OJK Klaim Perbankan Mampu Hindari Suku Bunga Tinggi

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim industri perbankan mampu menghindari era suku bunga tinggi karena perbankan mampu menipiskan biaya operasional dan cenderung memiliki likuiditas yang memadai. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan hal itu, terkait pengaruh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia hingga 175 basis poin dalam enam bulan terakhir terhadap suku bunga perbankan.

"Masih terukur, bank masih bisa tingkatkan efisiensi (operasional), sehingga kenaikan suku bunga (Bank Indonesia) tidak langsung ditransmisikan ke suku bunga bank," kata Wimboh dalam perayaan ulang tahun OJK ke-7, yang dikutip Antara, kemarin. Wimboh juga memandang industri perbankan masih menyalurkan kredit kepada nasabah secara terukur sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral.

Jika melihat Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disusun awal tahun ini, industri perbankan menargetkan pertumbuhan kredit di 12,2 persen. Namun, dalam pernyataan terakhirnya Oktober 2018 lalu, Wimboh melihat agresivitas perbankan dalam menyalurkan kredit selama Januari-Oktober 2018 bisa membuat pertumbuhan kredit di akhir tahun mencapai 13 persen. "Pertumbuhan kredit bisa 13 persen akhir 2018. Itu melebihi target yang 10 sampai 12 persen," ujar Wimboh saat itu.

Diwawancarai terpisah, Direktur Keuangan dan Treasuri PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) Iman Nugorho Soeko mengatakan potensi pengetatan likuiditas di akhir tahun bisa berkurang karena kebijakan relaksasi perhitungan rata-rata Giro Wajib Minimum Primer (GWM Averaging) yang ditingkatkan menjadi tiga persen dari dua persen.

Namun peningkatan GWM Averaging hanya memberikan bank ruang fleksibilitas dalam mengelola likuiditas harian. Dengan begitu, bukan berarti, bank memperoleh tambahan likuiditas dari relaksasi GWM Averaging itu karena rasio untuk memenuhi kewajiban GWM-Primer tetap dipertahankan BI di level 6,5 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). "Tapi karena agregat GWM tetap di 6,5 persen artinya tidak ada tambahan likuiditas yang bisa disalurkan untuk menunjang lebih tingginya pertumbuhan kredit," ujar Iman.

Menurut Head of Wealth Management & Retail Digital Business Bank Commonwealth, Ivan Jaya, kenaikan suku bunga merupakan salah satu komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekonomi, serta dalam upaya menurunkan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia. Selain itu, kenaikan suku bunga untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan Indonesia dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga AS dalam beberapa bulan ke depan.

Dikatakannya, kenaikan suku bunga ini tentunya memicu pelaku perbankan melakukan evaluasi bunga kredit. Tak hanya itu, pelaku perbankan melakukan evaluasi bunga simpanan. Evaluasi ini dapat meningkatkan suku bunga beberapa jenis produk simpanan, seperti tabungan dan deposito. "Kenaikan suku bunga ini jangan dilihat negatifnya saja, tapi juga sisi positifnya. Kenaikan suku bunga ini memberikan peluang positif bagi masyarakat untuk menikmati bunga tinggi dari simpanannya karena industri perbankan akan menyesuaikan bunga produk simpanan, baik tabungan maupun deposito. Hal ini pun akan berdampak baik bagi bank karena pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan meningkat," jelas Ivan.

Dengan perkembangan tersebut, dia menilai ke depan akan terjadi perpindahan dana dari bond market ke tabungan dan deposito. Pasalnya perbankan telah merespons kenaikan suku bunga ini dengan meningkatkan suku bunga tabungan dan depositonya. Data BI menyebutkan, pada September 2018, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami kenaikan, terutama pada tenor jangka pendek 1, 3, dan 6 bulan yang tercatat masing-masing sebesar 6,32%, 6,26%, dan 6,56%, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,20%, 6,12%, dan 6,37%.

Sementara itu, kenaikan suku bunga simpanan berjangka tenor panjang 12 dan 24 bulan relatif lebih terbatas, dari masing-masing sebesar 6,24% dan 6,76% menjadi 6,25% dan 6,80% pada September 2018. Demikian halnya dengan rata-rata tertimbang suku bunga kredit yang meningkat terbatas sebesar 7 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 11,01% pada September 2018. Akibat kenaikan suku bunga simpanan tersebut, tercatat penghimpunan DPK pada September 2018 sebesar Rp5.316,5 triliun, tumbuh 6,5% yoy, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,3% yoy. Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi pada instrumen simpanan berjangka dan giro, terutama giro valas.

 

BERITA TERKAIT

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…