KPK Tanggapi Soal Kebijakan Kartu Nikah

KPK Tanggapi Soal Kebijakan Kartu Nikah

NERACA

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal kebijakan Kementerian Agama terkait pembuatan kartu nikah sebagai pelengkap buku nikah.

"Pertama, kalau mau mengambil kebijakan yang berskala besar, mungkin kartu nikah itu kalau dilihat satu atau dua lembar saja itu kecil, tapi kalau dikalikan dengan jumlah warga negara yang akan menggunakan kartu tersebut jumlahnya akan sangat besar," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/11).

KPK pun menyarankan jika ada kebijakan seperti itu perlu dikaji secara matang terlebih dahulu."Sejauh mana urgensinya dan sejauh mana memang kartu tersebut nanti bermanfaat, apalagi kalau menggunakan keuangan negara," ucap Febri.

Selain itu, KPK juga sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam menangani kasus-kasus korupsi di Kementerian Agama meskipun pihaknya tidak ingin hal-hal tersebut terjadi lagi pada era sekarang."Misalnya, karena KPK sudah cukup banyak berkoordinasi tim pencegahannya dengan Kementerian Agama, jadi harapannya himbauan pencegahan ini tidak perlu disambut atau direspons secara reaktif," kata dia.

Sebagai contoh, ucap Febri, KPK mengharapkan agar kasus korupsi proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) tidak terulang kembali."Meskipun KTP-E itu selembarnya nilainya tidak terlalu mahal tapi ketika dikalikan dengan jutaan lembar dan diduga ada 'mark up' maka tentu nilai kerugian negaranya bisa sangat besar. Jangan sampai hal-hal seperti itu terjadi lagi karena itu KPK juga menjalankan fungsi pencegahan," kata Febri.

Lemah Secara Filosofis-Yuridis

Sementara, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu menilai rencana Kementerian Agama menerbitkan Kartu Nikah pada tahun 2019, dari perspektif kebijakan publik mengandung kelemahan dari sisi filosofis dan yuridis."Dari sisi filosofis, keberadaan kartu nikah akan sulit dijelaskan oleh pihak Kemenag. Alih-alih memberi nilai manfaat bagi publik, rencana ini justru membuat kegaduhan baru di publik," kata Khatibul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (21/11).

Dia menilai, faktanya kartu nikah bukan kartu identitas diri seseorang serta bukan pula menggantikan buku nikah. Dari sisi yuridis menurut dia tidak ada pijakan hukum atas rencana ini, dan apabila dianggap sebagai diskresi Menteri Agama, justru rencana ini bertentangan dengan spirit Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yakni asas bertindak cermat.

"Dampak lainnya, jika rencana ini terealisasi akan memunculkan mata anggaran baru sebagai konsekwensi dari keberadaan kartu nikah ini," ujar dia.

Sebelumnya, Kementerian Agama secara resmi meluncurkan kartu nikah sebagai pelengkap buku nikah pada 8 November 2018. Kementerian Agama menargetkan satu juta kartu nikah bisa disebarkan untuk pasangan yang baru menikah pada 2018 dan untuk pasangan yang sudah menikah, suplai kartu nikah dilakukan bertahap.

Peluncuran itu ditandai dengan beroperasinya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) berbasis web dan kartu nikah. Simkah berbasis web merupakan direktori data nikah yang terintegrasi dengan Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan.

Kementerian Agama memastikan, keberadaan kartu nikah bukanlah pemborosan atau penghamburan uang negara, misalnya biaya pencetakan kartu nikah tahun 2018 relatif murah, yaitu Rp680 juta untuk satu juta kartu. Kemenag juga menjelaskan pengadaan kartu nikah bukan program dadakan, melainkan sudah melalui mekanisme persetujuan DPR sebelum pagu anggaran tahun 2018 ditetapkan. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…