Mengganti Terigu Impor dengan Produk Buatan Lokal - Teknologi Pangan

 

 

 

 

NERACA

 

Bogor - Mie memang menjadi santapan favorit masyarakat Indonesia, tanpa pandang usia. Sayangnya mie yang selama ini banyak dikonsumsi masyarakat umumnya terbuat dari bahan baku impor (terigu). Bahkan konsumsi terigu nasional meningkat 1 kg/kapita/ tahun. Dari 15,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2008, menjadi 25 kg/ kapita/tahun pada tahun 2018. Ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap terigu yang semakin tinggi, dan tentunya meningkatkan beban devisa negara.

Alhasil dibuatlah Mie Nusantara yang terbuat dari bahan baku pangan lokal yaitu sagu, hanjeli, sorhum, jagung dan ubi. Pemerintah berharap dengan peluncuran mie berbahan baku pangan lokal ini dapat mengurangi ketergantungan produk pangan berbahan baku impor. "Kita sudah lebih 20 tahun memakan tepung impor. Ini harus kita ubah pelan-pelan," ujar Kepala Badan Litbang Pertanian M.Syakir, usai membuka Pangan Loka Fiesta di Bogor beberapa waktu lalu. 

Bagaimana caranya? Ia mengingatkan Indonesia adalah negara terbesar kedua di dunia dalam keragaman hayati. Berbagai sumber daya lokal yang kita miliki bisa dikembangkan sebagai pangan pokok. "Karena itu daerah yang selama ini pernah mengonsumsi pangan lokal akan kita bangkitkan kembali", katanya optimistis.

Penerapan Teknologi

Penerapan inovasi menjadi salah satu upaya untuk menekan tingginya tingkat ketergantungan terhadap produk olahan terigu. Dengan inovasi bahan pangan lokal sangat berpotensi menjadi alternatif substitusi terigu. Berbagai teknologi pengolahan dengan memanfaatkan pangan lokal sebagai bahan baku pangan pokok ataupun kudapan sudah banyak dihasilkan. Beberapa teknologi tersebut di antaranya modifikasi tepung atau pati baik secara fisik, kimia maupun biologis, penggunaan aditif, formulasi produk mampu menghasilkan tingkat substitusi terigu. Di antaranya roti 10-20%, mie 10-30%, cake 50-100% dan kue kering serta cookies 100%.

"Ini memperlihatkan bahwa kita siap dengan teknologi. Membuktikan juga Indonesia bisa membuat mie non terigu. Saat ini pemerintah memang bukan lagi sebatas promosi tapi harus langsung berbuat," kata Syakir. Untuk mempercepat hilirisasi inovasi pengolahan pangan lokal tersebut, Balitbangtan menggandeng pemerintah daerah sentra produksi ataupun sentra konsumsi pangan lokal, membangun Model Agroindustri Pangan Lokal. Di antaranya, di Cimahi (berbasis ubi kayu), Sumedang (berbasis hanjeli), Demak (berbasis sorgum), Palopo, Maluku Tengah, Sorong dan Jayapura berbasis sagu.

Dalam pengembangan Model Agroindustri Pangan Lokal tersebut, Balitbangtan menyiapkan panduan proses pengolahan mulai dari bahan baku hingga menjadi tepung dan produk olahannya seperti berasan, mie dan produk turunan lainnya. "Dengan adanya teknologi tersebut, kami mengundang kalangan industri untuk bekerjasama mengembangan industri produk pangan berbahan baku lokal," kata Syakir.

Peluang pengembangan produk pangan lokal memang terbuka lebar, termasuk mie dan berbagai jenis kue. Misalnya pangan sagu, Indonesia mempunyai hutan sagu terbesar di dunia mencapai 5,5 juta ha atau mendekati 85% populasi sagu dunia. Sayangnya potensi ini belum dikembangkan dengan baik. Begitu juga dengan sorghum merupakan sumber pangan lokal potensial lainnya. Tanaman sorghum sangat hemat air dan bisa tumbuh dengan baik di daerah kering berbatu seperti di NTT. Pun ubi kayu, jagung serta berbagai tanaman lain seperti hanjeli, garut, ganyong, talas dan sukun. Pangan lokal itu dulunya pernah menjadi sumber pangan di sebagian masyarakat Indonesia. Namun kini nasibnya miris karena terpinggirkan konsumsi beras dan terigu yang semakin meningkat.

 

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…