Impor Jagung di Saat Surplus Mengoyak Hati Petani

Oleh: Djony Edward

Lagi dan lagi. Pemerintah merencanakan impor jagung sebanyak 50.000 hingga 100.000 ton, padahal Indonesia sangat kaya akan jagung. Apakah gerangan yang terjadi sehingga pemerintah memaksakan impor jagung?

Seperti sebelumnya pemerintah getol mengimpor beras, gula, garam, gandum, daging, cabai, dan bahan pangan lainnya. Aktivitas impor bahan pangan yang berlebihan telah menekan nilai tukar rupiah karena efek dari defisit neraca perdagangan.

Besarnya aktivitas impor dibandingkan ekspor ini pada gilirannya menekan produk petani, kali ini petani jagung tentu saja yang bakal jadi korban. Pemerintah sudah mencanangkan hingga akhir tahun akan mengimpor jagung sedikitnya 50.000 hingga 100.000 ton.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pemerintah menjaga harga jagung karena saat ini ada pergeseran di mana perusahaan biasanya mengimpor gandum untuk ternak, kini membeli jagung dari petani.

Menurutnya harga jagung harus jaga, khususnya untuk peternak, sekarang memang ada pergeseran karena ada biasanya dari impor gandum untuk ternak, sampai hari ini tidak ada lagi. Ada pergeseran perusahaan-perusahaan tertentu membeli jagung ke petani. Sehingga, harga jagung naik. Situasi ini harus diatasi.

Kemudian, Amran mengungkapkan, masalah jagung sebelumnya impor hingga 3,5 juta ton, hari ini ekspor 370 ribu ton.

Amran tak menyinggung masalah impor untuk memenuhi kebutuhan peternak. Dia hanya mengatakan akan mencarikan jagung untuk memenuhi kebutuhan peternak.

Saking sensitifnya soal impor jagung, sampai-sampai dibahas dalam Rapat Koordinasi. Bahkan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso enggan berkomentar terkait hasil rapat. Saat ditanya awak media, pria yang akrab disapa Buwas mengatakan, hasil rapat akan disampaikan Menteri Menko Perekonomian Darmin Nasution.

“Hanya bicara menyikapi kebutuhan jagung petani itu saja. Itu jadi satu saja (sumbernya dari Menko), sudah kesepakatan,” ujar Buwas.

Senada, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga enggan berkomentar soal hasil rapat. Dia bilang, hasil rapat akan disampaikan Menko Perekonomian Darmin Nasution. “Saya dilarang bicara karena sudah dibicarakan Pak Menko,” tutupnya.

Penjelasan Menko Perekonomian

Menko Darmin memaparkan pemerintah akan mengimpor jagung untuk pakan ternak hingga akhir tahun. Jumlah jagung yang bakal diimpor sekitar 50 ribu hingga 100 ribu ton.

Hal tersebut diketahui setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi Jumat (2/11/2018). Rapat itu dihadiri Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, dan beberapa pejabat lain.

Menurut Darmin rekomendasi impor jagung dari Menteri Pertanian, Amran Sulaiman. Penyebabnya karena harga jagung naik, sementara jagung itu sangat diperlukan masyarakat. Kenaikan harga jagung sendiri disebabkan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak yang selama ini berasal dari gandum.

“Ya jadi jagung itu harganya kan naik, padahal itu diperlukan, dan Menteri Pertanian mengusulkan kita impor dan perlu cepat,” kata Darmin.

Impor jagung ini ditujukan untuk pengusaha kecil dan menengah yang beternak ayam petelur. Perusahaan peternakan kecil menengah, peternakan telur bukan pedaging. Kalau pedaging hasil industri. Kalau telur bikin sendiri.

Hanya saja anehnya, menurut data Kementerian Pertanian produksi jagung nasional surplus alias kelebihan pasokan. Bahkan, Indonesia telah mengekspor jagung ke Filipina dan Malaysia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro menjelaskan Indonesia telah mengekspor 380.000 ton jagung. Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat 12,49% per tahun.

Artinya periode 2018 produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta pipilan kering (PK). Sementara itu untuk luas panen per tahun naik 11,06% dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42% (data BPS).

Sementara ketersediaan produksi jagung pada November 2018 sebanyak 1,51 juta ton dengan luas panen 282.381 hektare. Bulan Desember 1,53 juta ton, dengan luas panen 285.993 hektare, tersebar di sentra produksi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontolo, Lampung, dan provinsi lainnya.

Sementara dari sisi kebutuhan, berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, kebutuhan jagung tahun ini diperkirakan sebesar 15, 5 juta ton PK, terdiri dari: pakan ternak sebesar 7,76 juta ton PK, peternak mandiri 2,52 juta ton PK, untuk benih 120.000 ton PK, dan industri pangan 4,76juta ton PK. “Artinya Indonesia masih surplus sebesar 12,98 juta ton PK, dan bahkan Indonesia telah ekspor jagung ke Filipina dan Malaysia sebanyak 372.990 ton,” kata Syukur.

Dia menambahkan secara umum produksi jagung nasional saat ini sangat baik. Di wilayah Indonesia Barat panen terjadi pada Januari-Maret, mencakup 37% dari produksi nasional. Sedang ke wilayah Indonesia Timur, panen cenderung dimulai pada bulan April-Mei. Sentra produksi jagung tersebar yang di 10 Provinsi yakni, Jatim, Jateng, Sulsel, Lampung, Sumut, NTB Jabar, Gorontalo, Sulut, Sumbar total produksinya sudah mencapai 24,24 juta ton PK. “Sebanyak 83,8% produksi jagung berada di provinsi sentra tersebut berjalan dengan baik,” ujar dia. 

Dari sini terlihat jelas bahwa sebenarnya Indonesia tidak membutuhkan impor jagung sama sekali. Bahwa ada kebutuhan jagung untuk pakan ternak, toh kelebihan produksi jagung masih tinggi. Itu sebabnya pemaksaan impor ini patut dipertanyakan.

Apalagi kita tahu pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2018 turun ke level 5,17% dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2018 yang sebesar 5,27%. Salah satu pendorong menurunnya pertumbuhan ekonomi adalah faktor impor bahan pangan yang agresif sejak awal tahun.

Disamping itu berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) proses impor bahan pangan ditemukan 11 penyimpangan yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Itu sebabnya mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengadukan penyimpangan dimaksud ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun disayangkan pemerintah masih melanjutkan impor bahan pangan, kali ini mengimpor jagung. Sehingga kita patut bertanya bahwa aduan yang dilakukan oleh Rizal Ramli sepertinya belum di-follow up oleh KPK, ditambah pula pemerintah tidak merasa melakukan kesalahan mengimpor bahan pangan dimana ketersediaan di tanah air cukup banyak.

Itu sebabnya kecurigaan Rizal Ramli bahwa ada perburuan rente di balik gencarnya impor bahan pangan hingga melakukan 11 penyimpangan impor patut diuji. Sayang, KPK yang harus menguji seperti macan ompong ketika berhadapan dengan penyimpangan yang dilakukan aparat pemerintah. (www.nusantara.news)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…