INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM DAN MEMILIKI TANAH SUBUR - Kepala Bappenas Prihatin Kondisi Nelayan Miskin

Jakarta-Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Prof Dr. Bambang Brodjonegoro mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi nelayan di Indonesia. Dia melihat petani dan nelayan masih miskin di Indonesia, padahal Indonesia adalah negara maritim dan memiliki tanah yang subur.

NERACA

"Yang ironis di Indonesia adalah kita tahu Indonesia tak hanya subur tapi jenis pertaniannya terdiversifikasi dengan baik tapi siapa kelompok paling miskin? Dua: petani dan nelayan. Ini selalu yang paling ironis di Indonesia," ujar Bambang dalam diskusi “Sumbang Pemikiran Kadin” untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Jakarta, Rabu (14/11).

Adapun solusi yang diajukan Kepala Bappenas kepada pelaku industri, di kelautan dan perikanan adalah mulai meninggalkan konteks tradisional dan fokus pada teknologi. Agar industri perikanan menciptakan ekspor besar dengan nilai tambah, serta menghasilkan lapangan kerja yang banyak.

Namun, dia mengingatkan agar Indonesia tidak bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA). "Jangan sampai Indonesia ke depan adalah sangat tergantung dengan SDA. Kita harus bisa diversifikasi, dan diversifikasi yang terbaik adalah nilai tambah. Di mana? Di sektor manufaktur dan jasa," ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Prof Dr. Rokhmin Dahuri mengatakan nelayan berada di angka 20% hingga 48% dan 10-30% pembudidaya masih miskin. "Dari data BPS, nelayan miskin itu 20%, kalau dari standar miskin Bank Dunia, memakai US$ 2,5 per hari, itu yang miskin masih 48%," ujarnya seperti dikutip Merdeka.com.

Rokhmin menjelaskan, hal itu tak terlepas dari rendahnya pemakaian teknologi dan sebagian besar usaha kelautan dan perikanan dilakukan secara tradisional. Sebagai contoh, 625.633 unit kapal ikan, hanya 3.811 unit (0,6%) yang tergolong modern dan dari 380.000 ha tambak udang, hanya 10% yang modern, kemudian dari 60.885 Unit Pengolahan Ikan hanya 178 (1,2%) yang modern.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono menjabarkan gagasan dalam draft awal Rancangan Teknokratik Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2020-2024. Dalam kategori kesejahteraan, tertulis program penigkatan SDM dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kualitas sumber daya.

Tulang Punggung Kehidupan

Di sisi lain, Presiden Jokowi saat menghadiri pembukaan Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang digelar di Bali, belum lama ini, menyerukan supaya menjaga laut dan mengelolanya secara berkesinambungan. "Laut merupakan tulang punggung kehidupan dunia. Lebih dari 90% total volume perdagangan dunia dilakukan melalui laut. Sementara ratusan juta manusia juga hidup bergantung pada sektor perikanan dan rantai pasokannya. Namun, di sisi lain, lautan kita juga menghadapi sejumlah tantangan serius," ujarnya.

Adapun tantangan yang dimaksud seperti IUU fishing, di mana data FAO mengatakan nilai jumlah ikan yang diambil secara ilegal besarnya sekitar 2,6 juta ton atau bernilai sekitar USD10-23 miliar setiap tahun.  "Kemudian adanya perompakan, perdagangan manusia, penyelundupan obat-obatan, perbudakan, dan lain-lainnya," kata Presiden.

Selain itu, polusi laut yang diakibatkan sampah plastik, rusaknya terumbu karang, peningkatan suhu air laut, dan klaim maritim antarnegara yang tak terselesaikan juga menjadi ancaman nyata.

Jokowi menuturkan, bahwa OOC 2018 ini harus dapat menjadi motor perubahan terhadap komitmen penanganan tantangan itu. "Kita memerlukan revolusi mental untuk menangani tantangan di laut dan mengelola laut secara berkesinambungan. OOC harus menjadi motor penggerak revolusi mental global untuk merawat laut," ujarnya.

Di hadapan para pemangku kepentingan kelautan dari berbagai negara dan sejumlah kepala negara yang hadir, Presiden menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi kekuatan maritim dunia sekaligus berperan aktif dalam merawat dan menjaga laut Indonesia dari berbagai ancaman nyata. Indonesia juga membuka kerja sama dan dialog dengan negara-negara ASEAN untuk memajukan kerja sama maritim serta penghormatan terhadap hukum internasional.

"Dalam empat tahun terakhir, berbagai langkah telah dilaksanakan termasuk meningkatkan konektivitas melalui tol laut dengan memperkuat armada laut dan pembangunan 477 pelabuhan, pengurangan polusi laut dengan target pengurangan sampah plastik di laut sebesar 70% pada tahun 2025, tercapainya kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektare pada tahun 2018 (dua tahun lebih cepat dari target 2020), dan aktif memajukan kerja sama maritim di ASEAN, IORA, Pasifik Selatan, PBB, dan berbagai forum internasional," ujarnya.  

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah memaparkan ada dua hal yang dipikirkan oleh dirinya semenjak diajak Presiden bergabung di Kabinet Kerja. Pasalnya, Presiden mempunyai misi untuk membangun Indonesia sebagi Poros maritim Dunia dan Laut untuk masa depan Bangsa.

"Dua hal yang saya pikir world is so simple dan world is so hard. Mewujudkan poros maritim dunia, dengan populasi 250 juta dan apa yang saya lihat selama 33 tahun saya kerjakan pekerjaan saya sebagai eksportir ikan yang berhenti tahun 2004. Itu adalah satu hal yang saya pikir sebuah mimpi dan ambisi secara geografis sangat realistis, tapi secara what we have ketika Jokowi jadi Presiden itu very small," ujar Susi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, saat pertama kali dirinya diberikan tanggung jawab sebagai Menteri Perikanan, panjang garis pantai Indonesia yang menjadi nomer dua di dunia tidak kelihatan sama sekali. Bahkan neraca perdagangan perikanan pada saat itu kecil yakni berada di nomor 3 dan sekarang sudah berada di nomor 1.

"Refleksi laut kita nomor 2 di dunia tidak kelihatan di situ, neraca perdagangan perikanan kecil. 10 tahun di susi air, saya travelling, beroperasi di Papua melihat banyak hal yang harus dibenahi. Masuk di KKP mencoba mencari tahu realita status laut Indonesia," ujarnya.

Susi juga menceritakan, dari sensus jumlah nelayan di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2013 jumlah rumah tangga nelayan telah berkurang 50% dari 1,6 juta menjadi 800.000 rumah tangga nelayan. Serta sebanyak 115 eksportir pengolahan ikan yang tutup.

"Pertanyaan saya waktu jadi swasta mulai ada jawabannya. Ekspor kita juga cuma nomor 3. Dari sisi angka impor juga luar biasa tinggi. Dari situ saya melihat, bukan saja tidak tau ada IUU fishing, tapi saya tidak begitu paham masifnya berapa besar. Mulai saya data berapa banyak kapal asing yang beroperasi di Indonesia. Saya butuh satu bulan data itu, akhirnya dapat angka 1300an (kapal) yang punya izin tangkap ikan di Indonesia. Jadi akhirnya saya mulai, dari mana harus mengawali," ujarnya.

Tidak hanya itu. Pemerintah juga wajib memastikan perlindungan kepastian bagi investasi swasta, terutama di sektor maritim. Keterlibatan swasta yang lebih besar diperlukan dalam pembangunan infrastruktur bidang maritim agar tidak membebani anggaran negara.

Menurut Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, pelibatan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan infrastruktur maritim akan memberikan banyak manfaat.  “Pemerintah membutuhkan banyak dana untuk melakukan pengembangan infrastruktur bidang maritim. Di sisi lain, pemerintah akan mengantongi banyak setoran dari konsesi hingga pajak,” ujarnya.

Menurut dia, dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk mengajak swasta terlibat dalam pengembangan infrastruktur maritim. Dia mencontohkan, optimalisasi yang mesti dilakukan untuk Pelabuhan Marunda yang berpotensi setor ratusan miliar rupiah ke negara. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…