UMK dan Relokasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Tahun politik melalui pileg dan pilpres 2019 nampaknya semakin memberatkan dunia usaha. Betapa tidak, ketika iklim sospol diyakini akan semakin memanas ternyata juga diperparah oleh penetapan besaran UMK (upah minimum kabupaten/kota) yang secara nasional naik 8,03 persen. Fakta ini menegaskan bahwa dunia usaha akan terpaksa menghitung ulang kemampuan dari produksinya untuk pilihan tetap bertahan atau ekspansi. Selain itu, keperilakuan wait and see terkait iklim sospol diyakini juga akan bisa berubah menjadi wait and worry jika situasinya akan terus memanas. Paling tidak, maraknya ujaran kebencian, hoaks, dan kampanye hitam dalam sebulan terakhir telah memperparah iklim sospol.

Faktor makro yang juga perlu dicermati menuju pileg dan pilpres 2019 yaitu daya saing nasional. Peringkat daya saing kita di urutan 45 dari 140 negara versi World Economic Forum. Posisi ini meningkat jika dibanding sebelumnya yaitu di urutan 47. Persoalan tentang daya saing tentu tidak bisa terlepas dari semua faktor yang mempengaruhi nilai harga dari suatu produk dan salah satunya adalah pengupahan. Oleh karena itu, UMK yang naik 8,03 persen diyakini akan memberikan pengaruh signifikan terhadap besaran harga produk sehingga imbasnya adalah terhadap daya beli. Artinya, sinergi dari harga bahan baku yang terus berfluktuasi ditambah juga kenaikan UMK akan rentan terhadap daya saing produk nasional.

Persoalan tentang daya saing memberikan tantangan yang tidak mudah dan karenanya kedua kandidat harus cermat melihat persoalan ini agar ke depan potensi daya saing bisa dipacu dan memberikan dampak terhadap perbaikan kinerja neraca perdagangan yang kemudian bersinergi dengan penerimaan negara. Persoalannya yaitu di sejumlah daerah kawasan industri ternyata besaran UMK telah mencapai rata-rata Rp.3 jutaan.

Fakta ini akan sangat rentan terhadap kemampuan dunia usaha terkait dengan pengupahannya. Padahal, jika dicermati, persoalan tentang perburuhan bukan semata-mata upah yang kemudian ditetapkan melalui UMK tapi juga kompetensi dan kualitasnya. Memang di satu sisi ketersediaan SDM melimpah sebagai dampak dari kuantitas kependudukan tapi di sisi lain kuantitas saja tidak menjamin karena harus proporsional dengan kualitasnya.

Mencermati persoalan industri dan daya saing serta pengupahan maka imbasnya yaitu terhadap industri yang bersifat padat karya. Argumen yang mendasari adalah jenis dari industri yang ada karena memang masing-masing industri mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, persoalan pengupahan dalam penetapan UMK bisa berdampak sistemik terhadap kekuatan daya saing industri nasional. Bahkan, rencana ekspansi dari sejumlah industri nampaknya juga akan dijadwalkan ulang karena pertimbangan banyak faktor, termasuk juga aspek iklim sospol menjelang pileg dan pilpres 2019.

Jika kalkulasi terhadap persoalan pengupahan melalui UMK dirasa semakin berat bagi dunia usaha maka bukan tidak mungkin akan terjadi proses relokasi industri, terutama dari daerah yang memiliki UMK tinggi ke daerah dengan UMK terendah, tentu hal ini ada sejumlah konsekuensi yang juga tidak bisa diabaikan.

Oleh karena itu, relokasi juga bisa menjadi tantangan bagi daerah karena implikasinya adalah migrasi dan urbanisasi. Bahkan, imbas jangka panjangnya adalah terjadinya peralihan fungsi tanah misal untuk pembangunan perumahan dan permukiman. Gambaran ini menegaskan dampak makro dari relokasi sebagai bagian dari pengaruh pengupahan dalam industrialisasi saat ini dan bukan tidak mungkin akan mengancam kelangsungan industri berbasis padat karya.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…