Pengembangan Energi Terbarukan Masih Terbebani Regulasi

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) Yohanes Bambang Sumaryo mengatakan, pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih terbebani dengan regulasi pemerintah yang dinilai masih mengedepankan energi fosil. "Yang terjadi di sistem regulasi kita, kenyataannya masih mengedepankan fosil dengan berbagai subsidi, kemudahan, insentif, sementara energi terbarukan mendapat beban tidak boleh melebihi 85 persen biaya pokok penyediaan," kata Bambang dalam konferensi pers Indonesian-German Renewable Energy Day (RE Day) 2018 di Jakarta, Rabu (21/11).

Ia menjelaskan bahwa pelaku usaha menginginkan kesetaraan melalui regulasi yang juga memudahkan mereka dalam pengembangan energi terbarukan. Menurut dia, pengembangan energi terbarukan masih terbebani dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Dalam regulasi tersebut, terdapat ketentuan mengenai harga pembelian tenaga listrik tidak boleh melebihi 85 persen dari biaya pokok penyediaan (BPP) Pembangkitan PLN. Pelaku usaha menilai ketentuan ini membuat harga jual listrik menjadi rendah. Bambang mencontohkan pembelian energi terbarukan yang ditawarkan dari sektor swasta dengan kombinasi dari biomassa, tenaga surya photovoltaic (PV) dan battery storage rata-rata seharga 15 sen dolar AS per kwH, sedangkan saat ini PLN membeli listrik dari tenaga diesel 20 sen dolar AS per kwH.

Namun dengan ketentuan regulasi maksimal 85 persen dari BPP Pembangkitan PLN, pelaku usaha hanya bisa menjual sebesar 9 sen dolar AS per kwH. "Bagi sektor swasta kalau dengan 15 sen, dia bisa hidup, tetapi kalau disuruh 9 sen ya susah. Padahal dengan 15 sen saja sudah bisa menghemat," ungkapnya.

Senada dengan itu, Managing Director E. Quadrant Dr. Matthias Eichelbronner menilai tantangan pengembangan energi terbarukan di Indonesia ada dua, yakni transparansi dan lingkungan yang tidak ramah investasi. "Banyak sekali investor yang sebetulnya bersedia melakukan investasi, tetapi selalu mengeluhkan regulasi, misalnya kontrak untuk pembiayaan listrik atau 'power purchase' itu sangat sulit," kata Matthias

BERITA TERKAIT

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…