Geliat Tato Tradisional : Kembali Digilai Anak Muda


Neraca. Memasuki tahun 1960-an dan 1970-an, tato modern merambah anak-anak muda di
kota besar Indonesia. Tak lain karena pengaruh seni lain yakni musik
terutama “Rock & Roll”. Motifnya pun notabene berkiblat pada musisi di
era tersebut seperti KISS, Rolling Stone dan lain sebagainya. Bukan
hanya tato, namun juga sederet “kebiasaan” lain seperti menenggak
minuman keras, narkoba, seks bebas hingga piercing (tindik) di
area-area seperti telinga, hidung, bibir sampai kemaluan.
Jaman tersebut merupakan zaman “gelap” bagi tato. Tudingan bahwa
pengguna tato merupakan penjahat dan preman menjadi penyebabnya
sehingga pada akhirnya isu yang diarahkan demikian diamini sebagian
besar masyarakat. Pada kenyataannya, memang tato akhirnya digunakan
oleh mereka yang “bermasalah” dalam membangun relasi sosial di
masyarakat, terbuang, terkucil, dan menggunakan tato sebagai
“pengakuan” dan posisi.
Mulai tahun 2000-an, makna tato yang kelam mulai bergeser menjadi seni
yang perlu dihargai, meski belum seluruhnya bisa menerima. Masyarakat
kembali berpatokan pada figur publik selebriti dalam dan luar negeri.
Tak hanya laki-laki, perempuan urban kini sudah banyak yang merajah
tubuh mereka karena melihat deretan artis cantik yang bertato.
Sebutlah nama Ratu Felisha, Fahrani Empel, Melanie Subono, Aline Adita
dan masih banyak lagi.

Jika dilihat dengan seksama, banyak motif tato tradisional dari Mentawai, Dayak maupun Papua yang
tak kalah indah dan tentunya dengan filosofi yang tinggi. Dan ini baru
disadari oleh mereka yang telanjur merajah hanya karena lihat
bentuknya yang unik namun belum tentu mengerti artinya. “Karena itu
berpikirlah baik-baik sebelum ditato sebab Anda akan membawa filosofi
tato tersebut seumur hidup,” tutur Dion dari Durga Tattoo yang kerap
merevisi tato yang “tidak jelas”.
Usaha melestarikan tato tradisional juga dilakukan oleh Hendra dari
Folktattoo Space. Ia mulai tergerak untuk menekuni tato tradisional
dari Dayak Iban. Darah Iban yang mengalir di tubuh Hendra membuatnya
tak canggung pulang kampung untuk berupaya melestarikan motif tato
Iban. “Saya tidak ingin 10 tahun kemudian motif tato tradisional Iban
hanya ada di film documenter maupun dokumentasi perpustakaan. Saya mau
melestarikannya di tubuh sehingga 20 atau 30 tahun ke depan bahkan
selamanya, kita masih bisa melihat motif tradisi ini,” jelasnya lewat
Blackberry Messenger. Selain menggali motif asli, Hendra juga
mengembangkan motif (custom) untuk menarik minat anak muda maupun
orang asing yang mungkin tidak terlalu berminat dengan gambar aslinya.
“Custom diperbolehkan asal kita tidak meninggalkan bentuk aslinya,”
tukas Hendra lagi.
Mendapatkan motif tradisional tato Dayak maupun Mentawai zaman
sekarang cukup mudah.
Serupa dengan Mentawai, tato bagi Suku Dayak yang satu dengan yang
lainnya berbeda. Setidaknya tercatat ada 106 Suku Dayak yang tersebar
di seluruh wilayah Borneo. “Sebelumnya anak muda Dayak merasa malu
dengan tato tradisi mereka. Alasannya, sudah kuno tidak mengikuti
jaman, hanya itu. Tapi, sekarang ini sudah banyak yang sadar bahwa
tato adalah identitasnya dan akhirnya mereka mau melestarikan motif
tato tradisionalnya,” jelas Hendra lagi.
Meski peminatnya memang bertambah secara kuantitas, namun Dion menilai
dari sisi kualitas justru menurun. ”Secara kualitas, tak banyak orang
yang mau menghargai tato tradisional dengan membayarnya secara
profesional. Padahal, ketika seorang tato artis sudah membuka studio,
disitulah dia membuka bisnisnya."

Yang namanya bisnis pasti ada jasa,
peralatan, modal lainnya dan semuanya itu butuh income (pemasukan)
agar tetap berjalan,” ujar Dion panjang lebar. Oleh sebab itu, Dion

mematok harga di atas rata-rata seniman tato lainnya. 

”Bila Anda ingin tato yang profesional, bersiaplah membayar secara profesional,”
tegasnya.
Dan bila memikirkan lebih lanjut, harga demikian bisa jadi sepadan
dengan risiko yang dihadapi para tato artis, terutama risiko
kesehatan. ”Seandainya kita mendapatkan klien yang punya latar
belakang penyakit berbahaya, terutama hepatitis B dan C, maka besar
kemungkinan tato artis akan tertular,” jelas Dion. Pada praktiknya,
pantang bagi Dion untuk memilih-milih klien. ”Virus tersebut bisa
diminimalisasi dengan prosedur tato yang benar seperti menggunakan
sarung tangan saat hendak menato maupun melindungi alat-alat di
sekitar tato agar tidak terkontaminasi virus penyakit itu,” tuturnya
lagi.

BERITA TERKAIT

Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Travel Tawarkan Private Trip Eksklusif

  Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Tracel Tawarkan Private Trip Eksklusif NERACA  Jakarta - Organisasi Pariwisata Jepang (JNTO) telah…

The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika

  The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika NERACA Jakarta - The Apurva Kempinski Bali…

Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey

  Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey NERACA Jakarta - The Pokémon Company, perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Wisata Indonesia

Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Travel Tawarkan Private Trip Eksklusif

  Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Tracel Tawarkan Private Trip Eksklusif NERACA  Jakarta - Organisasi Pariwisata Jepang (JNTO) telah…

The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika

  The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika NERACA Jakarta - The Apurva Kempinski Bali…

Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey

  Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey NERACA Jakarta - The Pokémon Company, perusahaan…