ICW: Lembaga Peradilan Miliki Potensi Korupsi Sangat Besar

ICW: Lembaga Peradilan Miliki Potensi Korupsi Sangat Besar

NERACA

Jakarta - Para peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa lembaga pengadilan memiliki potensi korupsi yang sangat besar dibandingkan dengan beberapa lembaga lainnya.

"Potensi korupsi yang sangat besar itu dilihat dari besarnya struktur organisasi Mahkamah Agung dan Lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung," ujar salah satu peneliti korupsi ICW Lalola Easter Kaban di Jakarta, Jumat (30/11).

Menurut Lalola bukan hal yang mustahil bila banyak oknum hakim dan petugas pengadilan yang korupsi namun belum tersentuh oleh KPK atau penegak hukum lainnya, mengingat struktur organisasi lembaga ini yang sangat besar."Selain itu, potensi tersebut juga diperbesar dengan lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial," tambah Lalola.

“Besarnya struktur organisasi ditambah pengawasan yang lemah menjadikan peluang terjadinya korupsi di tubuh pengadilan semakin terbuka lebar,” jelas Lalola.

Sementara itu ICW juga menilai belum ada reformasi yang signifikan yang dilakukan di lingkungan Mahkamah Agung khususnya di bawah kepemimpinan Hatta Ali untuk mengatasi besarnya potensi korupsi di lembaga peradilan."Adalah hal yang lumrah jika menilai hakim yang telah ditangkap oleh KPK hanya sedang bernasib buruk, namun tidak memberikan efek penjeraan bagi oknum nakal di pengadilan lainnya," kata Lalola.

Perlu Evaluasi di Lingkungan Pengadilan 

Kemudian ICW meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan evaluasi terhadap ketua pengadilan dan peraturan MA untuk mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan MA dan lembaga peradilan."MA perlu melakukan penilaian ulang terhadap seluruh ketua pengadilan sebagai ujung tombak pengawasan di pengadilan," ujar Lalola.

Penilaian ulang ini diperlukan untuk memastikan bahwa ketua pengadilan merupakan sosok yang berintegritas dan tidak pernah memiliki persoalan di masa lalu. Evaluasi rekam jejak ini dikatakan Lalola menjadi hal penting untuk menjamin Perma 8 Tahun 2016 dapat berjalan secara efektif."Tanpa adanya kesepahaman dan keterbukaan dari MA tentu perkara korupsi yang melibatkan hakim akan terus terjadi berulang," kata Lalola.

ICW juga meminta MA menerapkan dengan tegas dan konsisten, Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/XI/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, terhadap oknum-oknum Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang diduga terlibat dalam perkara pidana, khususnya korupsi.

Lebih lanjut Lalola mengatakan peran lembaga lain seperti KPK dan Komisi Yudisial (KY) dinilai ICW juga sangat penting untuk membantu MA melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan lembaga peradilan."Bersama KPK dan KY melakukan pemetaan terhadap ruang potensi terjadinya korupsi di lembaga pengadilan, sehingga dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pembinaan dan pengawasan," kata Lalola.

Peran KY dan KPK dinilai Lalola juga berguna untuk membantu MA merumuskan kurikulum pembinaan yang ditujukan khusus untuk meningkatkan integritas aparat pengadilan."Selain itu sebaiknya Pemerintah juga melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengadilan untuk dijadikan masukan dan kebijakan dalam RUU Jabatan Hakim," pungkas Lalola. 

Pada Rabu (28/11), KPK menetapkan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan. Keduanya diduga menerima suap sekira Rp650 juta dalam bentuk 47 ribu dolar Singapura (sekitar Rp500 juta) dan Rp150 juta dari advokat Arif Fitrawan (AF) dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga (MPS).

KPK kemudian melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhadap tersangka Iswahyu Widodo dan Irwan yang ditahan di Polres Metro Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan di rutan Pomdam Jaya Guntur, dan Arif Fitrawan di Polres Metro Jakarta Selatan.

Pemberian suap dalam perkara ini terkait dengan penanganan perkara Nomor 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen, yang menggugat PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Thomas Azali. Pemberian suap dimaksudkan supaya majelis Hakim membatalkan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ditetapkannya dua hakim PN Jaksel dan seorang panitera sebagai tersangka oleh KPK, menjadikan jumlah aparat pengadilan yang terjerat kasus korupsi menjadi 28 orang sejak Hatta Ali dilantik menjadi Ketua MA pada Maret 2012. Ant

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…