Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Mungkin sudah berkali-kali event pameran atau expo yang diselenggarakan oleh organisasi Islam selalu mendapatkan kesan "nyinyir" oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan seringkali kegiatan tersebut lebih dikonotasikan dengan aktifitas ritual saja yang pengunjungnya adalah para emosional market. Selain itu pula kesan acara "mewahnya" orang bisa mereka - reka pasti biasa - biasa saja dan tak ada yang terlalu istimewa. Maka, meskipun--kegiatan tersebut sudah digratiskan dan diumumkan ke khalayak umum, tetap saja, daya tariknya pengunjungnya kurang maksimal.
Hal yang berbeda apabila sebuah event pameran seperti motor, mobil, properti, teknologi komputer, handphone dan travel wisata--para pengunjung event tersebut pasti membludak. Walaupun mereka disuruh untuk membeli tiket masuk dengan harga mahal pun tak menjadi soal--karena ada prestice, kebutuhan dan keinginan yang kuat untuk dilihat dan dikunjunginya. Maka sangat wajar, apabila para event organizer (EO) lebih tertarik--untuk mengerjakan pekerjaan event yang demikian dari dari pada mengerjakan event berbasis keagamaan. Seandainya ada EO yang mau mengerjakan event itu, EO meminta dana didepan, seperti halnya ketika mengerjakan event kegiatan pemerintah yang telah di tenderkan sejak awal.
Namun dibalik beragam kelaziman yang selama ini kita lihat, ada perbedaan tersendiri dari event-event berbasis keagamaan yang ada selama ini. Pada 9-11 November 2018 di Jakarta Convention Center (JCC) telah berlangsung event Hijrah Fest 2018, dimana tujuan dari Hijrah Fest ini adalah mempersatukan komunitas-komunitas Muslim di berbagai wilayah. Selain itu, Hijrah Fest juga ingin menjadikan Islam sebagai gaya hidup. Acara Hijrah Fest 2018--memiliki antusias yang sangat tinggi bagi para pengunjungnya, meski untuk masuknya saja harga tiket di bandrol Rp 80 ribu, jumlah pengunjungnya yang hadir membludak. Untuk mengantisipasi para pengunjung tersebut, panitai Hijrah Fest 2018 hanya membatasi 1200 pengunjung.
Suksesnya Hijrah Fest 2018--memberikan pengetahuan baru terutama "mendongkrak" sudut pandang sebuah event kegiatan agama yang dinilai kurang bergigi selama ini. Selain itu juga di event kali memberikan keteladanan bahwa sebuah event-event berbasis agama mampu memberikan animo yang sangat besar kepada para pengunjung untuk hadir di acara tersebut. Keberhasilan ini dinilai dengan beberapa aspek, pertama, konten dan kontek dari event tersebut, dimana EO dengan pendekatan riset mampu dengan jeli mengambil ceruk market milenial yang selama ini ada trend emoticon religious dan rationality religious.
Dari riset inilah melahirkan sebuah konten-konten acara yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan pengunjung. Didukung dengan konteksnya yang kekinian dimana wabah kesadaran generasi muda terhadap agama sangat tinggi, hal ini menjadikan EO membungkus konteks tersebut dalam sebuah diversifikasi program event yang berbeda dengan event yang jamak dilakukan selama ini. Seperti pembelian tiket yang sudah termasuk juga donasi bencana Palu dan Donggala - Sulawesi Tengah, masuk ke ruangan menanggalkan sepatu dan sandal karena ruangan sekaligus digunakan untuk sholat berjamaah, begitu juga ada pembatas terpisah antara pria dan perempuan di ruangan acara. Hal tersebut jelas memberikan warna baru dari sebuah event keagamaan selama ini.
Kedua adalah dari segi public relations (PR), Hijrah Fest 2018 benar-benar mengoptimalkan kerja PR selama ini dalam membangun persepsi, image, identity. Untuk membangun PR Hijrah Fest 2018, EO mengunakan berbagai daya dalam mempengaruhi masyarakat. Semua strategi - strategi PR dilakukan di event ini baik campain Hijrah Fest 2018, media center, advertising, sosmed, pers conferance dan visitasi media. Kekuatan PR yang canggih inilah---yang sebenarnya menjadi ujung tombak dari event tersebut. Sementara di sebuah event - event berbasis keagamaan yang lain PR minim sekali dijadikan konsen. Mereka banyak menilai bahwa publikasi media adalah sudah cukup dalam mempengaruhi masyarakat, sementara dalam PR bukan sekedar publikasi saja dan banyak pirantinya yang harus diikuti.
Dari acara Hijrah Fest 2018 memberikan catatan kita bersama, bahwa masa depan event keagamaan di Indonesia memiliki masa depan yang cerah, apabila ditunjang dengan pengetahuan maketing komunikasi yang handal. PR adalah sesuatu yang urgent dalam setiap event tersebut, untuk itu diperlukan sinergisitas berbagai pihak dalam membuat event agar bisa berjalan dengan baik. Ketakutan terhadap modal yang besar yang harus disediakan di setiap event keagamaan yang selalu menjadi kegelisahan sebenarnya tidak harus ditakuti secara berlebihan, apabila diantara kita bisa berbagi hasil dalam mudharabah dan musyarakah rasa skeptis itu bisa hilang.
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…
Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…
Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…