Oleh: Sarwani
Musim penghujan telah tiba, banjir mulai terjadi di mana-mana, tetapi tidak di dunia perbankan. Industri perbankan justru mengalami kekeringan likuiditas. Indikasi menyusutnya likuiditas di perbankan terlihat dari lebih rendahnya dana pihak ketiga yang masuk dibandingkan dengan dana yang keluar berupa penyaluran kredit.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Publikasi Indikator Likuiditas yang diliris baru-baru ini mengungkapkan per September 2018, kredit bank naik 12,69 persen dalam 12 bulan terakhir, sementara dana pihak ketiga (DPK) meningkat 6,6 persen. Hal ini mengindikasi terjadinya pengetatan likuiditas.
Lembaga tersebut mengatakan “pertumbuhan kredit yang kembali naik pada September lalu kembali menegaskan pola lanjutan pertumbuhan dari bulan sebelumnya sehingga LDR industri naik ke 93,39 persen. Pertumbuhan kredit yang relatif lebih tinggi ini adalah cerminan kondisi likuiditas perbankan yang cenderung ketat”.
Dalam laporan itu disebutkan LDR tertinggi tercatat terjadi pada kelompok bank BUKU 3, yaitu di atas 103 persen sehingga berpotensi meningkatkan persaingan tingkat bunga antarbank. Hal ini dapat dilihat dari tingkat rata-rata bunga deposito rupiah yang dihitung dengan rata-rata bergerak 22 hari pada bank-bank patokan LPS per akhir Oktober 2018 sebesar 5,95 persen, atau naik 17 bps dari posisi akhir bulan sebelumnya.
Kenaikan suku bunga ini tidak dapat dihindarkan sebagai reaksi industri perbankan atas kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 175 bps sejak awal tahun ini menjadi 6 persen. Kenaikan suku bunga acuan tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga deposito dan kredit.
Belakangan kenaikan suku bunga perbankan lebih tinggi lagi. Kali ini bukan lantaran mengikuti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia tetapi lebih pada perebutan dana pihak ketiga agar mau menaruh dananya di bank mereka. Perang suku bunga pun tak dapat dihindari.
Melihat gelagat perang suku bunga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perbankan untuk menahan laju kenaikan suku bunga, walaupun Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate.
Otoritas menilai bank masih dapat meningkatkan upaya efisiensinya, sehingga kenaikan suku bunga acuan tidak perlu langsung ditransmisikan ke bunga perbankan. Kondisi likuiditas perbankan diperkirakan masih memadai sehingga tidak ada alasan bagi bank menaikkan suku bunga dana maupun kredit.
Namun tampaknya imbauan tinggal imbauan, hanya sebatas moral suasion. Perang suku bunga tidak terhindarkan. Persaingan suku bunga deposito antarbank menjelang akhir tahun justru meningkat. Bank menengah besar agresif menaikkan suku bunga.
Sebagai dampaknya, bank kecil terjepit dalam kondisi hidup segan mati tak mau. Merek tidak dapat bersaing menawarkan tingkat suku bunga yang sama dengan bank besar, karena sangat kecil kemungkinan dapat mengikutinya dengan menaikkan buku bunga kredit kepada nasabahnya untuk mendapatkan margin.
Jika bank kecil menaikkan suku bunga maka akan direspon oleh bank besar dengan menaikkan suku bunga. Bak lingkaran setan, tidak berkesudahan, pilin-memilin hingga akhirnya bank-bank kecil jatuh berguguran menjadi korban hukum rimba.
Apakah pasar memang membutuhkan kenaikan tingkat suku bunga seperti ditawarkan bank-bank besar? Jika tidak, mengapa hal ini dibiarkan terjadi? Apakah OJK tidak berusaha meredam panasnya persaingan suku bunga ini?
Sebagai regulator, apakah OJK tidak dapat melakukan intervensi agar bank tidak terlalu bernafsu mengejar target pertumbuhan? Bagaimana kontrol OJK terhadap situasi ini? Lalu bagaimana dengan nasib bank-bank kecil yang terseok-seok jalannya? (www.watyutink.com)
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…