Kenaikan BBM Dorong 135 Juta Penduduk Miskin

NERACA

Jakarta-- Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada April 2012 terus mendapat tentangan dari DPR. Sedikitnya, 135 juta jiwa rakyat yang berpenghasilan dibawah Rp486.000 per orang dalam satu bulan akan tercekik oleh inflasi riil yang mencapai 20%.  "Menaikkan BBM akan menambah jumlah rakyat yang jatuh miskin,” kata anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo  di Jakarta,5/3

Menurut Sadar, kenaikan harga BBM ini menyengsarakan rakyat. Kelompok masyarakat yang terpukul dengan kenaikan harga BBM ini adalah masyarakat yang menghabiskan 70%  pendapatannya untuk makanan dan sekitar 15% untuk  energi. “Melihat kondisi faktual seperti ini maka subsidi BBM merupakan suatu keharusan sebagai upaya negara untuk memeratakan dayabeli masyarakat,” tuturnya.

Dikatakan Sadar, jika pun terpaksa alokasi subsidi tidak mencakupi, masih dapat ditutup dengan efisiensi di belanja birokrasi dan kenyataan bahwa  anggaran hanya terserap rata-rata-rata 94 persen. “Jadi masih ada bantalan fiskal sebesar 6 persen dari APBN yang 1.435 triliun atau setara 86.1 triliun, jumlah yang sangat mencukupi karena opsi menaikan harga BM bersubsidi sebesar 1.500 rupiah hanya menghasilkan tambahan alokasi 60 triliun rupiah,” tegasnya.

Berdasarkan perhitungan BPS, inflasi kurang lebih  2,73% jika harga BBM bersubsidi dinaikan dari 4.500 rupiah menjadi 6. 000 rupiah. Namun inflasi riil untuk kelompok tersebut diatas akan mencapai 15 persen, biaya transportasi langsung naik 30%,  makanan naik 15% dan semua sektor langsung terasa sangat mencekik. “Wacana pemberian BLT sebesar 150.000 per kepala keluarga (KK) selama 9 bulan kepada  17.5 juta KK hanya membantu  70 juta jiwa, lalu bagaimana denga 65 juta jiwa lainnya,” ujarnya.

Lebih jauh kata Sadar lagi, dengan disparitas pendapatan yang tidak normal maka subsidi bukan hanya dibutuhkan tetapi sudah merupakan keharusan.Dia menilai, alokasi APBN selama ini sangat ironis. Pada tahun 2005,  total belanja birokrasi mencapai 187 triliun rupiah dan pada tahun 2012  membengkak menjadi 733 triliun rupiah. Artinya, terjadi kenaikan belanja birokrasi 400%. Sementara subsidi  BBM 2005 adalah 95,6 triliun rupiah dan tahun 2012 bertambah menjadi 123,6 triliun rupiah, pada periode yang sama subsidi BBM hanya naik 29%.  “Adilkah birokrat yg jumlahnya 4.6 juta menghabiskan Rp733 triliun rupiah. Sementara 135 juta jiwa penduduk hanya menerima sebagian kecil subsidi BBM yang 123.6 triliun. Jawabannya sangat tidak adil,” tuturnya.

Untuk mengontrol laju belanja birokrasi yang tambun dan tidak efisien dan sekali lagi dilandasi oleh sikap berkeadilan maka minimum subsidi BBM adalah 17% dari belanja birokrasi. “Sebagai gambaran untuk tahun 2011 Pemerintah menyatakan bahwa  53% pemakai BBM bersubsidi adalah mobil pribadi, 40% kendaraan roda dua, dan 7% angkutan umum serta barang. Hal ini berarti subsidi BBM selama ini yang  tepat ke sasaran hanya 7%,” jelasnya. **cahyo

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…