Babak Baru Divestasi Saham PT Freeport Indonesia

Oleh: Pril Huseno

Upaya divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) oleh PT Inalum memasuki tahap baru. Kemarin, Gubernur Papua Lukas Enembe tiba-tiba menolak proposal baru yang diajukan oleh PT Inalum ihwal divestasi 51 persen saham PT FI.

Lukas Enembe menolak, karena ulasan pendirian BUMD Papua yang diajukan dalam proposal baru PT Inalum, dianggap sudah tidak sesuai dengan kesepakatan pertemuan sebelumnya pada (12/11) lalu di Jakarta. Enembe mengaku, dari 51 persen saham Freeport yang akan didivestasi, di dalamnya terdapat 26 persen milik PT Inalum dan 10 persen akan diberikan kepada Provinsi Papua, selebihnya tak diketahui milik siapa. Terlebih, BUMD yang sebelumnya akan dibentuk oleh Pemda Papua mendadak sudah dibentuk sendiri oleh PT Inalum dengan BUMD yang sebelumnya dimiliki oleh PT FI yakni PT Indocopper Investama yang memiliki 9,36 persen saham PT FI.

Seluk beluk divestasi 51 persen saham PT FI oleh PT Inalum rupanya masih berbuntut panjang dan menemui berbagai kendala. Setelah pada (17/10) lalu pihak DPR RI Komisi VII mempertanyakan pelaksanaan divestasi PT FI oleh PT Inalum, yang ternyata belum membayar serupiah pun dana divestasi. Padahal, Presiden Jokowi telah mengumumkan bahwa pemerintah telah berhasil menguasai 51 persen saham PT FI.

Rupanya, PT Inalum belum bisa melakukan pembayaran karena masih harus menunggu pendanaan dari 11 bank asing yang diharapkan menjadi funding divestasi 51 persen saham PT FI. Ribetnya, bank-bank asing tersebut keberatan mencairkan dana terlebih dulu sebelum persoalan gugatan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan tailing oleh PT FI diselesaikan, serta adanya rencana yang jelas tentang pengelolaan limbah ke depan. Dari situ, persoalan sepertinya akan panjang—ditambah--penolakan dari Gubernur Papua yang menolak proposal baru PT Inalum ihwal pembagian saham kepada pemerintah daerah Papua.

Dengan aneka kendala yang ada, apakah divestasi 51 saham PT FI oleh PT Inalum akan berjalan lancar sesuai rencana? Padahal, bulan Desember 2018 mendatang adalah target penyelesaian proses divestasi saham PT FI.

Dalam hal penyelesaian masalah lingkungan, sesusai temuan BPK, masih ada kewajiban yang harus ditanggung oleh PT FI dari nilai ekosistem yang dikorbankan akibat penambangan PT FI, yakni sebesar 13,59 miliar dolar AS. Jika dihitung dari 100 persen value  PT FI yang hanya senilai 7,55 miliar dolar AS, maka menjadi rumit apabila PT FI diharuskan membayar kewajiban sesuai temuan BPK sebesar 13,59 miliar dolar AS.

Akan lebih rumit lagi, PT Inalum ternyata harus membayar divestasi 51 persen saham PT FI sebesar 3,59 miliar dolar AS, hal mana Inalum harus menunggu penyelesaian masalah lingkungan untuk mendapatkan kucuran dana bank-bank asing. Lagipula, Kementerian ESDM baru akan menerbitkan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) setelah persoalan lingkungan dinyatakan tak lagi bermasalah, sesuai perjanjian.

Penyelesaian proses divestasi saham PT FI oleh PT Inalum dengan clear, tentunya menjadi harapan yang dinantikan banyak pihak. Pengambilalihan mayoritas saham PT FI adalah impian lama bangsa Indonesia untuk berdaulat atas kekayaan alam bumi Indonesia. Namun, kendala yang menghadang ihwal kewajiban penyelesaian sengketa lingkungan PT FI, membuat PT Inalum harus kembali berstrategi agar persoalan tersebut tidak menjadi batu sandungan yang dapat menunda, atau bahkan membatalkan divestasi 51 persen saham PT FI. Bagaimana konsep terbaik untuk mensiasati permasalahan tersebut? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…