Regulator-Dunia Usaha Harus Kerja Sama Hadapi Revolusi Industri 4.0

NERACA

Jakarta – Pemerintah dan dunia industri di Indonesia harus bekerja sama dalam mengantisipasi Revolusi Industri 4.0 yang memberi banyak tantangan pada transformasi ketenagakerjaan, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) Khairul Anwar.

Anwar mengatakan tantangan transformasi ketenagakerjaan mencakup pada tantangan transformasi keterampilan, tantangan transformasi pekerjaan, dan tantangan transformasi masyarakat.

Akses peningkatan kompetensi yang masif serta kehadiran negara melalui jaminan sosial yang mampu melindungi pekerjaan dan pendapatan warga negaranya menjadi sangat krusial dalam menghadapi revolusi industri 4.0 saat ini, kata dia saat membuka Kongres Nasional Indonesia Kompeten di Jakarta, disalin dari Antara.

Menurut dia, pekerjaan yang berubah menuntut keterampilan yang berubah juga. Selain itu, bekerja tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu dan membuat orang bisa memiliki lebih dari satu mata pencaharian atau yang dia sebut sebagai Part Time Job 4.0. "Misalnya, seorang karyawan kantor bisa bekerja di kantornya pada siang harinya dan menjajakan properti di malam harinya melalui situs daring," kata Khairul.

Teknologi juga menyebabkan batasan ruang lingkup kerja semakin samar dan pekerja-pekerja kontrak bebas tumbuh pesat. Selain itu dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan semakin banyaknya pekerjaan-pekerjaan repetitif yang bisa digantikan mesin atau robot, pekerjaan yang tersisa ke depannya hanyalah pekerjaan dengan keterampilan sangat tinggi atau rendah saja.

"Tantangan ketiga adalah tantangan transformasi masyarakat. Dampaknya terhadap masyarakat, ketimpangan kompetensi dan pendapatan antara individu yang memiliki akses komputer dan internet akan semakin terasa di era Revolusi Industri 4.0 ini," kata dia.

Untuk menjawab ketiga tantangan ini salah satu solusinya adalah kebijakan pasar tenaga kerja inklusif. Menurut dia, pendidikan dan pelatihan perlu dilakukan untuk meningkatkan kompetensi serta mewujudkan redistribusi pendapatan dan aset.

Kalau begitu berarti lebih banyak jaminan sosial untuk individu yang lemah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi faktor penting, kata Khairul. Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menggelar program-program pelatihan dan sertifikasi APBN di Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pada tahun ini, Kemenaker memiliki target untuk melatih sebanyak 159.064 orang dan mensertifikasi sebanyak 260.024 orang tenaga kerja.

Pada 2019, Kemenaker akan melatih 526.344 orang, termasuk di dalamnya program pemagangan, dan mensertifikasi 526.189 tenaga kerja. Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius untuk menangani masalah kompetensi tenaga kerja nasional. Diharapkan jumlah ini terus meningkat hingga kita dapat melatih hingga 1.4 juta tenaga kerja yang berkualitas per tahun melalui triple skills, yaitu skilling, re-skilling, dan up-skilling. Hal ini penting untuk mengejar ketertinggalan tantangan bonus demografi kita, kata Khairul.

Selain itu Kemenaker juga berkomitmen untuk mendorong program GNIK (Gerakan Nasional Indonesia Kompeten) yang distimulasi oleh gerakan sertifikasi 4.000 praktisi HR dan meluluskan 400.000 peserta pemagangan bersertifikat di seluruh Indonesia. Gerakan ini hanya permulaan, karena tantangan SDM kita kedepan jauh lebih besar dari sekedar pelatihan PBK, Program Pemagangan dan sertifikasi, kata dia.

Badan usaha milik negara (BUMN) diharapkan dapat meningkatkan kinerja terutama menghadapi era Industri 4.0 yang diwarnai dengan melesatnya kemajuan digitalisasi di berbagai aspek kehidupan.

"BUMN dan anak usahanya harus semakin baik berkinerja sehingga berlomba-lomba untuk menjadi lebih baik, apalagi sekarang sudah menghadapi era industrialisasi," kata Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Farida Dwi Cahyarini dalam acara BUMN Branding and Marketing Award di Jakarta.

Menurut dia, bila dibandingkan negara tetangga, Indonesia agak tertinggal, seperti Thailand yang dinilai sudah memulai industri 4.0 sejak 2014, sedangkan pemerintah RI baru mulai membuat dan meluncurkan konsep kerangkanya pada 2018 ini.

Sekjen Kemenkominfo menuturkan, era industri 4.0 ditandai dengan perubahan terutama pada sisi teknologi digitalisasi sehingga hal yang perlu diubah adalah pola sisi kepemimpinannya.

"Bagaimana seorang pemimpin sekarang juga ikut dalam era industrialisasi, jangan sampai teknologinya maju tetapi kepemimpinannya dalam memimpin bukan seperti pemimpin zaman now," paparnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…