konsumsi ke arah lifestyle dan leisure mendorong kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makanan-minuman serta informasi dan komunikasi.

Pemulihan perekonomian juga mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat yang dapat dilihat dari tingkat pengangguran dan kemiskinan. Penduduk yang bekerja adalah sebanyak 124,01 juta orang atau naik sebanyak 2,99 juta orang dibanding pada Agustus 2017. Jika di lihat dari jumlah pengangguran dalam setahun terakhir pengangguran berkurang 40 ribu orang yang sejalan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,34%. Selanjutnya adalah tingkat kemiskinan di Indonesia yang mencapai tingkat terendah sepanjang sejarah yaitu 9,82% atau 29,95 juta orang. Jumlah ini berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada September 2017.

Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan yang menyebabkan turunnya nilai uang. Pada Oktober 2018 inflasi Indonesia berada pada tingkat 3,16% yang turun sebesar 0,42% jika dibandingkan dengan tingkat inflasi pada Oktober 2017 yang berada pada tingkat 3,58%. Sejauh ini pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) masih berupaya menjaga tingkat inflasi agar tetap stabil dengan memperhatikan tiga komponen pembentuk inflasi yakni inflasi inti (core inflation), inflasi dari volatile food, dan inflasi yang diakibatkan perubahan nilai tukar rupiah (imported inflation).

Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No. 93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi tahun 2016, 2017 dan 2018 tanggal 21 Mei 2014 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah masing-masing sebesar 4%, 4% dan 3,5%, dengan deviasi masing-masing ±1% dengan realisasi tahun 2016 pada tingkat 3,02% dan tahun 2017 pada tingkat 3,61%. Pencapaian ini adalah hasil koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI).

Dari sisi pengelolaan APBN, dari tahun ke tahun APBN Republik Indonesia semakin mambaik. Hal ini dapat di lihat pada tahun 2015 merupakan tahun perubahan paradigma pengelolaan keuangan negara dengan mengalihkan sebagian belanja yang bersifat konsumtif menjadi produktif melalui reformasi subsidi energi belanja kementerian negara/lembaga (KL). Tahun 2016 merupakan tahun percepatan penyerapan anggaran, melalui perubahan regulasi dalam mendorong perepatan lelang pasa triwulan IV tahun anggaran sebelumnya, terutama belanja infrastruktur. Tahun 2017 merupakan tahun konsolidasi fiskal, baik di sisi pendapatan negara dan belanja negara, maupun sisi pembiayaan anggaran yang dirancang agar APBN lebih realistis, kredibel, dan efisien.

Dalam APBN 2018 pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp 1.894,7 triliun. Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 275,4 triliun dan hibah sebesar Rp 1,2 triliun. Belanja negara diproyeksikan sebesar Rp. 2.220,7 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat (Pempus) Rp 1.454,5 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sbesar Rp 766,2 triliun. Berdasarkan besaran pendapatan dan belanja negara dalam APBN dapat diketahui bahwa terdapat defisit anggaran sebesar Rp 325,9 triliun yang kemudian ditutupi melalui pembiayaan anggaran. Dan pada semester I-2018 realisasi pendapatan dan belanja negara masih mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 151,3 triliun yaitu 46,4% dari perkiraan defisit di APBN 2018.

Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin pesat dapat menunjang tingkat penghasilan. Pajak merupakan penghasilan negara yang paling berperan dalam memberikan kontribusi untuk membiayai pengeluaran negara. Terkait penerimaan negara berupa pajak, pemerintah memiliki kebijakan dalam mengatur perekonomian Indonesia antara lain dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan perpajakan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan pajak yang akhirnya dapat mendorong penurunan defisit anggaran.

Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia berada pada titik stabil bahkan mengalami peningkatan yang signifikan dalam berbagai aspek, diantaranya peningkatan PDB, penurunan tingkat inflasi, pengangguran dan kemiskinan, serta berbagai aspek lainnya. Pencapaian ini menunjukkan bagaimana pemerintah berupaya menjaga kestabilan perekonomian Indonesia dan melawan defisit anggaran melalui pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien serta usaha keras dari pihak-pihak yang berperan dalam pengamanan tindakan penyalahgunaan anggaran yang merugikan keuangan negara. (www.kemenkeu.go.id)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…